Epilog

974 68 6
                                    

Akhir-akhir ini Lay merasakan tubuhnya dalam kondisi yang tidak fit. Seperti pagi ini, pria itu memuntahkan isi perutnya yang sama sekali belum terisi apapun.

"Kau ini kenapa sih?" Irene memijit tengkuk Lay yang masih memuntahkan isi perutnya di closet.

Lay bersandar di kepala ranjang. Akhir-akhir ini dia sering sekali mengalami mual tidak jelas seperti tadi.

"Kau semalam makan apa? Nggak salah makan kan?" Tanya Irene yang datang dari dapur dengan segelas air putih hangat.

"Enggak lah, aku juga makan masakanmu kan semalam."

"Mau periksa ke rumah sakit? Takutnya nanti kenapa-napa." Tawar Irene.

"Enggak usah, ini cuma masuk angin biasa. Istirahat sebentar pasti nanti sudah enakan lagi." Jawab Lay.

"Yasudah, kau tidur saja lagi. Aku mau masak dulu."

"Anak-anak belum bangun ya?" Tanya Lay yang dijawab gelengan oleh Irene.

"Kau mau masak kan? Yasudah aku ke kamar anak-anak saja."
.
.
.
.

Lay lagi-lagi memuntahkan isi perutnya. Padahal dia baru makan beberapa suapan.

Lay masih jongkok di depan closet sambil terus memuntahkan isi perutnya.

"Appa kenapa eomma?" Tanya Anson yang ikut menyusul ke dalam kamar mandi.

"Eomma juga tidak tahu, sejak beberapa hari lalu Appamu sering muntah tidak jelas."

Mereka sudah kembali ke meja makan. Irene membawa secangkir teh hangat untuk Lay, berharap perut suaminya itu lebih enakan.

"Kenapa tidak periksa saja ke rumah sakit?" Tanya Anson kepada sang ayah.

"Eomma sudah menyuruh berulang kali, tapi Appamu ini sungguh keras kepala."

"Appa sungguh tidak apa, kalian tidak perlu khawatir."

"Tapi appa terlihat sangat tidak sehat." Ujar Namwoo khawatir.

"Appa tidak apa-apa sayang, sungguh." Lay mencoba meyakinkan anaknya bahwa dia sehat-sehat saja.

Mereka kembali melanjutkan acara sarapan mereka yang tertunda.
.
.
.
.

"Irene."

"Sayang."

Lay memanggil Irene dari dalam kamar. Irene yang sedang membereskan ruang tengah segera anjak menuju kamar. "Ada apa?" Tanyanya setelah menemukan Lay berdiri didepan lemari pakaian.

"Tolong cucikan bajuku yang ini."

"Baju itu masih bersih, baru saja aku cuci. Kenapa meminta menyucinya lagi?" Tanya Irene sambil menautkan kedua alisnya.

"Aku ingin memakainya tapi aku tidak suka baunya."

"Kau ini kenapa sih? Bahkan itu bau wangi parfume yang biasa kau gunakan. Kenapa sekarang justru tidak menyukainya?" Irene benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan suaminya tersebut. Dia salah makan tau gimana sih, bisa jadi aneh seperti itu. Pikir Irene.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Yang jelas aku tidak suka bau parfume-nya. Jadi tolong jangan semprotkan ke bajuku. Jika bisa tolong buang saja parfume-nya." Titah Lay.

Irene semakin tidak tahu kemana arah jalan pikiran suaminya itu. Parfume yang dia pakai termasuk parfume mahal, dan dia dengan sangat entengnya menyuruh membuangnya. Oke Lay mungkin bisa membeli lagi, uang di rekeningnya juga tidak akan habis hanya untuk membeli sebotol parfume, hanya saja kan sayang jika harus dibuang secara sia-sia begitu. Lagipula Irene sebetulnya sangat suka bau parfume Lay yang itu.

Just You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang