You seem to find the dark when everything is bright, you look for all thats wrong instead of all thats right (If I were you-Hoobastank)
Shafeera Husin Abdullah, seorang gadis yang baru menginjak dua puluh tiga tahun. Gadis mungil dengan tinggi badan hanya 158 cm, gadis keturunan Sunda dan memancarkan wajah asli indonesia dengan mata kecilnya bulat, hidung mancung, bibir tipisnya, dan kulitnya yang putih bersih. Tidak ada hal spesial dari perawakan Fera. Ia terlihat sangat sederhana berpakaian dengan kemeja atau kaus lengan panjang yang besar serta celana jeans atau kain yang gede. Ditambah dengan sepatu conversenya yang sepertinya sudah tidak layak dipakai lagi. Ia juga tidak menggunakan make up di wajahnya. Ia tampil apa adanya dengan wajah polosnya. Ummi sering menyuruh Fera untuk mulai mempercantik diri namun Fera selalu berkilah bahwa ia akan mepercantik diri untuk siapa. Fera sesungguhnya tidak kalah cantik dengan saudara-saudaranya hanya saja ia menutupi kecantikannya dengan kesederhanaan pada dirinya. Dan yang terakhir Ia juga memakai jilbab, jilbab sederhana yaitu jilbab segiempat yang sudah menemaninya selama kurang lebih lima tahun ini. Ya Feralah panggilan akrab dari orang-orang terdekatnya.
Fera baru menyelesaikan kuliahnya di jurusan desain interior di salah satu universitas negeri di Yogyakarta enam bulan lalu. Meski kedua orang tuanya memutuskan menetap di Lampung sejak 18 tahun lalu, ia memilih melanjutkan impiannya dan berpetualang di Yogyakarta. Setelah ia lulus kuliah dengan predikat Cumlaude, kedua orang tuanya memutuskan untuk kembali ke Bogor.
Dan disinilah ia sekarang mulai merintis karirnya di sebuah perusahaan properti kecil di Kota Bogor. Senior ia di kampus lah memiliki usaha ini dan menyarankan ia untuk belajar memulai karirnya disini. Fera sangat senang ketika menerima tawaran dari salah satu senior yang diidolakan oleh para junior saat kuliah, Mas Awan lah pemilik usaha ini. Tanpa dipungkiri Fera juga mengagumi sosok seniornya ini namun ia menepis perasaannya dan mencoba profesional.
Terdengar suara motor memasuki pekarangan rumah yang sederhana berarsitektur Belanda ini. Fera baru pulang dari kantornya. Ia terlihat lelah kemudian mematikan mesin motor matik kesayangannya. Motor ini telah menemaninya selama empat tahun semenjak kuliah. Motor hadiah pemberian dari Abinya karena ia berhasil masuk kuliah di Universitas impiannya. Fera sama sekali tidak tertarik mengganti motornya karena menurutnya motor inilah teman suka dan dukanya dari dulu.
"Assalamualaikum Ummi......" sapa Fera manja ketika menemukan Umminya sedang menyiapkan sesuatu.
"Waalaikumsalam anak Ummi udah pulang," jawab Ummi sambil merentangkan tangannya.
Fera segera berlari memeluk umminya. Ummi balas merangkulnya dan mengecup puncak kepala putri bungsunya ini. Fera adalah anak bungsu di Keluarga Abdullah ini. Kedua kakaknya sudah menikah dan mengikuti suami mereka di luar negeri. Kakak pertamanya, Raya, ia mengikuti suaminya yang bekerja di perusahaan pertambangan minyak bumi di Arab Saudi sedangkan kakak keduanya, Kania, mengikuti suaminya yang sedang melanjutkan studi di Jepang.
"Ummi... Fera mandi dulu ya, udah bau ni," kata Fera sambil mencium bau tubuhnya yang tidak nyaman karena berkeringat.
"Iya mandi sana kamu," balas Ummi segera.
Fera segera melangkah menuju lantai atas kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang kebesarannya sejenak sebelum ia bangkit mandi dan menunaikan shalat ashar.
==##==
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Setelah Abi, Ummi dan Fera selesai menunaikan shalat Isya berjamaah, mereka menyantap makan malam di ruang tengah. Terdengar gelak tawa ciri khas keluarga ini. Abi yang menceritakan kejadian lucu di kantor kepada istri dan anak bungsunya ini sehingga menimbulkan tawa penuh kebahagiaan.