Chapter 14. Mantra Pembeku

4.1K 589 326
                                    

Duduk di atap kastil sendirian di malam hari menjadi kebiasaan Sehun ketika rasa bosan melanda hatinya. Ia tak memiliki kegiatan lain di kamar asramanya dan teman teman lain sepertinya sibuk. Salamander dipenuhi dengan banyak lelaki namun hanya segelintir yang benar-benar bersahabat dengan dirinya. Baekhyun lah kakak kelas yang paling sering mengajaknya nongkrong dan bercerita tapi akhir akhir ini lelaki banyak bicara itu juga sibuk menguntit Yeri kesana kemari. Ia mulai mengurangi acara sulap recehannya dan lebih banyak duduk di meja Gnome setiap waktu.

Sehun menengedah menatap gumpalan awan di atas langit, menutup kedua kelopak matanya menikmati betapa sejuknya angin yang menerpa wajah serta anakan rambut lurusnya. Kesunyian yang ia rasakan pecah ketika sebuah suara tiba tiba terdengar di telinga. Sehun lalu tersenyum memastikan jika teriak mantra mantra kacau balau itu berasal dari gadis itu~ Irene si cerewet dan tak tahu malu.

Sehun beranjak dari duduknya dan berdiri di tepian dinding pembatas, ia menompang tubuhnya dengan kedua lengannya disana~ menyaksikan betapa menggelikan setiap gerakan yang Irene buat dengan mengarahkan tongkat sihirnya ke tengah danau, bodoh.

Semakin menatap lama sosok kecil di bawah sana yang tampak kesepian dan merana, Sehun berniat untuk turun namun mendadak seseorang datang dan hal itu berhasil mengurungkan niat Sehun sebelumnya. Tak ada rasa apa apa melihat keduanya berbicara, Sehun terus dan terus mengamati. Kemudian entah dari mana datangnya, sesuatu yang nyeri menyerang ulu hatinya ketika Irene dengan wajah ceria tertawa, tangan yang biasa  Sehun sentuh telah menyentuh lelaki lain tanpa permisi.

Sehun bertanya-tanya, siapa gadis itu? Untuk apa ia bersikap seolah terus menguntitnya? Bukankah dulu ia selalu menghindar ketika gadis itu datang? Kenapa ketika gadis itu dekat, Sehun merasa ia semakin menjauh? Bukan masalah seharusnya, tapi kenapa kini justru menjadi masalah dan Sehun yakin ia tak baik baik saja.

Sudut mata Sehun berkedut sesekali melihat bagaimana dekatnya Irene dengan Chanyeol di bawah sana~ yang saling bersentuhan seolah dunia hanya milik mereka berdua, bahagia.
Ia tak menyadari kedua tangannya mulai bergetar dan sinar matanya mulai berubah warna. Kemarahan mulai menjalar memenuhi sekujur tubuhnya, Sehun menahan diri tapi sisi lain dirinya lebih dulu menguasai amarahnya yang meluap. Ia lalu mundur, berbalik dan berlari cepat menuruni anak tangga dengan hempasan nafas kasar.

Jangan ke arah danau biru, jangan!

Sehun lupa apa yang selanjutnya terjadi, ia sempat mendengar seorang pria dewasa menyeretnya berteleportasi. Beberapa jeritan anak anak di koridor terdengar dan akhirnya ia terbangun di atas rerumputan basah berembun di pagi buta di tengah bukit berbintang. Ia mengerang merasa beberapa bagian tubuhnya terasa perih, lalu sedetik kemudian dadanya naik turun menahan isakan tangis.

Sesulit itukah menjadi manusia normal?

----

"Aku menunggumu di aula," Kai lebih dulu keluar dari kelas begitu lonceng istirahat berbunyi.

Sehun berdiri, merapikan buku catatannya dan menyusunnya menjadi satu dengan milik Kai lantas menaruhnya ke dalam laci.

"Bisakah kita bicara sebentar?"

Sehun masih menunduk menyibukkan diri ketika ia melihat kaki gadis itu berdiri tegak di samping mejanya.

"Kita harus bicara," sauranya memaksa.

Sehun terpaksa mendongak dan mengikuti kemana Hyemi melangkah membawanya ke tempat dimana mereka sering bercengkrama sebelum kejadian itu terjadi.

Hyemi berdiri memunggungi Sehun dan menatap lurus ke depan, bola matanya bersinar nanar sementara Sehun memutuskan bersandar di teian anak tangga terakhir~menjaga jarak.

Higher Ground (Untouchable Man)/ HUNRENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang