Pagi di hari senin, tentu sudah terkenal memiliki haters hampir dari seluruh manusia di berbagai belahan dunia. Tapi tidak di pagi senin kali ini.
Nadine bangun dengan wajah riangnya, bangkit menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu serta kegiatan lainnya. Ditambah dengan menunaikan ibadah sholat subuh.
Dilanjutkan dengan menyisir rambutnya dan membuat teh untuk semua anggota keluarga, juga susu untuk gadis manja satu itu. Nadine memutar bola matanya mengingat gadis itu tak kunjung pergi dari kediaman keluarga Hood.
Satu persatu teh telah siap ia bawa dengan nampan menuju meja makan, perlahan ia berjalan sambil menyesuaikan keseimbangan tubuhnya.
Matanya seketika berbinar saat melihat cowok dengan sajadah dibahunya, telah duduk manis sambil sesekali memejamkan matanya karena mengantuk.
"Calum?" panggil Nadine. Mata coklatnya beradu dengan mata hitam bening Nadine. "Hm." gumamnya.
"Ini tehnya," ucap Nadine sambil memberikan satu cangkir teh pada Calum. "makasih." jawab Calum.
Nadine duduk dihadapan Calum, mengetahui itu adalah tempat strategis untuknya melihat Calum secara intens.
Mulai dari Calum yang mengaduk-aduk tehnya lalu meniup teh berakhir dengan ia yang menyeruput teh itu. Nadine dibuat kembali terjatuh hanya karena melihat cara Calum meminum teh.
Apalagi kalau dia ingat kejadian semalam, dimana ia digendong Calum menuju kamarnya. Memang sih, itu hanya sekedar akal bulusnya dengan berpura-pura tertidur didepan sofa seakan dirinya tengah menunggu Calum, dan juga itu perintah Papa David. Tetap saja intinya itu, ia digendong Calum.
Yang merasa diperhatikanpun menatap sang lawan bicara. "kenapa?" tanya Calum. "ngeliatin saya mulu."
Pipinya berubah merah. "lalu, saya harus lihat apa selain kamu?"
"Ya. Apa kek. Cangkir teh kamu, gitu misalnya." dumel Calum kesal, Nadine tersenyum mendegar dumelan Calum yang hanya ia lakukan saat sedang mengantuk. Setelahnya, ia menurut. Menatap cangkir tehnya.
"Hari ini, kamu mau ngajak si manja itu kemana?" tanya Nadine asal ceplos sampai nama yang ia buat dalam diam-diam untuk sebutan Kirana ia ungkap. Calum mengernyit. "dia punya nama."
Nadine seketika menelah ludahnya. "uh, ya. Maksud saya Kirana." jawabnya takut.
Calum memutar bola matanya, merasa sedikit kesal pada Nadine yang menurutnya mulai bersikap aneh belakangan ini.
"Gatau."
Nadine ber-oh ria lalu mulai mencari topik lain. "dia masih tidur?" Calum mengangguk. Nadine menaikkan sebelah alisnya. "lah, emang dia ga solat apa? anak perempuan kok gitu? dia ga takut sama Tu-"
"Nadine," potong Calum cepat. Tatapan ngantuknya telah menghilang berganti dengan tatapan tajam. "kamu gaperlu ikut campur urusan dia sama Tuhan."
Mulut Nadine yang sekian detik yang lalu masih mengoceh tak jelas seketika memingkam saat mendengar suara tegas Calum yang mengintimidasi.
Calum menghabiskan tehnya secara cepat lalu bangkit dari kursinya. "duluan." ia sudah muak dengan Nadine.
•
Saat terbangun, matanya melihat pemandangan gadis yang sedang sibuk memainkan handphonenya. Sesekali, Calum mengucek matanya sebelum duduk.
"Oi, Cal." sapa gadis itu, tangannya melambai sedangkan matanya masih terpaku dengan benda berharga itu.
"Hm." gumamnya. Setelah matanya benar-benar terbuka ia membuka mulutnya. "Rana, kamu udah sholat?"
Satu pertanyaan simpel namun dapat membuat seorang Kirana terdiam seribu bahasa. Suasana kamar yang tadinga dipenuhi dengan suara ketikkan jarinya, berubah hening dengan suara nafas mereka berdua saja.
"I," ucap Kira bingung. Wajahnya tak berani menoleh menghadap Calum. "I'm n-not."
Raut wajah Calum seketika berubah. "kamu lagi bulanan?" tanya Calum. "ng, engga." jawab Kira.
"Terus?"
"Y-ya. Gue," jawabnya terhambat. "gue engga."
"Kenapa? solat itu wajib bagi kita, Rana." nasihat Calum.
Bibir Kira seketika mengering. "not for me." jawabnya dengan nada benci. Calum menautkan alisnya. Calum akhirnya terpaksa merubah posisinya menjadi duduk.
"Apa maksud kamu? kita itu solat untuk bersyukur sam-"
"Bullshit." potong Kira tersenyum anarkis. "kalo lo mau solat, ya solat aja. Karena gue, engga mau lagi ngelakuin hal itu lagi."
Kira akhirnya bangkit setelah sebelumnya melempar hpnya ke kasur, matanya memanas secara tiba-tiba. Sungguh, demi apapun ia tidak mau melakukan hal itu lagi. Ia tidak bisa mendengar Calum yang terus saja mendesaknya.
Calum yang melihat hal itupun segera bangkit dari kasurnya lalu berlari dan menggapai tangan gadis itu.
Tangan kanan Kira mulai menyeka bulir-bulir air mata yang kian turun, sementara tangan lainnya ditahan oleh Calum. Mereka berdua terdiam dengan posisi ini, tak terdengar suara perintah Calum melainkan hanya suara isakan kecil yang makin lama terdengar oleh Calum.
"Rana..." panggil Calum, seketika ia merasa bersalah telah mendesak gadis ini.
Kira tak bisa lagi menahan luapan tangisannya, maka saat ia berbalik ingin membentak Calum, ia tidak bisa berkata-kata. Tangisnya pecah, dirinya dibawa ke pelukan Calum.
"I'm sorry." kata Calum lembut sambil mengelus rambut Kira "i'm so sorry."
"Maafin saya, Rana." lanjut Calum. "saya gaakan maksa kamu lagi."
Calum mengerti, ia tidak seharusnya memaksanya terlalu keras, secara ia belum tau semua masalah yang dimiliki Kira. Lalu, siapa pula dirinya yang ingin mengetahui asal mula masalah ini?
Calum masih berusaha menenangkan Kira dengan segala usahanya, sedetik kemudian ia mulai berfikir.
Jika penolakan permintaan ini sudah membuat hatinya terusik, bagaimana penolakan-penolakan berikutnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Panti Pijat • cth | ✔
Fanfiction❝Dek, anterin Mama ke panti pijet Aki Hood, buruan.❞ ❝Hah?❞ copyright ©2016 by farsya