Nyata

1.1K 78 4
                                    

Manda melihat Elina yang terbaring terpejam diatas bankar. Wajahnya tak lepas melihat wajah Elina yang pucat dan beberapa alat medis disana.

"El, cepet bangun. Kita nungguin lo" ucap Manda, air matanya menetes kembali. Esa yang melihatnya langsung mendekat, Angga yang tak mau kalah juga ikut mendekat.

"Lo jangan sedih" ucap keduanya bersamaan, tangannya juga menepuk pundak Manda yang bergetar. Manda menatap kedua pria didepannya yang saling tatap menatap.

"Lo kenapa sih Ngga, ngikutin gue aja" Angga mengeryit.

"Dia pacar gue kak" ucap Angga spontan. Esa tersenyum miring.

"Pacar?, pacar buat ngehindar dari Becca kan?" ucap Esa tanpa melihat situasi, semua yang berada didalam ruangan langsung mengarah kepada pria didekat Manda. Syifa dan yang lainnya membuka mulutnya syok.

"Maksud lo apa?" ucap Manda agak kencang, Syifa membisikan sesuatu. Membuat Manda menarik nafasnya.

"Sekarang gue minta lo pergi dari ruangan ini, gue butuh waktu buat ketemu lo lagi" Angga tak berucap, ia hanya keluar dan menatap Esa sekilas.

"Maafin gue Ngga"

Manda menelungkup kan wajahnya, pikirannya sedang. Masalah tentang Elina belum juga selesai kenapa bertambah Angga.

"Terus, maksud lo bilang sayang beneran sama gue itu apa?"

"Lo cuma abal abal?"

"Lo udah bikin gue kecewa Ngga, bikin kecewa"

"Manda?" panggil Esa, Manda mengangkat wajahnya menatap Esa.

"Ikut aku sebentar ya?" Manda memberi tatapan bertanya, Esa meyakinkan Manda.

"Oke" ucap Manda yang kemudian beranjak pergi bersama Esa.

Esa membuka kenop pintu, terlihat Angga yang sedang duduk diruang tunggu. Angga hanya menatap, tak ada suara dari ketiga pihak. Manda yang menatap mata Angga kemudian menatap Esa. Berusaha tidak terlihat kecewa dihadapan Angga. Esa memegang tangan Manda, menyelipkan jemarinya. Membuat Angga memerah, dan matanya mulai sinis.

Manda hanya kaku, ia bisa membaca raut wajah pria didepannya dengan jelas. Esa yang tidak mau, membuat keduanya tetap menatap, ia menarik tangan Manda untuk pergi dari hadapan Angga

Sampailah mereka ditempat dituju, gerobak bakso yang terpampang didepan Manda, membuat gadis itu mengeryit bingung.

"Saya tahu, kamu belum makan dari tadi. Jadi kamu makan dulu" ucap Esa lirih.

"gue sudah kenyang" ucap Manda cuek.

"Nggak usah sok cuek sama saya, sekarang duduk dan tunggu saya" mau tidak mau Manda pun menuruti apa yang dimaui Esa, Esa tersenyum. Kemudian ia memesankan bakso beserta minumnya. Hingga pesanan keduanya pun jadi. Manda memakannya dengan lahap.

"Gitu sok Sokan nggak mau, kasihan kan lambungnya" Manda berhenti sejenak dan beralih minum.

"Udah nggak usah kaku gitu, mending santai aja sama saya" ucap Esa lagi.

Hingga makanan keduanya habis, Esa menarik tangan Manda dan mendekatkan di dadanya. Manda yang tak tahu harus berbuat apa hanya diam dan menatap bingung Esa didepannya.

"Amanda Gabriela Manopo Lugue, disini saya mau bilang sama kamu. Bahwa aku mencintaimu" ucap Esa yang membuat Manda melototkan matanya.

"Saya mau kamu jadi pacar saya" Manda reflek melepaskan tangannya.

"Kalau kamu nggak mencintai saya, ya udah itu hak kamu. Yang penting saya sudah jujur"

"Lo apaan sih?"

"Saya tahu, kamu mencintai Anggakan?, mencintai adik saya?"

"Kamu nggak papa pilih dia"

"Sa, sorry gue nggak bisa Nerima lo jadi pacar gue. Gue emang suka Angga, sejak satu bulan yang lalu" Esa tersenyum.

"Tapi kita tetep bisa temenan kan?" ucap Manda dengan tangan mengepal ke arah Esa, Esa membalasnya.

"Teman"

*****

Elina mengerjapkan matanya berkali kali, matanya menangkap sosok Bryan yang tengah tersenyum padanya. Bibir Elina tersenyum lemah.

"Bastian?, Lo disini" ucap Elina yang membuat Bryan tetap tersenyum sedih. Tangannya memegang tangan Elina.

"Gue disini, nemenin Lo" Ucap Bryan yang kemudian menatap Syifa, memberi kode supaya menelepon Bastian. Syifa mengangguk.

"Bryan?" ucap Elina yang sudah sadar bila didepannya ini bukan Bastian, matanya mencari cari Bastian.

"Lo cari Bastian?, dia tadi ketoilet sebentar"

"Jadi tadi beneran Bastian?" Bryan mengangguk.

"Lo sih, tidur nggak bangun bangun"

"Ih apa sih Bry, Lo gaje" Elina tertawa pelan.

Beberapa menit, Elina mulai bingung. Kenapa Bastian belum juga muncul, Bryan, dan Syifa saling melihat satu sama lain. Berharap orang yang ditunggunya datang.

"Bastian lama banget sih di toilet?" ucap Elina

"Tadi beneran Bastian kan Bry?" tanya nya lagi, Bryan hanya mengangguk. Selang beberapa menit pintu terbuka, wajah Elina tersenyum lebar. Namun, senyumnya pudar seketika karena ia bukan yang diharapkannya.

"Selamat sore, adik saya periksa dulu ya?" ucap suster sambil memeriksa infus Elina. Tak selang beberapa lama muncul seseorang lelaki yang membuat Elina tambah bahagia.

"Bastian?" Bryan mundur dari tempatnya semula, ia tersenyum paksa.

"Lo kenapa?, nih kotak musik dari gue" ucap Bastian meletakkan kotak musik serta buah buahan dinakas sampingnya.

"Gimana sus, keadaan dia?" tanya Bastian

"Ya masih sama dek, tapi ini lebih baiklah" ucap suster

"Ya udah saya permisi dulu, Dek jangan lupa obatnya segera diminum" ucapnya lagi yang kemudian pergi.

"Buruan diminum obatnya, biar cepet sembuh terus jalan sama gue" Elina tersenyum malu.

Bryan menatap dua insan didepannya dengan nafas memburu, sekarang ia sangat cemburu. Kenapa cintanya bertepuk sebelah tangan. Bryan menatap keduanya sendu.

"Bryan suka sama Elina?" bisik Syifa, membuat Bryan terperanjat kaget.

"Nggak usah bohong sama Syifa, udah kelihatan" tambahnya lagi.

"Apaan dah"

"Bryan nggak cemburu, mereka suap suapan lo" tambah Syifa lagi dengan senyumnya.

"Syifa tau Bry"

"Diem aja deh"

Syifa tertawa terbahak melihat wajah Bryan yang memerah, Elina dan Bastian menatap bersamaan.

11--Si ASE--

Si ASE (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang