"And I can't believe, uh that I'm your man. And I get to kiss you baby just because I can. Whatever comes our way, ah we'll see it through. And you know that's what our love can do." (Everything - Michael Buble)Enam bulan kemudian,
"Fera, hati-hati jalannya," tegur Tio.
Ia segera merangkul tubuh Fera yang hampir terjatuh karena menaiki tangga dengan langkah terburu-buru.
"Maaf Mas...." jawab Fera pelan.
"Mulai besok kamu pakai flat shoes ke kantor. Aku gak mau kamu kenapa-napa," perintah Tio tegas.
"Tapi ini cuma tiga cm tingginya," ucap Fera memberikan alasan.
"Gak ada penolakan. Ingat! Ada anakku di dalam perutmu," jelas Tio lagi dengan nada tinggi.
Fera segera melepaskan rangkulan di pinggangnya. Ia meninggalkan Tio yang masih heran menatap kepergiannya. Fera masuk ke lift yang terbuka. Ia menyandarkan dirinya di dinding. Kedua tangannya dilipat di dada.
"Anaknya? Ini anakku juga," runtuk Fera ketika ia mengingat kembali perkataan Tio 'Ada anakku di dalam perutmu'.
Ia telah meninggalkan Tio ketika mereka berjalan bersama di lobi. Ya ia tidak perduli. Ia marah dan sebal dengan suaminya. Saat pintu lift akan tertutup, Tio menyelip masuk.
Tio melihat Fera yang berdiri bersandar di dinding dan tatapan yang menghindar darinya. Tio hanya menarik napas panjang. Semenjak kehamilannya, Fera menjadi sangat sensitif. Ia gampang marah dan menangis. Tio hanya bisa mengelus dada melihat perubahan sifat istrinya.
Tio segera mendekati Fera. Untung saja di dalam lift ini hanya mereka berdua.
"Sayang... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud berkata kasar padamu. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa. Jadi ya aku mengingatkanmu," bujuk Tio halus pada istrinya.
Fera tetap acuh tidak acuh. Ia membalikkan tubuhnya membelakangi Tio. Ia tidak marah karena Tio mengingatkannya untuk menggunakan flat shoes tapi ia marah karena Tio menyebut 'anakku'. Bagaimanapun anak ini adalah anak kita. Tidak ada anakku atau anakmu. Keluh Fera dalam hati. Apakah Tio belum menyadari kesalahannya? Ya dan air matanya mengalir begitu saja dari mata Fera.
Mendengar suara isak tangis Fera membuat Tio menjadi serba salah.
"Yang... kamu jangan menangis," bujuk Tio pelan sambil memeluk tubuh istrinya dari belakang.
"Lepasin..." protes Fera masih dengan isak tangisnya.
Tio melepaskan pelukannya. Ia meringis. Apa yang ia lakukan lagi kali ini hingga membuat Fera menangis? Fera selalu menangis hampir setiap hari. Bahkan hal-hal kecil gampang membuat ia terharu.
Pernah suatu hari ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang kantor, Fera melihat dua anak kecil yang sedang mengemis di perempatan jalan. Fera meminta Tio menghentikan mobilnya di jalanan yang macet. Ia langsung keluar dari mobil menghampiri dua anak kecil itu. Tio sangat khawatir melihat tingkah istrinya yang menyeberangi jalan tanpa melihat lalu lalang lalu lintas yang sedang ramai. Fera menghampiri dua anak kecil itu kemudian mengajak mereka naik ke mobilnya. Hal yang dilakukannya kepada dua bersaudara itu, ia mengajak mereka makan kemudian membelikan beberapa pakaian yang bagus. Setelah itu mengantarkan mereka pulang. Ya Tio mengakui jika sikap keibuan Fera memang besar tapi kadang-kadang ia pusing juga menghadapinya.
==##==
Mengenai Sarah, Tio mendengar dari rekan bisnisnya jika wanita itu kembali ke London. Ia disuruh mengurus cabang perusahan milik keluarganya disana. Tio mengucap syukur ketika mengetahui Sarah sudah tidak berada di Indonesia. Sedangkan Fachri, anak Mami itu pasti sudah ketakutan setelah Tio menghajarnya habis-habisan. Anak bau kencur itu tidak bisa berbuat apa-apa karena gertakan Tio yang tidak segan menghancurkan bisnis orang tuanya yang baru sukses belakangan ini. Ancaman Tio benar-benar dilaksanakan oleh kedua orang itu. Tio mengakui ia tidak pernah main-main dengan ucapannya.
