Chapter 20 : Es yang mencair

33.3K 2.2K 36
                                    

Cahaya matahari menelusup dari celah-celah gorden, membuat Emma terbangun dari tidurnya. Tubuhnya lengket, tentu saja. Tapi rasa hangat menelusupi hatinya. Ya. Kali ini dia melakukannya dengan benar. Melakukannya dengan perasaan yang tidak lagi dia ragukan.

Emma menoleh kesampingnya dimana sosok suaminya masih tertidur pulas dengan sebelah tangannya yang memeluk Emma erat. Emma menghembuskan nafas sabar. Ethan sudah menjelaskannya semalam jika perlu beberapa waktu sebelum Leo bisa sadar. Cukup sulit menyadarkan pria itu karena Leo sudah cukup lama tertidur dan tersesat disana.

Emma mengelus pipi prianya itu lembut. Berharap kesadaran segera menghampiri.

Gadis itu bangkit dan berjalan tertatih dengan sedikit berpegangan pada tembok. Dia hendak kekamar mandi untuk membersihkan diri dan setelah itu membantu pelayan memasak jika dia tidak telat. Maklum saja, ini sudah nyaris jam 8 pagi. Mungkin saja mereka sudah selesai menyiapkan sarapan.

Dinyalakannya keran air dan mulai mengisi jaccuzi. Mungkin butuh berendam beberapa saat untuk meringankan otot-ototnya yang tegang. Ah dia butuh sedikit memanjakan diri.

Tak butuh waktu lama, setelah setengah jam berlalu Emma segera keluar dari kamar mandi, memilih mengenakan sebuah calana hot pants yang tidak akn menekan luka dikakinya dan sebuah kaos kebesaran berwarna pink pudar.

Emma memandang sekilas pada sosok suaminya yang masih terlelap dan segera keluar untuk berjalan menuju dapur yang hanya dipisahkan skat kecil dengan ruang makan.

Sesampainya disana Emma mendesah kecewa. Padahal niatanya ingin membantu memasak agar bisa sekalian belajar memasak dengan para pelayan itu. Tapi semua makanan sudah tersaji rapi dimeja makanan. Di telat. Dan Emma memilih duduk di meja makan. Dia tak ingin merecoki oara pelayan yang entah sedang melakukan apa.

Diminumnya jus jeruk yang sudah tersaji di meja perlahan, ck, padahal dia ingin sekali minum jus tomat. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali dia minum jus tomat. Dia jadi ingin, tapi tak ingin merepotkan para pelayan.

Emma menghembuskan nafasnya, tidak terlalu bernafsu makan, jadi disingkirkannya semua makanan yang tersaji dihadapannya ke samping dan memilih meletakkan kepalanya keatas meja sambil melamun menatap sudut rumah yang bisa dipandanginya.

Kapan Leo akan terbangun?

Sudah sejam lebih sejak Emma bangun tidur, dan tak ada tanda-tanda suaminya sudah terbangun. Apa sebegitu sulitnya Leo terbangun? Atau pria itu hanya kelelahan dan memilih tidur lebih lama. Tapi seingatnya, sosok Leo adalah sosok gila kerja yang tidak mungkin akan bangun terlambat. Lagipula Leo sudah terlalu lama tertidur dalam kegelapannya. Pria itu perlu cahaya, iya bukan?

Pemikiran itu membuat Emma segera bangkit dan berjalan kembali ke kamarnya. Oh sebuah ide aneh muncul dikepalanya. Mungkin tidak akan membuat Leo terbangun, tapi cukup untuk memenuhi keinginannya beradegan seperti difilm-film Disney masa kecilnya.

Emma duduk ditepi ranjang dengan tubuh Leo yang tidur telungkup dan kepala yang menghadap menyamping. Oh jangan lupakan tubuh telanjangnya. Emma terkikik kecil melihat keadaan suaminya itu.

Sejak beberapa hari lalu, Emma merasa bahagia dengan kehidupannya sekarang. Ethan bersikap manis dan memperlakukannya sebagai istri dengan baik. Dan bagaimana dengan..... Leo nanti?

Semalam sebelum terlelap seusai bercinta dengan Ethan, mereka mengobrol kecil. Khususnya tentang Leo. Ethan bilang, Leo juga mencintainya amat besar. Hanya saja Leo terlalu kaku dan dingin. Apalagi dengan pengalaman akan wanita yang nol. Begitulah.....

Emma hanya harus bersikap hangat dan terbuka, maka Leo bisa sedikit demi sedikit terbuka.

Emma tersenyum kecil, lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah terlelap Leo.

The Billionaire's Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang