"Terima kasih." Vano tersenyum dan mengangguk pelan. Baru saja menurunkan wanita itu di depan pagar rumahnya. Mereka memang kerap bersama, Vano selalu mengantarnya pulang. Tetapi untuk pagi hari, wanita itu ke kantor sendiri. Tidak ingin merepotkan Vano dengan perjalanan jauh karena menjemputnya.
Vano bersikukuh, sehingga Qiran tidak memiliki pilihan lain selain membiarkan Vano mengantarnya pulang. Qiran meminta Vano menurunkannya di depan pagar rumahnya, kedua orang tuanya begitu sibuk sehingga Vano tidak pernah bertemu dengan mereka.
Lelaki itu ingin sekali bertemu dengan mereka. Sebagai lelaki dewasa, Vano tidak ingin menjalin hubuangan seperti remaja. Dia ingin kedua belah pihak keluarga saling mengenal, karena hubungan itu akan berlanjut serius. Tidak ada rencana untuk bermain-main lagi. Umur mereka bukan belasan tahun lagi.
"Kapan orang tuamu kembali?" Tanya Vano menghentikan Qiran yang hendak turun. Wanita itu menoleh. Menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. Vano mengernyit tidak mengerti.
"Mereka begitu sibuk. Cabang di Kalimantan sedang ada masalah. Mungkin orang tuaku tidak pulang beberapa bulan ini." Jawabnya menjelaskan. Beberapa kali Vano ingin bertemu dengan orang tuanya, namun hingga saat ini belum kesampaian. Tetapi lelaki itu tidak pernah bosa menanyakannya.
"Kemana abang kamu? Bukankah dia yang selama ini mengelola usaha orang tuamu?"
Qiran menghela nafas panjang. "Abangku tidak bisa fokus pada pekerjaan. Dia memiliki anak yang membutuhkannya." Vano mengernyit. Tetapi Qiran kembali melanjutkan. "Nanti akan kukabari jika kedua orang tuaku sudah kembali." Jawabnya.
Vano mengangguk dan tersenyum. Membiarkan wanita itu turun dan menunggu kepergiannya. Vano kembali mengangguk ketika Qiran mengatakan untuk berhati-hati.
Vano menyetir dengan kecepatan rata-rata, tubuhnya yang kelelahan ingin langsung beristirahat, namun demi keselamatan, lelaki itu tidak ingin mengambil resiko. Sehingga meskipun sedikit lama, dia tetap menikmati perjalanannya.
Memberikan kunci pada penjaga rumahnya, Vano mendorong pintu dan melangkah masuk sambil memegang tas kerjanya. Melonggarkan dasi yang begitu menyiksa, seolah ingin mencekiknya. Tetapi tida berniat membukanya sejak keluar dari kantor.
"Kamu sudah pulang?" Vano disambut hangan oleh ibunya. Shakila tersenyum lebar dan memeluk anaknya. Vano mengelup pipi wanita itu. Mengangguk dan kemudian duduk di sampingnya.
"Ibu menunggu ayah?" Tanya Vano mengernyit.
Shakila menggeleng cepat. "Tidak. Ayah kamu sudah pulang dari sore." Vano mengernyit. "Kami menunggu kamu." Ucapnya.
"Menungguku?" Vano membeo. Shakila kembali tersenyum lebar dan mengangguk antusias.
"Ayah kamu ulang tahun. Kami memasak makanan kesukaanmu. Bergegaslah mandi, kita akan makan bersama." Jelasnya.
Vano tersenyum sambil mengangguk. Bergegas ke kamarnya utnuk membersihkan diri. Meskipun dia begitu kenyang, sebelum pulang menyempatkan makan malam bersama Qiran, namun Vano tetap mengiyakan ajakan ibunya. Dia tidak ingin mengecewakan wanita itu, Vano kembali makan dengan lahap. Vano tidak bisa menghitung berapa kali dia melakukan hal tersebut. Sejak dulu dia lebih mengutamakan ibunya daripada dirinya sendiri.
Setelah dia membersihkan tubuhnya. Vanomenemukan kedua orang tuanya menunggu di meja makan. Kue tart di depan Andhy tampak begitu menggiurkan. Vano yakin jika kedua orang tuanya yang mengadon dan menghiasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]
RomanceBroken Angel [TBS #2] . . . Memiliki seorang ibu yang jauh dari kata normal, membuat Vano menutup diri dari sekitarnya. Dulu ketika dia masih sekolah, teman-temannya merencanakan sebuah insiden untuk mencelakai ibunya. Vano tidak membalas perbuatan...