Dear Melody

3.4K 236 6
                                    

Sudah beberapa hari sejak pengumuman akan diadakannya turnamen Triwizard terjadi. Melody, entah kenapa berjalan muram sendirian diatas gedung kastil Hogwarts. Tatapannya kosong, 

"Bukan hal yang aneh, mimpi itu... hanya mimpi."

Melody mengedipkan matanya beberapa kali, balasan surat dari Sirius mengiang di kepalanya. Bukan itu yang diinginkanya, bukan hanya kata - kata yang sudah diketahuinya. Melody terdiam menatap ketanah yang jauh dibawah sana, pikiran gila melintas dibenaknya, mungkin dia akan terjun, jadi semua bebannya hilang.

Tapi, dia menghela nafas dan mundur dua langkah dari tepi pembatas. "Kau kenapa hey ?" Melody berbalik dan tersenyum kecil. "Hallo." katanya ramah, "Hallo ? Um... Namaku Louis Tomlinson, kau Melody Potter kan ?" kata pria berambut coklat itu, Melody mengangguk. Louis duduk diatas atap, kakinya menggantung kebawah. "Sedang apa disini ?" tanya Melody, senang ada yang bisa diajak bicara. "Harusnya aku yang tanya, biasa aku selalu kesini kalau ada pikiran. Kau ?" kata Louis.

"Oh... Kurasa sama, otakku sedang kelebihan beban." kata Melody, dia ikut duduk disebelah Louis dan tersenyum menatap lawan bicaranya. "Oh begitu ? Kukira orang macam kau tak bisa punya beban pikiran, kau tahu kan ? Kau seorang penyihir istimewa." kata Louis. Melody tersenyum, "Menjadi penyihir istimewa bukan berarti aku orang sempurna dan tak punya masalah hidup kan ?"

Louis mengangkat bahunya, "Mungkin saja." katanya, "Memangnya masalahmu apa ?" tanya Melody, Louis menatap Melody dengan tak yakin, lalu dia mengalihkan wajahnya. "Sepupuku sedang galau." katanya. "Sepupumu yang mana ?" kata Melody, "Harry Styles." kata Louis.

"Oh... Dia, kenapa dia ?" kata Melody. "Biasa, dia sih masalahnya...

-oOo-

Melody berjalan santai dengan jubah dibahunya. Dia sedang menuju aula besar. Disana dia menemukan kakaknya bersama teman - temannya. "Dia fantastik sekali." kata Fred bersemangat, matanya berbinar. "Siapa ?" tanya Melody, dia duduk di sebelah Harry. "Kau tahu kan ? Mad-Eye Moody." kata Fred. "Tidak kalau kau sudah dikutuk olehnya." kata Liam, wajahnya terlihat lelah, dia duduk disebelah Ginny. "Memangnya Mad-Eye ngapain ?" kata Melody tertarik.

"Dia mengajar dengan cara yang berbeda." kata George, "Sial, kita dapat dia baru kamis." kata Ron yang telah membaca jadwalnya. Melody mengedikkan bahunya dan mengambil sepiring makanan.

Kamisnya, anak - anak kelewat bergairah untuk mengikuti pelajaran Profesor Moody. Mereka sudah menunggu didepan kelasnya lima menit sebelum bel. Bahkan, Harry dan Ron duduk dibangku paling depan. Melody dan Liana duduk dibangku ketiga dari belakang. mereka mengeluarkan buku mereka saat bunyi tak - tok terdengar memenuhi ruangan kelas.

Dia langsung mengabsen anak - anak. Setelah itu...

"Aku, Moody, mantan Auror. Akan mengajari kalian beberapa hal penting lalu kembali ke masa pensiunku yang tenang." katanya, "Anda tak tinggal ?" celetuk Ron, Moody menatapnya sebentar lalu menatap absen. "Weasley ya ? Ya - ya, ayahmu membantu beberapa hari lalu. Benar, aku tak tinggal. Aku datang membantu Dumbledore lalu pergi dan Bye!" katanya.

Kelas terdiam dan telinga Ron sedikit memerah. "Aku sudah menerima laporan dari profesor Lupin, kalian sudah belajar Red Cap, Hinkypunks, dan Werewolf. Tapi kalian sangat ketinggalan! Benar - benar ketinggalan!" katanya menyeramkan. "Kalian tak akan bisa jadi penyihir hebat kalau tidak tahu ini..." dia menulis pada papan tulis, "Kutukan tak termaafkan." katanya sambil menulis. Melody mengerutkan dahi.

"Ada yang tahu salah satu kutukan ini ?" katanya, seisi kelas - dan Melody heran sekali karena Neville juga angkat tangan - mengangkat tangan mereka. "Ya, Mr Weasley ?" kata Moody menunjuk Ron, "Um... ayah saya pernah bercerita. Kutukan Imperius."

Harry Potter and the Goblet of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang