Chapter 29. Dilema Faroe

3.4K 548 319
                                    

Sarapan pagi bersama di Great Hall dilalui Irene dalam diam. Ia sama sekali tidak bersuara dan hanya mengaduk-aduk isi piring di depannya dengan tatapan kosong. Joy, yang mengajaknya bicara tak urung di acuhkan. Juga ketika Sehun diam-diam memperhatikannya dari meja Salamander,  Irene langsung membuang muka. Ia malu untuk sekedar melihat wajah tampan itu barang sedetik saja.

Pun setelah acara sarapan selesai  Irene bergegas keluar dari aula itu menuju ke atap kastil~ menyendiri disana dan membolos jam pelajaran pertamanya.

"Hari ini sepertinya akan cerah,"

Irene bergeming, dirinya enggan untuk menoleh ke belakang. Ia tahu betul suara siapa yang datang~ lelaki yang sedang ia hindari yang justru menguntitnya. Ia terus berdiri menatap ke bawah pada kilauan permukaan air danau biru. Sesekali gadis itu mengacungkan tongkat sihirnya, menyebut mantra-mantra recehan yang keluar begitu saja dari mulutnya.

Sehun tertawa, merasa lucu dengan tingkah Irene yang seperti anak kecil setiap kali gadis itu sedang kesal

"Pergilah!" perintahnya ketus.

Alih-alih pergi, Sehun justru berdiri di samping Irene. Satu tangannya menangkap pergelangan tangan Irene yang tengah mengayunkan tongkat sihirnya ke udara.

"Tidak usah malu, tidak akan ada yang berubah, sungguh aku minta maaf atas kejadian semalam."

Irene melirik sengit, mulutnya berdecih dan menepis jeratan tangan Sehun sedikit memaksa.

"Kau sudah melihat semuanya, menyentuhnya, tapi apa? Aku...," Irene menahan dirinya untuk tidak terpancing emosi saat bicara, "...apalagi yang bisa kulakukan untukmu, eoh? Kau bodoh!"

Sehun menelengkan kepala sembari menggigit bibir bawahnya. Segala hal yang sudah ia abaikan dengan susah payah semalam tadi kembali terbesit memenuhi pikirannya. Bukan menyesal dalam artian kecewa karena baginya tak ada yang sia-sia selama ia tak harus menyakiti Irene~ gadis yang paling berharga dalam hidupnya.

"Terima kasih untuk semuanya, itu untuk pertama kalinya aku melakukannya dan kau benar-benar..." Sehun melempar senyuman nakal yang langsung mendapat pukulan keras di lengannya.

"Kubilang lupakan!" gertak Irene keras. "Aku selalu berharap kau benar-benar hilang ingatan dan melupakan semuanya," Irene memberengut seraya memukuli lengan Sehun tanpa ampun.

"Irene...kau tahu tidak, setiap melihatmu menangis, aku merasa seperti ada ujung pisau yang menusuk-nusuk di dalam dadaku dan aku tak mau melihatmu begitu. Jika kau terluka, aku akan merasa lebih sakit dari apa yang kau rasakan,  sungguh..."

Irene menghentikan amukannya, matanya mulai kembali memanas dan ia cepat-cepat mengusapnya dengan punggung tangan.

"Aku lebih khawatir dengan masa depanmu, aku takut...dan akan semakin takut melihatmu selalu terluka ketika monster itu mengusaimu."

"Ck...kubilang apa? Kusuruh kau jangan memikirkan itu, jangan mengkhawatirkanku, jangan pula menangisiku,  dasar kau cengeng," Sehun mendorong kening Irene dengan jari telunjuknya berulang kali. "Kepalamu ini hanya dipenuhi dengan diriku, aku tahu. Tapi berjanjilah padaku, pikirkanlah hal-hal baik, lalu abaikan saja jika sesuatu yang buruk terjadi. Karna bagiku...," Sehun memberikan senyuman terbaiknya..."kau jauh lebih berharga dari apapun."

Irene mengucek-ucek kedua matanya dengan bodoh. "Ucapanmu itu yang membuatku menangis, berhenti menyalahkan mata ini yang tidak mau mendengar perintahmu."

Bersumpah untuk tidak terharu, tapi entah kenapa Sehun selalu berhasil menjadikan Irene gadis paling cengeng di Faroe.

"Aku ingin melucu, hanya sayangnya aku tidak bisa selucu dirimu, maaf...."

Higher Ground (Untouchable Man)/ HUNRENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang