[01] Surat Cinta

275 45 16
                                    

Masa lalu kita tidak mungkin
hanya sebuah kebetulan.
•••

---Kediaman Keluarga Wardhana, 2013

PLAK!

Suara tamparan kembali menjadi alarm paginya. Ditambah dengan jerit tangis yang ia tau berasal dari mulut ibunya. Gadis itu mengintip dari sela pintu kamarnya, mendapati sudut bibir ibunya membiru.

"KAU! JANGAN IKUT CAMPUR!" perintah David si kepala keluarga pada anaknya seraya melemparkan kotak tisu ke pintu kamar.

Kegaduhan di luar sana terdengar sangat menyeramkan bagi anak itu. Suara pecahan piring, teriakan-teriakan yang entah mendebatkan apa, sampai luka di tubuh ibunya. Saat itu, Ryn, si gadis, memutuskan untuk berlari ke kamar mandi secepat mungkin, mempersiapkan diri untuk sekolah.

BUK!

Botol minum ukuran satu liter dilemparkan ke arahnya, namun seperti biasa, si ibu menghalangnya. Selalu ibunya yang jadi korban, Ryn sudah muak dengan semua ini.

Sungguh, apa yang sebenarnya terjadi?

---SMA Garuda, 6 April 2013

"Kak, tunggu! Ini gue, Ryn."

Gino mendecak saat melihat gadis berseragam putih biru yang selalu mengikutinya itu.

"Buang aja. Gue gak butuh lebih banyak surat cinta lagi dari lo."

Gadis itu malah tersenyum, "Baca aja dulu. Gue gak bakal ganggu lo lagi, kok. Gue duluan."

Gino yang ditinggal sendiri membaca kertas merah muda yang diberi judul tebal-tebal, surat ke tujuh dari Flyvia Auryniel Wardhana.

Ini bakal jadi surat cinta terakhir gue.
Gue udah naksir sejak kakak jadi ketua OSIS tahun lalu.
Gue gak peduli walaupun 100 temen gue ngingetin kalo kakak itu misterius dan berbahaya, antara ada gak ada.
Temui gue di ruang 409, malam ini.
Ohiya, ini foto kakak gue balikin.

Di bagian bawah ditempelkan foto selfie Ryn dengan Gino sebagai latar belakang.

•••

Senyuman Ryn siang itu terus menghantui Gino. Ia yakin ada sesuatu yang salah sampai gadis itu ingin berhenti mengejarnya. Malam itu, ia benar-benar datang menemui Ryn. Jangan tanyakan bagaimana cara mereka masuk, remaja selalu punya ide.

Di tengah minimnya cahaya di ruangan itu, ia melihat punggung kecil Ryn yang dibalut gaun tali spageti, duduk di kusen jendela.

"Hoi! Cewek gila! Lo ngapain duduk di sana!"

Gino menarik tubuh Ryn sampai punggung keduanya mencium ubin. Entah apa yang merasuki Ryn saat ini, yang jelas Gino tidak mau berakhir di sel tahanan karena ulahnya. Gadis itu hanya berbaring di sana dengan senyum khasnya. Tangannya menggengam sebuah foto keluarga. Tapi tunggu, foto itu tidak utuh.

Dia... membakar separuhnya.

"Gue ngapain? Gue juga gak tau. Gue titip pesen, ya, Kak."

"Bokap lo- fotonya..."

Belum sempat Gino menyelesaikan kalimatnya, Ryn kembali berlari ke kusen. Dengan sigap Gino mengeluarkan pistol dari saku celana.

"Stop!" teriak Gino sambil mengarahkan pistol Beretta 92 itu ke kepalanya. Ryn yang sudah naik ke kusen pun menoleh.

"Lo gak boleh mati. Lo mungkin punya masalah sama bokap lo, tapi tolong, pikirin nyokap lo. Turun atau gue bakal tarik pelatuknya dan satpam bakal ke sini. Gue yakin lo belom mau dikeluarin dengan cap pembunuh," ancam si anak SMA yang biasanya tidak banyak bicara.

Kaki Gino bergerak cepat mendekati Ryn. Tangannya yang bebas ia pakai untuk menarik lengan Ryn, membantingnya ke lantai, lagi. Gadis itu hanya bisa menahan napas melihat jari Gino yang mulai menyentuh pelatuk.

"Jangan! Lo gak boleh... jangan tarik pelatuknya!" seru Ryn. Gino kembali memasukan senjata api itu ke sakunya.

"Lo arahin jalannya. Gue anter pulang," ucap Gino dingin. Ditariknya Ryn sampai ke depan gerbang sekolah. Berhasil mengelabuhi satpam, mereka keluar dari gedung itu. Gino membonceng Ryn dengan motor ninjanya.

"Lo kenapa nyuruh gue temuin lo?"

"Gue," Ryn diam sejenak, "butuh seseorang yang bisa gue percaya buat nyampein kematian gue ke nyokap."

"Kenapa gue?" Alis laki-laki itu terangkat satu.

"Lo..."

Hening menunggu gadis itu melengkapi kalimatnya. Suara desir angin yang berlawanan arah dengan motor itu mengisi kekosongan. Gino menatap gadis itu dari kaca spion. Gadis bergaun itu membuang muka, seolah menghitung jumlah mobil yang melalui mereka.

"Lo harapan terakhir yang gue punya."

Gino terdiam. Sebegitu dalamkah perasaan gadis ini pada seorang Giorgino Adam Wijaya?

Seketika beberapa kata muncul secara acak dalam otak Gino.

Inilah saatnya, sebuah kesempatan emas.

Perjanjian.

Kebebasan.

Gadis ini benar-benar datang di saat yang tepat. Cewek gila, lo gak boleh mati sekarang. Gue butuh lo, batin Gino menyuarakan.

Nama.
Gino butuh nama gadis itu sekarang juga. Di luar sana, nama gadis ini akan membukakan jalan untuknya.

Surat cinta itu...
Namanya...
Flyvia Auryniel Wardhana.

"Flyvia Auryniel Wardhana, primadona SMP Garuda yang tergila-gila sama gue. Lo," senyum miringnya mengembang, "tenang aja. Mulai sekarang, gue bakal selalu ada buat lo."

--
AN:

Jadi ini adalah flashback saat Gino dan Ryn Sekolah Menengah, sedangkan cerita aslinya, mereka sudah umur kuliahan. Untuk awal-awal unsur actionnya belum banyak ya.

Baca terus kelanjutannya! Jangan lupa read.vote.comment!

With love,
Author.

[YS #1] Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang