27. Setajam Pisau

77.3K 5.7K 712
                                    

Hari ini, Qila dan Fiqa kembali pulang lebih awal dari tempat les mereka seperti kemarin. Seperti biasa, Nadya sudah menunggu keduanya. Wanita itu begitu rajin mengantar-jemput anak kakak kembarnya.

Sama dengan Gio yang juga pulang lebih awal. Bahkan, sebelum jam pulang kantor. Entah mengapa, ia merasa harus membantu istrinya untuk menjaga kedua anak kembar mereka di rumah.

Suara teriakan dari lantai atas terdengar. Suara itu disusul oleh teriakan yang lainnya. Mel merasa gelisah. Pasalnya, ia tidak diizinkan untuk pergi ke lantai atas sampai ia telah melahirkan.

Mel memutuskan untuk masuk ke dalam kamar sementaranya.

"Papa." Dengan lembut, Mel membangunkan suaminya yang tertidur.

"Kenapa?" Kedua mata Gio masih terpejam.

"Coba cek anak-anak di atas ngapain, Pa."

"Mereka baik-baik aja, Ma." Gio menepuk kasur dengan tangan kanannya. "Sini, Ma. Tidur aja."

"Ya udah, Mama ke atas sendiri aja." Mel berjalan ke arah pintu.

Gio tahu, istrinya tidak akan berani naik ke lantai atas. Ia pun mencoba untuk kembali terlelap. Tak lama kemudian, ia merasa ada seseorang yang duduk di atas kasur.

"Pa, itu ada suara barang jatoh." Kedua mata Mel sudah berkaca-kaca. "Kamu bilang, aku gak boleh ke atas. Tapi kamu aja gak mau ke atas buat ngecek anak-anak. Aku khawatir."

Mel menangis. Ia kesal dengan suaminya. Isak tangisnya mampu didengar oleh Gio yang langsung membuka kedua matanya.

"Gak usah nangis." Gio memeluk istrinya. "Maaf."

Mel memukul tubuh suaminya. Isak tangisnya ia buat sekencang mungkin. Ia tahu, suaminya itu tidak suka melihat dirinya menangis.

"Iya, aku ke atas, ya." Gio berjalan keluar kamar.

Sesampainya di lantai atas, Gio menyaksikan kedua anaknya yang sedang berdebat. Tak jarang keduanya saling menjambak bahkan membanting mainan mereka.

"Qila! Fiqa!" Suara bentakan Gio mampu menghentikan kedua anak itu.

"Papa, Fiqa tuh, Pa." Qila yang lebih dulu mengadu.

"Kamu duluan!"

"Aku kan gak kayak gitu! Kamu lebih parah!"

Kedua anak kembar itu kembali bertengkar. Gio yang geram pun masuk ke dalam kamar anaknya. Ia mengambil salah satu ikat pinggang sekolah anaknya.

Saat keluar kamar, Gio melihat kedua anaknya yang bertengkar dalam keadaan duduk. Ia memukul punggung kedua anaknya satu kali. Qila dan Fiqa sama-sama berteriak.

"Diri!" Suara Gio terdengar menakutkan bagi kedua anaknya.

Takut-takut, kedua anak itu pum berdiri.

"Kalian itu anak kembar! Akur! Bukan malah berantem terus!" Rahang Gio mengeras.

Qila menunduk. Fiqa memerhatikan wajah marah ayahnya. Sangat menyeramkan. Ia tidak pernah melihat ayahnya semarah ini.

"Mama di bawah nangis. Mama denger suara berantem kalian. Kalian tau, kan? Mama gak boleh naik ke atas. Kalau sampe Mama ke atas, bahaya buat dedek bayi. Kalian mau, gak jadi punya dedek?"

Qila dan Fiqa sama-sama menggeleng. Kedua mata anak itu sudah berkaca-kaca. Rasa sakit di tubuh mereka sudah mulai terasa.

"Baikan." Suara Gio terdengar dingin.

Kedua anaknya saling membuang muka mereka. Qila tidak sudi meminta maaf lebih dulu pada Fiqa. Fiqa pun berpendapat yang sama.

Gio kembali mengarahkan ikat pinggang ke betis kedua anaknya. Refleks, kedua anaknya saling berpelukan.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang