"If i would have known that you wanted me, the way i wanted you. Then maybe we wouldn't be two worlds apart but right here in each other arms." (Almost is never enough-Ariana Grande feat Nathan Skyes)Tio sedang berada di depan cermin besar di kamar mandinya. Ia memperhatikan wajahnya dan menyadari jika bulu-bulu lebat sudah tumbuh di permukaan dagunya. Ia segera mengambil shaving cream yang terletak di wastafel dan mengoleskan ke dagunya secara merata. Kemudian ia mengambil shaver dan mulai mencukur habis bulu-bulu yang menganggu penampilannya. Ia berdiam diri sejenak memperhatikan bayangannya di cermin. Setelah pertimbangan semalam suntuk akhirnya ia memutuskan untuk menyusul Fera dan menerima tiket yang diberikan Dion. Penerbangan akan dilakukan sore ini oleh karena itu sejak tadi pagi Tio tiada hentinya membersihkan dirinya.
Tio masih berdiam diri di depan cermin memikirkan apa yang pertama dilakukannya jika ia bertemu dengan Fera. Mengingat sudah hampir enam hari mereka tidak berjumpa.
“Hai.... Fera” ucapnya pelan di depan cermin seolah-seolah berbicara dengan Fera.
Tio menggeleng kepala. Ia merasa ada yang aneh jika ia menyapa Fera seperti itu kemudian ia kembali berucap,
“Halo Fera... Lama tidak berjumpa,” ucapnya lagi sambil tersenyum di depan cermin.
Tio segera merubah raut wajahnya tidak puas dengan sapaan yang diucapkannya barusan. Ia kembali memikirkan kata-kata selanjutnya.
“Halo Fera.. Apa kabar? Lama tidak berjumpa,” ucap Tio lagi namun kali ini dengan senyuman puas di wajahnya.
Tio mendesis sejenak ketika menyadari apa yang dilakukannya. Tidak pernah dalam seumur hidupnya selama 29 tahun ini, ia merasa canggung dan gugup seperti ini hanya untuk bertemu dengan seorang perempuan. Tio menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal memikirkan dirinya sendiri. Ia tidak mengerti mengapa ia bisa menjadi seperti ini.
Tio membalikkan tubuhnya melangkah ke dapur. Sejak kepergian Fera ia tidak pernah merasakan kembali masakan rumahan. Alhasil ia kembali ke kebiasaannya yang dulu yaitu mengonsumsi junk food. Ia mengetahui sejak keberadaan Fera di apartemen, Fera segera menyingkirkan junk food di kulkasnya dengan alasan makanan yang tidak sehat. Namun apa yang terjadi sekarang mau tidak mau ia harus kembali mengonsumsinya.
Waktu di jam dinding apartemennya sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tio segera menyiapkan diri karena jadwal penerbangannya pukul 16:15. Ia menyiapkan beberapa pakaian di tas ranselnya. Mungkin ia butuh waktu beberapa hari menginap di Bali. Ia segera menghubungi Pak Rahmat untuk mengantarnya ke Bandara.
==##==
Fera sedang mengamati pemandangan kota Bali dari balkon hotelnya. Jangan tanya mengapa Fera bisa berada di hotel mewah ini dam tidak bersama rekan-rekannya menginap di Mess yang disediakan. Tio memerintahkan langsung kepada ketua Tim bahwa selama Fera berada di Bali ia menginap di hotel yang disiapkan khusus untuknya. Selain itu ia juga diantar-jemput oleh supir khusus yang siap mengantar ia kemana pun. Awalnya Fera merasa sangat gerah dengan perlakuan istimewa yang Tio berikan padanya. Ia merasa tidak nyaman dengan rekan-rekannya namun Ketua Tim selalu berkilah jika ini adalah perintah langsung dari Direktur Utama sehingga mereka pun tidak bisa menolak. Dan Fera lah yang menjadi korbannya. Ia dengan sangat terpaksa menerima semua perlakuan istimewa suaminya.
Fera kembali merenung. Sudah hampir enam hari ia tidak bertemu dengan Tio. Ada perasaan gundah muncul di hatinya. Tujuan awal ia berada di sini agar melupakan segala perasaannya kepada Tio namun entah mengapa perasaan itu semakin bergejolak. Ia merindukan sosok suaminya, merindukan suara dinginnya dan merindukan saat-saat menikmati makanan bersama. Fera menggelengkan kepalanya berusaha melawan perasaan cinta di hatinya yang makin bergejolak namun logikanya tidak dapat menolak dan terus membisikkan kata-kata rindu padanya.