Chapter 27 : Berusaha menenangkan

22.7K 1.7K 25
                                    

Makan malam hari ini terasa sanggat canggung bagi Emma. Leo hanya diam tanpa banyak bicara sejak mereka meninggalkan rumah makan padang tadi siang untuk segera menuju kerumah orangtuanya. Adiknya Nino sedang tak ada dirumah karena sedang mengerjakan tugas dirumah temannya. Ayah dan ibunya, Emma tampak sedikit canggung dengan mereka. Tapi lebih baik daripada saat mereka baru tiba. Emma berusaha membangun kembali keakraban mereka sebelumnya.

Amarah akan kenyataan bahwa dia dinikahkan karena uang itu masih mencuat sedikit-sedikit, tapi Emma berusaha menepisnya sekuat tenaga. Toh, pernikahannya kini baik-baik saja.

"Tambah lagi sayang?" Itu suara ibunya. Emma mengangguk, rasanya dia memang masih lapar. Padahal sebelum ini dia tidak pernah makan banyak, apalagi tanpa diiringi perasaan mual. Tapi dengan masakan ibunya terasa berbeda. ahh mungkin ini perasaan rindu masakan rumah. Bukan begitu?

Ibunya yang duduk diseberang Emma mengambilkan secentong nasi dan lauk pauk hingga piring Emma nyaris penuh lagi. Emma merasa rakus kali ini, sedikit malu sebenarnya, apalagi dihadapan Leo.

Emma menoleh sedikit kearah Leo dan melihat pria itu tersenyum lembut menatapnya. Tangan Leo terangkat dan mengelus kepala Emma dengan sayang.

"Makan yang banyak, sayang." ucapan Leo nyaris membuat Emma meleleh ditempatnya.

Diseberang sana kedua orangtua Emma tampak tersenyum senang. Ah, mungkin menikahkan putri mereka pada pria se-obsesi Leo tidak buruk juga.

Sedangkan Emma yang masih menatap Leo sedikit tersentak. Tubuh pria itu tiba-tiba menegang meski tak kentara. Ada apa? Emma dari tadi menatap Leo, jadi dia tahu bahwa tubuh itu menegang kini. Raut khawatir terpampang diwajahnya, ditatapnya wajah Leo intens dan Emma justru kembali tersentak saat melihat mata Leo. Binar kecoklatan dimata kiri itu memudar dan tergantikan dengan hitam kelam tanpa dasar.

"L-leo..." panggil Emma pelan.

"Maaf, saya ke kamar dulu. Masih ada pekerjaan yang belum terselesaikan. Terimakasih makanannya."

Leo berlalu tanpa menoleh pada Emma. Membuat gadis itu tambah khawatir. Ada apa ini....?

Tunggu.... Dia ingat sesuatu.

"Maaf.... Ethan....." Bisik Emma sambil menunduk diatas piringnya. "Maafkan aku."

Dan Emma memilih melanjutkan makannya tanpa menegakkan kepala sama sekali. Dia harus menghabiskan makanannya, ibunya sudah susah payah memasak bukan. Dan... Juga demi calon bayinya.

Eh....?

"Ibu... Ayah... " Panggil Emma dan segera menatap ibu dan ayahnya. "Aku hamil."

..
..
..

Emma nyaris berlari menaiki tangga. Kedua tangannya terlipat diperutnya bermaksud melindungi dari guncangan.

Sejam lebih dia baru bisa kembali ke kamar setelah makan malam. Membicarakan ini itu tentang kehamilan dan membantu ibunya beres-beres meski hal-hal ringan saja. Emma tidak mungkin meninggalkan orang tuanya begitu saja, orang tuanya sedang antusias saat ini akibat kehamilannya.

Dibukanya pintu kamarnya pelan-pelan dan melihat Leo yang terbaring diranjang membelakangi pintu.

"Leo, sudah tidur?"

Tidak ada jawaban.

Emma berjalan menghampiri Leo dan duduk dipinggir ranjang. Leo belum tidur. Mata itu masih terbuka dan mata hitam kelam itu belum juga hilang dari mata kirinya.

Emma memejamkan matanya dan segera membenamkan wajahnya dilekukan leher Leo. Air matanya menetes perlahan. Dia sangat merasa bersalah.

"Shttt, kenapa sayang?" Leo mengelus punggung Emma perlahan. Kepalanya berdenyut sakit tapi berusaha ditahannya. Diangkatnya tubuh Emma hingga kini tubuh gadisnya berbaring diatas tubuhnya. "Kenapa menangis?"

The Billionaire's Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang