Cindy berjalan menuruni tangga dan melihat orangtuanya sedang sarapan bersama di ruang makan. Dia melepaskan tas selempangnya dan melihat Shania sedang tertawa bersama Beby. Mungkin Beby menceritakan salah satu humor recehnya kepada wanita itu. Dia menghirup napas dalam lalu membuangnya secara perlahan. Rasanya begitu gugup setiap kali dia harus meminta maaf kepada orangtuanya terutama Shania. Dia memberanikan dirinya dan berjalan masuk, tawa kedua wanita dewasa itu terhenti dengan Beby menoleh kearahnya sambil tersenyum hangat.
"Pagi Cindy."
Cindy melihat kedipan yang diberikan oleh Beby padanya sambil memberi gestur pada Shania yang sedang memakan sarapannya tanpa bersuara. Dia tahu ini adalah salahnya tapi mungkin Shania sudah tidak lagi marah padanya, terima kasih kepada Beby. Dia tahu Beby sudah membicarakan hal ini dengan ibunya. Cindy duduk disamping Beby. Shania masih belum mengucapkan sepatah katapun. Bukannya dia tidak mencintai Shania seperti dia mencintai Beby hanya saja terkadang Shania bisa menjadi sangat tegas karenanya dia selalu lebih memilih Beby.
"Mom?"
Shania mengangkat wajahnya dan menunggu Cindy untuk meneruskan kalimatnya.
"Aku... aku minta maaf untuk yang kemaren. I didn't meant it. I'm really sorry."
Shania hanya menatapnya datar lalu kembali fokus pada makanannya. Cindy terus saja beebicara.
"Aku tau aku salah dan gak seharusnya aku ngelakuin hal itu. Aku bener-bener minta maaf."
Lagi-lagi silent treatment dari Shania. Beby sendiripun merasa sedikit terkejut. Ini agak mengherankan. Kemudian Shania mengangkat wajahnya lagi dan menoleh kearah Beby.
"Bukannya kamu udah harus manasin mesin mobil, Beb?"
"Ahh, aku lupa." Beby selalu melakukan rutinitas yang sama tetapi entah mengapa hari ini dia melupakannya, mungkin karena terlalu khawatir dengan puterinya. Beby cepat-cepat berlari keluar meninggalkan keduanya. Shania menghela napas.
"Kali ini maaf saja tidak akan cukup Cindy."
Cindy menunduk. Entah mengapa nada kecewa dalam suara Shania menghancurkan hatinya. Yang dia inginkan hanyalah agar Shania bangga pada dirinya.
"Mom tidak mau memarahi kamu lagi tapi mom ingin kamu berubah menjadi lebih baik. Apa kamu tidak peduli dengan masa depanmu?"
"Mom..." Cindy mengangkat wajahnya hanya untuk melihat mata sedih Shania sedang menatapnya.
"Mom dan Beby tidak bisa selalu ada disini setiap waktu. Suatu hari nanti, kamu akan sendirian. Mom tidak bisa selalu melindungi kamu setiap kali kamu berbuat kesalahan. Dan begitu juga dengan Beby."
Cindy bahkan tidak bisa mengangkat wajahnya. Dia mungkin pembangkang tapi apa yang dikatakan ibunya menyakiti hatinya yang terdalam. Shania berdiri dan mengambil tasnya meninggalkan Cindy yang masih menunduk. Dia berhenti di depan pintu.
"Kamu sudah bukan anak kecil lagi kan? Mom harap kamu tau apa kamu lakukan."
Shania berjalan pergi meninggalkan Cindy yang tengah mengusap air mata yang jatuh tanpa Shania sadari. Beby bertubrukan dengan Shania ketika hendak berjalan masuk.
"Aku pergi ke kantor sendirian."
"Hah? Tapi Nju?"
"Bye Beby."
Shania tidak menghiraukan Beby yang memanggil namanya. Beby menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Dia membuka kancing blazernya.
"Ada apaan sih?"
Dia masuk kedalam dan melihat puterinya sudah pergi meninggalkan rumah kemungkinan menggunakan pintu belakang. Beby berlari menuju pintu belakang dan melihat Cindy sudah pergi melalui gerbang belakang menggunakan sepeda yang Beby belikan untuknya tahun lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PROJECT 9: The New Era
Fiksi PenggemarSequel dari Project 9 Still not mine. Credit goes to Bluppy as the writer, I only change the languages, characters and some of it to be fit. Hope you guys would enjoy this one too