Qila terbangun dari tidurnya dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Lagi-lagi, ia bermimpi buruk tentang ia yang dimarahi oleh papanya. Karena takut, ia pun memilih tidur bersama Fiqa di kasurnya.
"Ih, kamu ngapain tidur di kasur aku, sih?"
Dapat Qila lihat jika kembarannya itu masih memejamkan matanya. "Aku takut dipukul Papa, tadi Papa marah-marah."
Fiqa membuka matanya. "Kenapa?"
"Gak tau. Aku takut." Qila meringkuk.
Pintu kamar terbuka. Menampakkan sosok Mel.
"Tumben udah pada bangun." Wanita itu mendekat. Diam-diam, ia merasa senang melihat anak kembarnya tidur dalam satu kasur.
"Qila gangguin aku, Ma." Fiqa memajukan bibir bawahnya.
Mel tertawa kecil dan menyentuh kaki anak pertamanya. "Sekolah, gak?"
Yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, sana mandi. Langsung sarapan, ya." Wanita itupun meninggalkan kedua anaknya.
***
Qila sudah rapi dengan pakaian rumahannya. Rambutnya ia beri jepitan berbuntuk pita. Kakinya terus melangkah menuju meja makan meski pikirannya terus memikirkan tentang mimpinya.
"Qila!"
Tubuhnya menegang saat menyadari siapa yang memanggil namanya.
"Dedek kenapa?" Ia mencoba mengalihkan perhatiannya dari orang itu. Ditatapnya Aji yang terlihat tidak bersemangat.
"Sakit, mau tumbuh gigi." Mel menekan dagu Aji, membuat gusi bawah bayi itu terlihat.
Qila mengangguk paham. Ia pun duduk di kursinya. Diabaikannya seseorang yang duduk di sampingnya.
"Hai, Qila."
Orang itu terus menyapa Qila, membuat anak itu merasa kesal. "Ngapain, sih manggil nama aku terus?" ketusnya.
"Qila, gak boleh gitu sama Bunda," tergur Mel.
"Bunda, kok Zachra gak ikut?" Fiqa yang duduk tepat di hadapan Nadya, bertanya.
"Sekolah." Wanita itu tersenyum.
Gio mematikan kompor dan meletakkan sebuah piring berisi nasi goreng buatannya di atas meja. Pria itu memang memutuskan untuk membuat sarapan karena Aji sedang tak ingin lepas dari sang mama.
"Kok diem aja, sih?" Nadya mencolek pipi keponakannya yang asyik menghabiskan sarapannya.
Wanita itu merasa bingung dengan sikap Qila. Ia pikir, anak itu akan menunjukkan jika dirinya sangat senang didatangi oleh Bundanya. Diam-diam, Gio juga memerhatikan anak pertamanya yang belakangan ini selalu menjadi pendiam.
"Di sini berapa lama, Bunda?" Mel menirukan suara Aji.
Nadya menoleh dan tersenyum. "Tiga hari."
"Kenapa gak seminggu? Tanggung." Gio menatap adik kembarnya.
"Itungannya juga udah seminggu. Perjalanannya dua hari sekali jalan. Kasian Avlar kalau ditinggal kelamaan. Zachra juga pasti kangen." Ia melirik Qila yang masih bersikap seolah tak peduli.
"Papa, Qila boleh gak sekolah dari hari senin. Aku juga mau gak sekolah." Fiqa menunjukkan ekspresi memohonnya.
"Tanggung, Sayang. Besok juga libur dua hari," ujar Mel.
"Aku juga mau kayak Qila." Fiqa mulai merajuk.
Dapat Qila rasakan jika jantungnya berdetak lebih cepat. Ia juga tak mengerti mengapa tangannya gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)
General Fiction[13+] [WARNING! Alur cerita dapat membuat diri anda baper] Pasangan suami istri Gio dan Mel dikaruniai anak kembar yang mereka beri nama Qila dan Fiqa. Perbedaan karakter di antara keduanya sering membuat kesalah pahaman. Ditambah, sifat Gio y...