Saat ini Shania sangat membenci Beby. Sekarang dia mengerti mengapa belahan jiwanya begitu menentang idenya untuk pergi dan memburu Gaby seorang diri. Itu karena Beby dan Veranda sudah merencanakan semuanya. Tanpa perpisahan. Hanya selembar surat permintaan maaf untuknya dan putrinya. Apa yang dipikirkan Beby? Bukankah keputusan semacam ini harus di diskusikan terlebih dulu? Apakah dia tidak berarti bagi istrinya karenanya pergi ditengah malam adalah satu-satunya pilihan Beby? Tangan Shania mencengkram satu lembar surat itu yang ditinggalkan oleh Beby. Melody yang duduk tidak jauh dari Shania dapat merasakan ketegangan wanita itu. Shania belum mengucap sepatah katapun mengenai Beby dan Veranda yang pergi meninggalkan mereka. Matanya teralih kearah Melody dan Lidya yang sedang menatap Kinal. Sama seperti Shania, Kinal terlihat sedang mencengkram selembar kertas yang di tinggalkan Veranda. Dan sama seperti Shania, Kinal belum mengucapkan sepatah katapun. Di sisi lain ruangan terlihat Jinan memeluk Cindy yang sedang menangis. Anak laki-laki itu sendiri pun tidak terlihat baik-baik saja. Fakta bahwa ibunya telah meninggalkan mereka membuatnya tak mampu berkata-kata. Tetapi ada sesuatu yang mengganggu Melody sejak tadi pagi. Dia melirik kearah dua anggota termuda mereka. Keduanya terlihat terlalu tenang. Ada sesuatu yang tidak benar. Melody hendak berdiri ketika Kinal terlebih dulu melakukannya. Mata Kinal terarah pada Shani dan Gracia.
"Gue pengen kalian melacak Beby dan Veranda."
Gracia menggelengkan kepalanya dan mengeluarkan dua ponsel yang dikenali oleh Kinal dan juga Shania.
"Kak Beby dan kak Ve ninggalin tracker mereka. Gue gak bisa ngelacak mereka."
"Bullshit Gracia!"
Teriakan Kinal yang tiba-tiba sama sekali tidak terprediksi. Sang ketua selalu bersikap tenang tidak peduli apapun masalahnya. Ini tidak normal. Gracia menelan ludah dengan gugup. Dia sudah berjanji pada Beby dan Veranda. Dia tidak akan mengkhianati mereka.
"Gue minta maaf kak. Gue gak bisa ngelacak mereka tanpa ini."
Shania berdiri dan melangkah ke arah Gracia. Dia mencengkram kerah wanita itu dan menarik tubuhnya mendekat. Gracia merasakan napasnya memendek. Shani maju ke depan dan menggenggam tangan Shania.
"Kak Shanju! Lepasin Gre!"
Shania menolehkan kepalanya ke sebelah kanannya dan pada saat itu, Shani menyesal sudah berteriak pada wanita tersebut. Mata itu. Mata yang sudah lama sekali tidak ia lihat. Mata itu telah menghilang ketika mereka berhasil menyelamatkan Beby di Malaysia dulu. Shania the ice cold soldier is back.
"Minggir."
Shania menatap Gracia lagi. Bahkan Gracia tidak dapat berkata-kata. Cindy dan Jinan melihat ketika Shania seolah berubah menjadi orang lain. Melody berdiri di tempatnya. Lidya dan Jeje mencoba untuk mendekati mereka namun Kinal mengangkat tangan kanannya memberi tanda pada keduanya agar tidak bergerak.
"Pake bakat lo dan lacak Beby sekarang juga Gre. Sekarang."
Gracia berusaha melepaskan diri dari Shania namun wanita itu memeganginya dengan sangat kuat.
"Kak! Lo lagi gak berpikir rasional!"
"Aku? You have no idea Gre."
Shani tidak memiliki pilihan lain. Shania mungkin saja membunuh Gracia dalam kegilaan ini. Dia mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya pada bagian belakang kepala Shania. Melody hendak melangkah maju namun Kinal memeganginya dan mengunci lengannya di belakang punggung.
"Kinal!"
Kinal tidak mengucapkan apapun namun terus memperhatikan ketiganya.
"Mom!"
Cindy berlari kearah Shania namun ketika ia melihat mata ibunya, langkahnya terhenti. Mata itu bukanlah milik ibunya. Mata itu tidak menunjukkan sedikitpun ekspresi. Siapa wanita itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
PROJECT 9: The New Era
Fiksi PenggemarSequel dari Project 9 Still not mine. Credit goes to Bluppy as the writer, I only change the languages, characters and some of it to be fit. Hope you guys would enjoy this one too