[00] Identitas

410 45 25
                                    

Sejauh apapun kita mencoba lari,
jika memang ditakdirkan bertemu,
pasti akan ada jalan.
•••

---Universitas Angkasa, Jakarta, 2017

"Mau kemana, Cantik?" Dua orang berbadan kekar mendekati Ryn. Yang satu berambut cokelat sementara yang satunya tidak berambut.

Lorong itu sempit dan gelap. Tidak ada orang lain disana. Ryn memegangi tasnya sambil berjalan mundur.

"Jangan ganggu gue!" serunya sambil balik berlari keluar lorong.

"Kita gak bakal ganggu, kok," jawab si preman botak sementara yang lain mengepung Ryn dari arah berlawanan. Si Cokelat menempelkan lakban hitam ke mulut Ryn lalu menyudutkannya.

"Periksa!"

Satu kata dari Si Cokelat itu cukup untuk membuat Si Botak bergerak, mengeledah apapun yang ada pada Ryn. Mulai dari tas hingga almamater yang ia kenakan, semua diperiksa.

"Kartu identitas! Siniin! Jangan paksa kita pake cara kasar!" Ryn menggeleng menolak permintaan Si Botak.

Tidak menerima penolakan, dua preman itu mulai mengerayangi tubuh Ryn. Mereka mencoba mengambil dompet yang ada di saku belakang jinnya. Salah satu preman mulai membuka satu persatu kancing kemeja Ryn untuk menakut-nakutinya. Gadis itu menjerit tertahan.

"Lo siniin atau lo bakal tau akibatnya!"

Butuh beberapa detik saja sampai Si Botak mendapat apa yang ia inginkan dan berteriak, "Bawa dia!"

Si Botak membuka lakban, membiarkan Ryn menjerit meminta pertolongan lalu berkata, "Kita gak bakal ngapa-ngapain lo, Flyvia Auryniel Wardhana." Ryn terus menjerit.

"LEPASIN!" teriak seorang lelaki berjaket kulit yang tiba-tiba muncul di tengah mereka bertiga.

"Lo gak usah ikut campur! Ini bukan urusan lo!"

"Ini urusan gue! Lo minggir." Laki-laki itu menggeser Ryn ke belakangnya.

Si Botak mencoba memiting lengan kanan tapi langsung ditepis olehnya. Perkelahian semakin sengit kala ketiganya mengeluarkan pistol.

DOR! DOR!

Baku tembak terjadi. Dua lawan satu. Tapi ini tidak membuat si laki-laki berjaket kewalahan. Peluru mengenai lengan kanannya. Ia terus menembak. Peluru-peluru semakin memenuhi atmosfernya. Dengan gesit, ia menghindari tiap peluru.

TEP. TEP. TEP.

Langkahnya terhenti saat ia berhasil mendekati preman-preman itu. Ia raih pistol Si Cokelat dan membuangnya jauh-jauh.

DOR!

Satu tembakan sempurna berhasil menjatuhkan pistol Si Botak. Dua yang tak bersenjata mencoba sekuat tenaga untuk bertahan. Mereka berusaha menghindari peluru yang diarahkan pada mereka. Bahkan sampai peluru dalam pistol habis, tiga laki-laki itu terus bersitegang. Aksi saling tinju terjadi.

"BALIKIN KARTUNYA!" gertak laki-laki itu marah.

Sisa-sisa peluru berserakan dimana-mana. Penampakan Si Botak dan Si Cokelat sudah tidak jelas. Beberapa bagian tubuh mereka sempat bergesekan dengan peluru.

Kewalahan, dua preman itu lari puntang-panting. Dompet yang sudah mereka lihat isinya dilemparkan ke sembarang arah. Dengan kompak mereka kabur membawa informasi mengenai Ryn.

Si laki-laki berjaket mengambil almamater yang tergeletak kotor. Dia pun lalu mendekati Ryn, mengembalikan almamater dan dompet tersebut kepada pemiliknya. Dia menepuk pundak Ryn lembut.

"Lo gak papa?"

Saat Ryn mendongak, matanya membulat dan suaranya tersendat. Laki-laki berjaket yang ada di depannya, rasanya ia kenal. Walau dengan tambahan luka-luka lebam di wajahnya, ia tidak terlihat begitu berbeda. Belum lagi pistol andalannya. Senjata api yang sama dengan yang dulu pernah menyasar kepala pemiliknya.

Nggak, nggak mungkin ini dia.

Keraguan terpancar jelas di mata gadis itu saat ia menanyakannya,

"Gino?"

--
AN:
Ini present time ya, 2017. (Baru berani publish 2018 wkwk)

Tiap part cerita ini emang pendek.

Thank you for reading! Baca terus kelanjutannya! Read.vote. comment!

With love,
Author.

[YS #1] Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang