44. Janji Bunda

78.4K 6.1K 517
                                    

Semenjak Nadya berada di Indonesia, senyum Qila mulai muncul. Terbukti, sudah sejak pagi tadi anak itu selalu tersenyum. Entah mengapa, Qila merasa senang bisa berada dekat dengan bundanya.

"Nak, Zachra sampe hari ini, kan? Udah di mana?" Oma duduk di dekat Qila yang sedang sibuk dengan squishy barunya. Nadya terpaksa membelikan karena Gio tak kunjung ingin mengembalikan seluruh barang sitaan anak pertamanya.

"Iya, Mi. Belum dikabarin lagi, nih. Masih di pesawat mungkin." Nadya sedang menatapi wajah imut Aji.

"Zachra? Mau ke sini, Bunda?!"

"Iya, Sayang." Nadya menoleh ke arah Qila, kedua ujung bibirnya sedikit terangkat. "Aji kayaknya ngantuk, nih."

"Bu, tolong ambilin botol minum Aji!" Oma sedikit menaikkan suaranya agar Dita dapat mendengar.

"Aku aja, Oma!" Qila berdiri, kemudian berlari.

"Qila emang kayak gini, Mi? Semangat banget kalau masalah adeknya." Nadya menatap wajah ibunya.

"Iya. Waktu kemarin-kemarin, dia gak mau ngomong sama siapa-siapa. Cuma Aji yang diajak ngomong."

"Sesayang itu dia sama Aji? Emang bener, ya kata Mel. Anak itu susah ditebak." Nadya tersenyum, membayangkan sifat menggemaskan Qila.

"Ih, Ibu! Kenapa, sih gak mau kasih botolnya ke aku?!" Qila sudah berkacak pinggang. Ia berjalan di dekat Dita yang sedang membawa botol ASI milik Aji.

"Qila, jangan teriak, Fiqa lagi bobo." Oma mencoba mengingatkan.

"Oma pilih Ibu, ya?!" Anak kecil itu sudah memelototi omanya.

"Nggak, Oma cuma bilang jangan berisik, nanti Fiqa bangun. Dedek juga mau bobo, udah ngantuk." Wanita paruh baya itu berusaha sabar menghadapi sifat keras kepala cucunya.

Nadya mengucapkan terima kasih pada Dita sebelum wanita itu kembali menuju dapur.

"Aku mau bawain botol dedek!" Qila terduduk. Kedua kakinya menendang ke segala arah. Kedua tangannya ia gunakan untuk menjambak rambut lebatnya.

"Qila, berhenti, Sayang. Jangan kayak gini." Oma berusaha melepaskan jemari Qila dari rambut anak itu.

"Botol dedek!" Tampaknya, anak kecil itu masih menyakiti dirinya sendiri.

"Nadya, Qila kenapa?!" Oma berubah panik saat menyadari cucu kesayangannya tak kunjung menghentikan jambakan pada rambutnya sendiri.

"Umi, pegang Aji. Biar Nadya yang urus."

Dengan panik, Oma mengambil alih Aji. Nadya segera memeluk Qila. Membisikkan beberapa kata pada telinga anak kecil itu.

"Jangan kayak gini, Qila. Nanti rambut kamu sakit." Wanita itu mencoba melepaskan jemari Qila dari rambutnya.

"Botol dedek, Bunda!" Qila kembali memberontak. Ia kembali menjambak rambutnya sendri.

"Qila!"

Mendengar itu, Qila menghentikan aksinya. Ditatapnya wajah Nadya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Jangan kayak gitu ya, Sayang. Nanti rambutnya rontok," ujar Nadya dengan lembut. Diusapnya rambut Qila yang sudah mulai berantakan.

Qila tidak menjawab, ia masih menatap wajah Nadya dengan tatapan yang sama.

"Maaf." Nadya memeluk Qila dengan erat. "Bunda gak sengaja. Bunda takut Qila kenapa-kenapa."

"Yaya! Yaya!" Aji meminta turun dari pangkuan Oma. Bayi itu ingin menghampiri sang kakak.

"Liat, tuh. Adeknya gak jadi bobo." Nadya melirik Aji.

"Yaya!" Bayi itu menepuk tubuh Qila. "Bok ya, bok ya."

Oh Baby, Baby, Twins! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang