“Ibu belum tidur?”
Vano tersenyum, mendekat pada wanita yang ditemukannya sedang merenung di sofa bed, tempatnya biasa menghabiskan waktu.
“Vano…” Wanita itu tersenyum tipis. Memandang sayu pada anak lelakinya yang telah tumbuh dewasa. Sulit baginya menyadari jika anaknya telah sedewasa ini, senyum tulus terukir indah di wajahnya yang tidak kencang lagi.
Lelaki itu mendekat, mengecup pipi ibunya dengan sayang. Duduk di sampingnya setelah meletakkan jas dan tasnya di meja lalu menyandarkan kepalanya di bahu wanita tersebut. Vano memejamkan mata, bermanja-manja pada ibunya yang sangat menyayanginya.
“Kamu tidak mandi?” Tanya wanita itu galak.
“Sebentar lagi, bu.” Ucapnya memeluk tubuh ibunya. “Aku sangat merindukan ibu.” Lalu mengecup kembali pipi ibunya.
“Anak nakal!” Ujarnya mencubit pipi kanan lelaki tersebut. Sampai kapanpun, baginya Vano tetap anak kecil yang menggemaskan. Anak yang selalu menurut dan dia menyayanginya dengan sepenuh hati.
Vano menyengir lebar, begitu bahagia melihat wajah tersenyum ibunya. “Ibu sudah makan?” Wanita itu tampak berpikir sejenak. “Ibu mau makan lagi? Ayo makan lagi, bu, aku lapar.” Ajaknya manja.
Ibunya mengangguk. “Baiklah. Ayo kita makan.”
Betapa bahagianya Vano. Dia langsung beranjak dari sisi wanita tersebut. Menyambar tas dan jasnya dan memasuki kamarnya. Wanita itu menggelengkan kepala. Lihatlah, dia selalu menganggapnya sebagai anak kecil. Dan Vano membuktikannya dengan sikapnya barusan. Tersenyum lebar dan berlari ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi lelaki itu untuk menyelesikan mandinya. Dia keluar dari kamarnya dengan keadaan segar dan wangi. Kembali menghampiri wanita yang masih setia duduk di soda bed.
Wanita itu mengacak rambutnya gemas. “Ayo kita makan, ibu. Aku sudah memesan makanan.” Ucapnya bersemangat. Bertepatan dengan itu, bel pintu rumah mereka berbunyi. “Itu pasti makannya.” Tambahnya yakin. Vano bergegas menuju pintu.
Mengucapkan terima kasih setelah membayar tagihan makanan, Vano melebarkan senyumnya pada wanita tersenyum. Lelaki itu meletakkan di atas meja, lalu berlalu ke dapur untuk mengambil keperluan lainnya.
“Ibu harus makan banyak.” Kata Vano bersemangat. Menambah isi piring ibunya.
“Sudah, Vano, perut ibu tidak muat memakan ini semua.” Wanita itu meringis. Lalu menambah pada piring anaknya. “Kamu juga harus banyak makan. Agar kuat, tidak mudah terserang sakit.” Lelaki itu tersenyum. Mengangguk lalu mereka mulai makan di ruang tamu.
“Vano…” Tiba-tiba ibunya kembali bersuara beberapa saat kemudian. “Ayah kamu kenapa belum pulang? Ibu merindukannya.” Tambahnya pelan. Kedua matanya berkaca-kaca menahan air matanya yang hendak jatuh.
Vano tersenyum sedih. Mendekat pada ibunya yang sedang sedih. “Ibu yang sabar. Ayah pasti pulang.”
“Kapan?” Tanya wanita itu menuntut.
Lalu Vano memaksakan senyum di wajahnya. “Besok, bu. Besok pasti ayah pulang.” Janjinya yakin.
“Benarkah?” Lelaki itu mengangguk tanpa melepas senyum di wajahnya. Tidak ingin mengecewakan ibunya. “Kamu tidak berbohong kan?” Tanya wanita itu seperti anak kecil. Mendapatkan janji dibelikan permen oleh ayahnya.
“Tidak, bu. Besok ayah pasti pulang.” Wanita itu terdiam beberapa saat. Vano mengelus-elus punggung ibunya dengan sayang. “Ibu mau berbicara? Aku akan menelpon seseorang.” Tambahnya tersenyum cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]
RomanceBroken Angel [TBS #2] . . . Memiliki seorang ibu yang jauh dari kata normal, membuat Vano menutup diri dari sekitarnya. Dulu ketika dia masih sekolah, teman-temannya merencanakan sebuah insiden untuk mencelakai ibunya. Vano tidak membalas perbuatan...