Terkadang sulit untuk membedakan bubuk kopi dengan bubuk cokelat
ketika kau terlalu sibuk
membayangkan nikmatnya rasa yang kau cecap darinya
•••Selebrasi. Rasanya bahagia apabila mendengar kata itu. Pernah menyaksikan pertandingan sepak bola? Atau menonton final suatu kontes menyanyi? Pasti kalian berteman baik dengan kata ini. Merayakan, selebrasi biasanya dilakukan untuk merayakan keberhasilan dengan berbagai macam cara. Tapi tidak dengan yang satu ini.
Pesta besar-besaran itu digelar di diskotik -atau sebut saja markas Phantom Eagles. Di sana Ryn duduk terikat di salah satu kursi bar dengan mulut dilakban hitam, menyaksikan berpuluh-puluh anggota Phantom Eagles menyiapkan sebuah pesta untuk menutupi rencana mereka. Mereka mungkin terlihat bodoh mengundang musuh ke kandang, tapi mereka sendiri sudah mempersiapkan semua sesuai rencana, tak lupa dengan umpan mereka.
Setelah menerima pesan dari Ryn, Gino langsung mengabari timnya dan berangkat ke Jakarta Utara keesokan siangnya. Sebelum memutuskan berangkat, Gino dan tim sudah berdiskusi dan menyelidiki lebih lanjut profil Phantom Eagles semalam suntuk. Inilah saat yang ditunggu-tunggu Gino.
Tepat setelah jarum pendek jam mengenai angka tiga, mereka sampai di alamat yang dimaksud. Tempat itu tidak berjendela dan terletak di daerah yang cukup sepi. Beberapa laki-laki berjaket kulit dan dua orang polisi yang tidak berseragam mulai menjalankan rencananya. Sudah lama mereka menantikan momen ini. Pasalnya, pihak kepolisian selalu gagal menangani kelompok ini. Hingga akhirnya kasus ditutup. Entah apa atau siapa yang menjadi dalang di balik kasus ini, sesuatu yang berusaha menghentikan jalan kebenaran, yang semakin mengukuhkan idealisme sebagai omong kosong belaka.
Gino dan tim berpencar. Sebagian dari mereka masuk melalui pintu utama, pastinya dengan fake id. Sepasang demi sepasang. Begitu cara mereka masuk. Tapi tentu saja kehadiran anggota badan intelegen tercium oleh semua anggota Phantom Eagles.
DOR!
Suara jerit tertahan seorang laki-laki terdengar dari depan pintu. Seketika itu juga seluruh tim mengeluarkan senjata dan mulai adu tembak dengan anggota Phantom Eagles. Suara pecahan kaca dimana-mana. Anggota yang sudah tidak bersenjata memanfaatkan momen ini untuk lari puntang-panting keluar dari diskotik itu. Gino masih setia berdiri di depan pintu bersama laki-laki yang kini sudah bolong dadanya. Bersama sebagian tim yang bertugas menangkap anggota yang berusaha kabur.
Tujuan utamanya hanya satu; menghancurkan Anton dengan cara yang sama dengan caranya menghancurkan ayah. Bahkan lebih parah dari itu. Jika setelah menembak kerongkongan ayah Gino, Anton hanya mampu membakar hidup-hidup lalu membuang abu bakarannya karena jabatan, maka Gino akan membuatnya melihat dua kematian dengan mata kepalanya sendiri atau ia harus mendekam di jeruji seumur hidup bersama Arthur, ayah bajingan itu. Urusan Phantom Eagles, biar timnya yang mengatasi.
Sosok itu keluar. Gino tersenyum bengis. Dengan mini dress warna hitam dan heels warna senada, ia lari puntang-panting sambil menghantam apapun yang menghalangi jalannya. Gino menembakkan pelurunya tepat mengenai heels 7 cm itu. Kepala gadis itu mungkin saja bocor jika saja Gino tidak menangkapnya. Ditodongkannya pistol di kepala gadis berambut merah itu.
Gino membawa gadis itu masuk bersamanya. Seraya berjalan, ia mengaktifkan jam tangan yang sekarang beralih fungsi sebagai portofon.
“Agen 006 disini. 078, kondisi.”
“Roger that. Target utama lolos,” jawab Agen 078.
“Diterima.” Gino mendengus sebal menerima laporan tersebut. Sangat sulit untuk menaklukan leader Phantom Eagles itu. Gino mengitari ruangan itu, mencari sosok yang selama ini sangat ingin dibunuhnya. Mengabaikan beberapa anggota yang masih sibuk menembaki musuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[YS #1] Your Name
ActionHidup itu arena perjudian. Berani bertaruh berarti berani tanggung resiko. Seharusnya perjudian usai setelah ia menang. Tapi semua berubah ketika takdir dengan kejinya membawa kembali masa lalu yang ternyata masih bersambung. Semuanya baru saja dim...