I never know how the future will go, i don't know what to tell you, i'm not a fortune teller (Fortune Teller-Maroon 5)
==##==
Tio menggeram gelisah di ranjang apartemennya setelah menjawab panggilan dari mamanya untuk pulang ke Bogor akhir pekan ini. Jika pulang dengan alasan kangen Tio bisa menolerirnya namun kali ini pulang dengan rengekan khas Mama menjodohkan ia lagi dan lagi dengan anak kenalan mamanya.
"MAMA....." geram Tio kemudian bangkit dari ranjangnya menuju dapur. Ia butuh air dingin untuk meredakan kepalanya yang rasanya ingin meledak. Segera diteguknya segelas botol air mineral dalam sekejap
Tiit.. tittt.....
Sebuah pesan masuk dari iPhone, ia segera membuka pesan tersebut.
Honeyyyy., jadi gak nemenin aku belanja ntar sore?
From : Sandra
Tio mengernyitkan kening mencoba mengingat wanita yang bernama Sandra ini yang mana. Uugh, Sandra yang tidak lama dikenalnya tiga hari yang lalu di acara peluncuran kawasan apartemen baru yang kebetulan perusaahan Tio yang menanganinya. Tio tersenyum manis, setidaknya wanita ini bisa melupakan kekacauan di kepalanya sejenak karena ulah mama.
Ia segera mengiyakan ajakan teman kencannya itu kemudian melangkah ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Menghabiskan waktu di mall menemani teman kencannya shopping sudah menjadi ritual bagi Tio. Oleh karena itu tidak terhitung lagi banyak wanita yang mengantri seperti antrian sembako untuk mendapat jatah kencan dengannya. Setelah puas menemani wanitanya berbelanja, mereka akan makan bersama kemudian berakhir di ranjang hotel. Jika Tio sudah mendapatkan kepuasaan dirinya akan tubuh wanita itu maka ia tidak segan meninggalkannya langsung ditempat. Umpatan, makian serta tangisan para wanita itu sudah seperti makanan sehari-sehari bagi Tio. Jika sudah demikian, ia akan segera mencari mangsa baru.
Tio Pramudtya, seorang direktur muda di Perusahaan Properti Pramudtya Wellhome. Jangan takjub jika ia sudah menjadi seorang direktur di usia yang masih terbilang muda yaitu dua puluh sembilan tahun. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang sudah turun-menurun dari Almarhum Kakeknya. Selanjutnya papa Tio mengurus perusahaan ini, namun beliau meninggal dunia empat tahun yang lalu karena serangan jantung. Hal itu juga yang memaksa Tio yang masih awam dalam dunia bisnis dan persaingan harus berjuang keras membuat perusahaan ini makin dikenal publik. Namun hasilnya tidak sia-sia karena kejayaan perusahaan properti semakin menggema dibawah kepemimpinanya.
Kesuksesan karir yang Tio terima berbanding terbalik dengan kehidupan pribadinya. Sebagai pelarian ia mengenal dunia malam beserta wanita-wanita yang silih berganti dikencaninya. Empat tahun lalu, Tio muda yang berusia dua puluh lima tahun yang baru menyelesaikan S2 di bidang arsitek di salah satu universitas terkemuka di Australia terpaksa dipanggil untuk kembali ke Indonesia melanjutkan mengurus perusahaan keluarganya.
Sementara mama semenjak kepergian papa memilih untuk kembali tinggal di Bogor. Di rumah sederhana yang merupakan rumah pertama papa dan mama membina bahtera rumah tangga. Mama berkilah ia ingin mengenang kebersamaan papa di masa tuanya ini. Tio tidak bisa berkata apa-apa lagi jika mama sudah berkehendak.
==##==
Akhir pekan yang sudah dihindari Tio dari jauh hari akhinya tiba juga. Dengan langkah gontai Tio memasuki pekarangan rumah tua yang menimbulkan rasa hangat pada dirinya. Disinilah Tio kecil dibesarkan dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Masih teringat dengan jelas tiap butiran kenangan itu.
Tio melangkah masuk ke dalam rumah dan memandang wanita paruh baya yang sedang menyiapkan makanan siang di atas meja.
"Tio... kamu udah datang Sayang?" Sapa mama dengan senyuman hangatnya.
