Chapter 23 : Sang Penjual Organ

28.1K 1.7K 35
                                    


"Suruh Reito keruanganku segera." Leo langsung menutup sambungan telponnya yang terhubung dengan sekertarisnya dan kembali menekuni berkas-berkas kerjasama yang perlu dipertimbangkan lagi.

Lalu diambilnya ponsel pribadinya dan segera mengetikkan beberapa kalimat pesan untuk istirnya.

To: My Home

Sedang apa?

Meski sudah mengutus seseorang untuk mengawasi gadisnya, entah kenapa jika tak menanyakan sendiri rasanya hatinya tak puas. Dia perlu memastikan gadisnya selalu aman.

Dan balasannya segera Leo terima 2 menit kemudian.

From: My Home

Dikelas, mencatat berbagai simplisia dan kegunaannya.

Leo tersenyum dan segera mengetikkan balasan.

To: My Home

Perhatikan pelajaran. Letakkan ponselmu segera.

From: My Home

Kalau begitu jangan membalas pesan ini lagi. Kan kau yang memulainya. Jika tak kubalas kau malah menelpon, itu lebih gawat karena aku sedang dikelas.

Leo tersenyum kecil. Rasanya bahagia sekali bisa mengobrol ringan dengan gadis yang selalu diimpikannya setiap malam. Hubungan mereka pun sudah tidak malu-malu lagi, meski yah Leo masih sedikit pendiam dan selalu berpikir panjang akan tindakannya.

To: My Home

Baiklah. Belajar yang rajin.....

Gadis kecilku.

Leo segera meletakkan ponselnya. Dia tak berharap Emma membalas pesannya lagi atau dia tak akan berhenti mengetik pesan pada ponselnya.

Reito masuk tak lama setelah itu dan pria itu membungkuk hormat pada Leo, salah satu kebiasaan jepangnya yang tak pernah terlewat meski sudah tinggal beberapa tahun di Indonesia.

"Siapkan rapat dengan kepala penyelidik Abraham, Reito. Aku perlu hasil pencarian mereka tentang penculikan Emma." Reito mengangguk. "Bagaimana dengan Public Medical Center? Sudah buat janjinya?"

"Sudah tuan. Lusa Jam 5 sore dengan Dr. Allen Ong."

"Bagus."

Leo mengangguk dan segera menyerahkan seberkas file pada Reito yang duduk dihadapannya.

"Aku ingin kau meneliti segala hal tentang Public Medical Center. Terlebih perawatan kesehatannya dan keamanan. Jika semua aman, aku berpikir untuk mengajukan kerjasama dengan Public Medical Center karena bagaimanapun itu akan menjadi rumah sakit yang selalu kukunjungi jika terbukti semua aman."

Reito mengangguk paham. "Baik tuan."

"Sudah tidak ada lagi Reito. Aku ingin rapat itu sejam lagi. Tak peduli mereka sibuk, aku ingin semua membatalkan kepentingan mereka jika tidak ingin dipecat."

Reito berdiri dan membungkuk pada Leo sebelum benar-benar pergi.

..
..
..

Public Medical Center
11.20 am

Aura sedih terpancar pekat dalam ruangan itu. Terik matahari tengah hari kini masuk melalui jendela yang tak tertutupi gorden. Ruangan serba putih dengan bau obat yang pekat ini bahkan nyaris membuat orang yang kini menangis itu ingin muntah.

Isakannya semakin keras dan nyaris tersedak beberapa kali oleh isakannya. Air mata yang asin tercicipi oleh lidahnya. Tangannya dengan erat memeluk tubuh yang kini mulai mendingin.

The Billionaire's Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang