34. Mama

93K 6.8K 1.3K
                                    

Qila membuka kedua matanya perlahan. Kedua mata bulat itu berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam pandangannya. Dirasakannya jaket yang entah sejak kapan melekat pada tubuhnya. Bahkan, tidak ingat sejak kapan dirinya sudah berada di atas kasur kamarnya.

Anak kecil itu megubah posisinya menjadi duduk. Langkahnya pasti menuju pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Samar-samar, ia mendengar suara percakapan yang berasal dari lantai bawah. Ia berjalan perlahan mendekati tangga rumahnya. Langkahnya terhenti di ujung tangga.

"Sebagai ayah, seharusnya kamu bisa ngertiin dia. Dia cemburu. Kamu gak pernah tau gimana rasanya cemburu karena kehadiran adik kecil di rumah dulu, karena kamu sama adek kamu lahir dan besar bersama."

Suara tegas serta dingin memasuki indra pendengaran Qila. Gadis kecil itu sama sekali tidak mengerti apa arti kata-kata tadi. Ia hanya menggedikan bahunya, tidak peduli. Toh, anak kecil sepertinya tidak boleh menguping pembicaraan orang dewasa. Jika ayahnya tau, ia bisa marah besar padanya.

Dengan langkah kecilnya, anak dengan jaket yang masih melekat di tubuhnya menuruni satu persatu anak tangga. Dapat dirasakannya wajah terkejut dari semua orang yang sedang berada di ruang keluarga.

"Qila, udah bangun? Mau ke mana? Sini sama Papa."

Qila menengok ke sumber suara. "Mau minum."

Gio mengikuti langkah anaknya yang menuju dapur. Di sana, ia mengambilkan minum untuk anaknya. Setelah selesai minum, Qila meminta ditemani ke halaman belakang. Gadis kecil itu duduk di atas gazebo.

Dapat Qila rasakan kepergian papanya. Matanya menangkap Fiqa dan Zachra yang sedang bermain bersama. Mereka ditemani oleh Nadya dan Avlar. Terlihat sangat bahagia. Sedihnya, mereka bahagia tanpa adanya Qila. Satu fakta yang membuat anak kecil itu kembali sedih.

"Sini, Papa rapiin dulu rambutnya." Gio mulai menyisiri rambut lurus anaknya. Tak lupa, ia memberi hiasan berupa bando berwarna putih. Wajah anaknya ia taburi sedikit bedak. Anaknya terlihat menggemaskan.

"Buka aja jaketnya." Gio ingin menarik resleting jaket berwarna merah sebelum tangan mungil berhasil mencegahnya.

"Aku gak pake baju." Qila menatap wajah papanya.

"Kamu kira Papa pakein kamu jaket doang? Coba intip." Qila mengintip bagian dalam jaketnya. Benar saja, ternyata ia memakai baju.

"Liat, nih. Kura-kuranya punya rumah baru."

Sebuah akuarium kecil berada di atas mainan beroda dengan gagang panjang untuk dorongannya. Di dalam akuarium, terdapat sedikit pasir serta hiasan lainnya untuk mempercantik bagian dalamnya. Dengan begini, Qila tidak perlu repot-repot membopong akuariumnya. Ia bisa dengan mudah mendorongnya ke mana pun ia mau.

Sebuah senyuman terbit di wajah Qila yang masih terlihat sembab. Rasa senang berhasil menguasai dirinya. Tanpa pikir panjang, dipeluknya tubuh kekar papanya.

"Makasih, Papa!" bisik gadis kecil itu. Tanpa sadar, Gio ikut menarik kedua ujung bibirnya.

"Kamu di sini, ya. Papa mau masak buat makan malam. Jangan nakal." Gio mengecup kening anaknya.

***

"Halo, cucu Oma." Suara itu menyambut kedatangan Qila yang menjadi paling terakhir mendekati meja makan.

"Kaela mau makan apa?" Qila yang baru saja duduk di kursinya langsung dibuat kesal. Ia tidak suka dengan panggilan itu. Mulutnya pun terkatup rapat.

"Kaela, kalau ditanya sama Opa, jawab." Gio menegur.

"Ya udah, Bunda ambilin, ya?" Nadya yang duduk tepat di samping kanan Qila mengambil alih piring milik keponakannya. Ia sudah ingin menaruh nasi di atas piring Qila sebelum anak itu menghempaskan tangannya. Nasi berjatuhan di atas meja dan juga lantai. Semua orang yang berada di meja makan menunjukan ekspresi terkejut.

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang