"Not really sure how to feel about it. Something in the way you move, Makes me feel like i can't live without you. it takes me all the way. I want you to stay." (Stay - Rihanna feat Mikky Ekko)
Tio telah berada di depan apartemen. Ia terdiam sejenak memadang dinding pintu sebelum menekan password apartemennya. Ia menarik napas dalam melepaskan kelelahan yang telah menyelimutinya sejenak. Tio pun menekan tombol password.
KLIK!
Pintu terbuka...
Tio perlahan masuk menyusuri lorong apartemen. Suasana ruang tengah yang gelap. Ia meraba ke dinding di dekatnya untuk mencari saklar. Lampu menyala dan suasana nampak lenggang. Dimana Fera? Bukankah tadi ia pulang duluan? Batin Tio bertanya. Perlahan ia melangkah ke arah dapur.
Ia menarik napas lega ketika melihat sosok perempuan yang tidak ditemuinya selama tiga hari sedang memasak. Tio hanya berdiam diri memperhatikan tiap langkah Fera. Fera yang dengan cekatan memotong kemudian ia memasukkan sayuran ke dalam panci. Fera yang mengaduk sop. Ia melihat sosok Fera yang dewasa. Fera yang sangat cekatan mengurus rumah tangga. Jika melihat kondisinya saat ini tidak akan ada yang menyadari jika usianya baru menginjak 23 tahun. Kejadian yang sangat mustahil ditemukan di masa sekarang. Perempuan yang sangat lincah di dapur begitu juga sangat gesit ketika bekerja. Tampak sengaja Tio menggulum senyumnya memperhatikan sosok istri mungilnya.
TING!!!
Suara sendok yang jatuh ke lantai membuyarkan lamunan Tio. Fera yang membalikkan tubuhnya terkejut ketika melihat Tio menyandarkan dirinya di salah satu sudut dinding pembatas antara dapur dan ruang tengahnya sehingga sendok yang ia pegang terjatuh ke lantai.
“Mas.....” panggil Fera terkejut.
Tio segera menegakkan dirinya ketika menyadari Fera mmanggilnya. Ia menggarukkan tengkuk kepalanya yang tidak gatal. Apa Fera mengetahui jika ia telah memperhatikannya sejak lama? Gumam Tio.
Perasaan terkejut, amarah, ketakutan menghantui Fera seketika. Fera masih berdiam diri menatap Tio. Menatap lekat sosok suaminya yang amat sangat dirindukannya. Ingin rasanya ia berlari ke pelukan Tio dan meluapkan kerinduannya. Namun ego itu menahannya. Ego yang membekukan langkah kakinya dan hanya bisa memandang wajah lelah Tio. Sekelumit memori di otaknya kembali diputar. Memori dari kejadian yang dilihatnya di ruangan Tio beberapa hari yang lalu hingga suara wanita itu ketika ia menghubungi suaminya kembali merasukinya. Fera ingin berteriak meluapkan amarah dan ketakutannya saat ini namun semuanya percuma. Karena pernikahan ini sejak awal sudah tidak diinginkan Tio.
Sssst.....
Fera segera membalikkan tubuh ketika menyadari supnya di dalam panci sudah meluap. Ia pun mematikan kompor. Suara langkah kaki Tio semakin mendekat dan suara tarikan kursi juga terdengar. Fera memejamkan matanya sejenak mencoba menguatkan dirinya. Ia kembali berbalik menghadap Tio dan memberikan senyumnya.
“Mas mau dibuatkan teh hangat?” tanya Fera seketika.
Tio mengangguk. Ia duduk di salah satu kursi makan mengamati istrinya mengambil cangkir lalu membuat teh hangat. Tiada percakapan antara mereka. Hanya suara sendok yang diaduk Fera di cangkir yang menemani mereka. Timbul rasa kekecewaan di hati Tio. Bukankah seharusnya Fera menanyakan padanya kenapa ia pulang lebih cepat dari jadwal awal? Gumam Tio. Tapi tidak ada ucapan apapun yang keluar dari bibirnya. Tio menyeduh teh hangatnya melihat kembali gerak-gerik Fera yang lincah di dapur.
Fera yang mengetahui Tio mengamatinya. Ia berpura-pura kelihatan sibuk. Ada terbersit rasa ingin mengetahui mengapa Tio pulang cepat dari jadwal awalnya tapi bibirnya kelu. Kelu untuk mengucapkannya.