“Snow white said when i was young, “one day my prince will come.” So i wait for that date (Not like the movies-Katty Perry)
Tio menyetir dalam keheningan menderu memecah jalan yang basah di kota Bogor. Semburat kelelahan tampak dari wajahnya karena hari-hari yang super menyibukkan di kantor. Tapi rengekan mama tiap hari atau bahkan tiap detik, baik lewat pesan dan telepon mengingatkan bahwa hari ini ia harus berada di Bogor. Tio sudah tidak dapat memberikan alasan lagi untuk menghindar. Dengan berat hati ia memenuhi permintaan mama untuk mengunjungi rumah seorang gadis. Namun kali ini bukan kunjungan biasa tapi melamar gadis itu. Gadis yang bahkan namanya saja dia sudah tidak ingat.
Masih terekam di ingatan Tio percakapannya dengan mama ketika sedang makan siang bersama,
“Ma... Io mau tahu alasan mama jodohin Tio dengan gadis itu?”
Mama yang sedang hendak menghirup supnya berhenti sejenak dan menatap Tio tajam.
“Mama sudah mengetahui Bibit, Bebet dan Bobotnya dan mama yakin ia wanita terbaik yang akan mendampingimu", jawab mamanya datar kemudian kembali menyantap sup hangatnya.
Tio mengeram pelan dalam hatinya ketika mendengar ucapan Mama. Ia sudah tidak sanggup berkata apa-apa lagi.
Mobil Tio sudah memasuki pekarangan rumah berarsitektur Belanda. Ia melihat sekeliling rumah ini dan cukup kagum dengan keunikan rumah ini. Rumah bergaya antik dan unik yang masih berdiri kokoh di jaman modern sekarang. Tanpa disadari mama sudah turun dari mobilnya dan memperbaiki sedikit make upnya. Tio tersenyum melihat mamanya, wanita yang sudah separuh baya namun masih terlihat cantik dan mempesona.
Tio yang malam ini tampil dengan menggunakan kemeja biru gelap dan celana jeans hitam berdiri tegap dan kokoh. Tidak akan ada wanita yang sanggup menolak pesona dan ketampanannya. Dan bagi Tio itu merupakan anugrah terindah yang Tuhan berikan padanya.
Tio melangkah bersama mama hendak masuk ke rumah antik ini.
Tok.... tok.....
Mama mengetuk pintu pelan sementara Tio masih berdiam diri di samping mama.
KLIK!! Pintu terbuka...
“Mbak Ayu....", sapa seorang wanita yang sepertinya seumuran mama. Beliau kelihatan anggun dan cantik dengan jilbab berwarna magentanya.
“Mbak Rina.........", balas mama dan kedua orang ini berpelukan saling melepaskan kerinduan.
Tio masih mematung melihat dua wanita ini yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya. Jika begini lebih baik aku di rumah saja, batin Tio.
Tio mengalihkan pandangan pada lampu teras klasik yang mengusik batinnya dan memunculkan sebuah ide untuk proyek selanjutnya.
“Mbak.. apakah dia?” terdengar samar-samar suara wanita berjilbab berbisik pada mama kemudian melirik Tio.
“Oh iya.... Tio ayo sini...”, panggil Mama yang membuyarkan konsentrasi Tio melihat keadaan di sekitar rumah.
Ia segera melangkah mendekati mama. Mama melirik matanya menyuruh Tio memperkenalkan diri.
“Selamat Malam Tante, saya Tio Pramudtya", ucap Tio pelan sambil mencium punggung tangan wanita berjilbab itu.
“Tio... gak terasa kamu udah besar ya.. dulu terakhir bertemu kamu, kamu masih sebesar ini", balas Tante Rina sambil mengarahkan tangannya ke atas kursi teras menunjukkan ukuran tinggi badan Tio ketika mereka bertemu terakhir kali.
Tio hanya membalas dengan senyuman. Ya iyalah Tante... tante terakhir ketemu saya sudah hampir dua puluh tahun yang lalu gak mungkin masih cebol. Gerutu Tio dalam hati.