Suara bel terdengar di seantero rumah. Seorang gadis kecil berkuncir dua itu berlari menuju pintu utama. Diraihnya knop pintu yang lebih tinggi dari tubuhnya dengan susah payah. Setelah berhasil, ditariknya pintu bercat putih itu dengan tenaga.
Pintu berhasil terbuka. Senyum sumringah terlihat di wajah gadis itu. Di depannya, ada sosok pria dewasa yang masih menggunakan pakaian kerja. Pria yang ia nantikan kehadirannya sejak tadi.
"Papa!" pekik gadis kecil itu.
Pria dewasa itu menyetarakan tingginya dengan gadis kecil yang berada di depannya. "Baju kamu kok kotor? Belum mandi, ya?" tanyanya saat melihat banyaknya putih-putih yang menempel pada baju merah yang dikenakan anaknya itu.
Gadis kecil itu menggeleng, membuat kuncirannya bergoyang sesuai dengan gelengannya. "Bantuin Mama bikin kue," lanjutnya dengan cengiran khas di wajahnya.
Pria itu mencubit dengan gemas pipi anaknya. Putri kecilnya yang baru menginjak lima tahun itu cukup pintar dan rajin.
Anak kecil itu berteriak, "sakit, Pa," seraya mengusap pipinya, bibirnya dimajukan. Membuat Gio semakin gemas.
Pria itu-Gio-hanya memberikan cengiran. "Masuk, yuk?"
Dengan penuh semangat, gadis kecil itu merentangkan kedua tangannya, minta digendong.
"Manja banget, sih, anak Papa," ucap Gio seraya menggendong gadis kecilnya dengan satu tangan, tangan yang satunya ia gunakan untuk membawa tas kerjanya. Yang digendong pun hanya menunjukan deretan giginya.
"Qila mana, Fiq?" Gio bertanya pada anaknya saat sedang berjalan menuju dapur.
"Papa ...," ucap Qila dengan lirih, "aku Qila." Anak kecil itu menunduk, pandangannya menatap lurus lantai yang dipijak oleh papanya.
Gio menghentikan langkahnya. Dirinya memperhatikan wajah anaknya. Ada raut kesedihan di sana.
"Maaf, sayang. Papa udah salah nyebut nama kamu," sesal Gio seraya menatap mata anaknya.
Qila mendongakkan kepalanya, matanya membalas tatapan sang ayah. "Gak apa-apa, Pa. Papa kan sering kayak gini," tutur Qila dengan polosnya. Kedua ujung bibir terangkat sedikit.
Tentu. Pernyataan itu memohok hati Gio.
"Kalian mirip, sih," canda Gio.
"Kan kembar." Qila menunjukan jejeran giginya. Tangan mungilnya dikaitkan pada leher jenjang Gio.
Gio tertawa pelan dan kembali melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Hai, Ma," sapa Gio kepada istrinya yang sedang menghias kue.
"Hai, Pa," balas Mel-istri Gio-seraya meletakkan kue yang sudah dihias di atas loyang.
Gio mengecup kening Mel dengan lembut. Qila yang masih dalam gendongannya pun terjepit.
"Papa, sakit." Qila cemberut. Membuat pasangan suami istri itu tertawa.
Gio mengusap perut istrinya yang sudah membuncit. Usia kandungannya sudah memasuki bulan ke-3. Gio mengangkat kepalanya, pandangannya menangkap sosok anak kecil berkuncir dua yang berada di sudut ruanga.
"Anak Papa yang ini kok bibirnya manyun sih?" Gio memandang Fiqa dengan lekat. Wajahnya dipenuhi putih tepung.
"Qila tuh, Pa. Muka aku dikasih tepung." Fiqa mengadu. Tangannya ia lipat di depan dada.
Qila menjulurkan lidahnya pada kembarannya itu. Membuat Fiqa semakin sebal.
"Qila. Qila gak boleh jahil sama Fiqa." Gio menasehati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)
Beletrie[13+] [WARNING! Alur cerita dapat membuat diri anda baper] Pasangan suami istri Gio dan Mel dikaruniai anak kembar yang mereka beri nama Qila dan Fiqa. Perbedaan karakter di antara keduanya sering membuat kesalah pahaman. Ditambah, sifat Gio y...