[11] Fakta

117 19 2
                                    

Kalau tak bisa memberi kebahagiaan,
mengapa menebar sejuta harapan?
•••

“Perjanjian,” baca Anton. Tidak ada suara lain. Semua seakan mengheningkan cipta dengan khidmat.

“Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bergabung dengan Phantom Eagles dan menyetujui perjanjian yang dijabarkan sebagai berikut,” Anton memberi jeda untuk mempertegas kalimat selanjutnya, “Satu.”

Ryn yang tergeletak dipapah Rosa menuruni tangga. Keduanya tidak saling bicara. Rosa mendudukkan Ryn di seberang Anton. Co-leader Phantom Eagles itu hanya mengganguk melihat pribadi yang terduduk lemah di hadapannya.

“Selalu menjaga kerahasiaan kelompok. Dua, menerima fasilitas penuh dan pelunasan utang pribadi atau keluarga apabila ada selama menjalankan bagiannya.” Hal-hal yang Anton bacakan benar-benar abstrak bagi Ryn. Tidakkah ini berlebihan?

“Tiga,” Anton berdeham, “bersedia memberikan jaminan berupa benda hidup atau mati sebagai konsekuensi apabila keluar.”

“Keterangan jaminan benda hidup,” ujar Anton membuat Ryn mendapat secercah perngertian akan apa yang sedang terjadi.

“Nama Flyvia Auryniel Wardhana, Status murid SMP Angkasa.”

Tak lupa Anton sebutkan nomor teleponnya. Setelahnya Ryn tidak begitu menyimak. Apakah selama ini ia salah menilai? Langkah apa yang harus ia ambil? Ketika ia mencoba melupakan masa lalu yang kian suram, kenyataan malah mempersulitnya.

“No?” tanyanya pada Gino dengan menuntut.  Gino hanya menggangguk lemah, malu pada dirinya sendiri.

Sorry,” lirihnya.

Dari sekian banyak hal yang mampu membuat Ryn  kecewa, kebohongan adalah yang paling ia benci. Percaya adalah hal yang paling sulit dilakukan seorang Flyvia Auryniel. Soal kejadian ini... bukan, bukan masalah ia takut mati atau bagaimana. Ryn hanya tak habis pikir. Jadi semua yang sejak dulu hingga sekarang mereka lewati hanya untuk menutupi fakta ini? Jelas Ryn kecewa. Ketika ia sudah berusaha mati-matian untuk mencoba mempercayai seseorang, pengkhianatan kembali ia terima. Dari ayahnya yang tiba-tiba saja pergi, Rosa, dan sekarang Gino. Padahal baru saja ia sadar bahwa perihal masa SMA mereka itu hanya masalah kecil. Sekarang bagaimana bisa ia berkata demikian?

Anton menatap Ryn. Rencana yang baru saja ia buat tadi nampaknya berjalan sempurna. Ia perlu sedikit bumbu untuk membuat permainan ini semakin menarik. Lagipula, tidak ada untungnya juga kalau ia membunuh Ryn begitu saja.

Mengapa tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan saja? batinnya.

Well,” Anton kembali memulai dengan kata khasnya, “its about kill or be killed, Auryniel. Lo gabung sama gue, perjanjian itu lunas. Atau pilihan kedua, lo ikut dia tapi lo tau siapa yang bakal menang,” ucap Anton menunjuk Gino.

Ryn sangat terkejut mendengar tawaran Anton. Bukan hanya Ryn, tapi semua orang yang ada  di sana. Rosa yang berdiri di samping Ryn langsung menatap kekasihnya dengan tatapan kau benar-benar sudah tidak waras yang dibalas Anton dengan tatapan kau diam sajalah.

“Gue...” Ryn tidak mampu berpikir jernih saat ini. Semua pilihan tidak memberikan titik terang.

Well, kalo lo memang perlu waktu, gue bakal kasih seminggu. Lo pergi sekarang.” Perkataan Anton berhasil membuat Rosa melongo. Itu artinya ia harus mengawasi Ryn agar tidak berbuat macam-macam. Dan dalam keadaan seperti ini, Rosa sudah tidak punya nyali untuk mengajak Ryn mengobrol atau sekadar mengatakan ’hai’.

Rosa melepaskan ikatan di tangan sahabatnya. Anton yang sejak tadi berdiri di depan Ryn mulai merogoh sakunya. Diangkatnya sebuah dompet dan ponsel tinggi-tinggi. Dengan tertatih Ryn menegakkan tulang belakangnya. Diambilnya ponsel dan dompet itu. Ryn melangkah menuju pintu keluar, memutuskan untuk lari sejenak dari masalah ini. Entah menguap kemana kerapuhan tubuhnya tadi, seketika ia merasa mendapat kembali kekuatannya. Ia menatap Gino sekilas, melihat raut penyesalan itu sebelum ia benar-benar pergi.

Ryn menyeka air mata yang sedikit lagi akan mengenai lukanya, “Lo yang udah jebak gue di situasi ini. Lo tega, No!”

Hening sejenak, “Setelah semua yang udah kita lewatin, lo-“

Ryn sudah tidak tau harus berkata apa lagi. Saat ini ia benar-benar kecewa. Lagi-lagi rasa percayanya jatuh pada orang yang salah. Ryn mempercepat langkah menuju pintu keluar. Setidaknya ia harus membersihkan semua luka di tubuhnya dulu.

Seperginya Ryn dari ruangan itu, semua orang menatap Anton yang hanya tersenyum sinis.

Well, enough with the drama.

Laki-laki di sebelah kanan Gino menginjak punggung Gino. Lantas kepala laki-laki yang sudah tidak berjaket itu membentur lantai semen. Gino kembali melanjutkan tidur panjangnya.

[YS #1] Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang