Broken Angel - 22

7.6K 640 85
                                    

"Mbak, aku melihat pak Vano semakin berbeda."

Qiran melirik biang gosip di sampingnya. Salwa dengan ekspresi stress sembari memijit batang hidungnya duduk di samping wanita tersebut.

"Berhenti membicarakannya, Salwa!" Qiran mendesis. Tetapi Salwa tetap saja bersikukuh ingin membicarakan lelaki tersebut.

Memang hubungan mereka tidak lagi seperti dulu. Qiran dan Vano kian merenggang setiap harinya. Bahkan Vano tidak pernah lagi sibuk menggoda wanita itu di sela-sela kesibukannya.

Qiran dan Salwa menghabiskan waktu istirahat berdua saja. Terkadang bersama beberapa rekan kerja lainnya.

Sedangkan Vano sibuk dengan urusannya. Menelpon di saat luang dan terdengar jika dia sedang jatuh cinta. Beberapa kali Qiran mendengar lelaki itu menyatakan cinta pada wanita yang sedang ditelponnya. Tersenyum-senyum sendiri dan tidak jarang tergelak. Setelah itu Vano kembali semangat, seperti baru saja mendapatkan suntikan energi setelah menelpon.

Lelaki itu tidak pernah mengajak Qiran makan di luar lagi seperti yang lalu. Mereka hanya bersama jika ada pekerjaan saja. Vano menjaga jarak, sama sekali tidak seperti lelaki yang dikenalnya selama ini.

Dia bahkan menugaskan Qiran mengosongkan jadwal siangnya untuk keluar. Makan siang bersama wanita yang dikenalnya bernama Samatha.

"Aku mendengar, Pak Vano akan bertunangan dengan wanita itu." Qiran terdiam. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Qiran merutuk dirinya, begitu lemah pada kabar yang diberikan oleh Salwa.

Meskipun kebenarannya dia yang mencampakkan Vano terlebih dahulu. Namun dalam relung hatinya, Qiran merindukan lelaki menyebalkan yang membuat perasaannya tidak karuan.
Sial. Ada apa ini?

"Mereka cocok memang. Pak Vano memilih wanita tepat untuk pendampingnya. Tetapi tetap saja aku tidak rela! Pak Vano pernah dekat dengan mbak. Memberikan mbak bunga meskipun itu dari ibunya." Salwa terus berbicara. Tanpa sadar meremas jantung Qiran begitu dalam.
Wanita itu mengernyit. Menatap Qiran beranjak dari kursinya. Salwa terbata, menghentikan Qiran karena dia belum selesai berbicara.

Gadis polos yang menyebalkan. Qiran memaki dalam hati. "Aku ke toilet sebentar. Kamu berisik sekali. Menggangguku saja." Decaknya kesal.
Gadis polos itu menyengir tanpa dosa. "Aku ikut, mbak. Aku juga ingin ke toilet." Ucapnya menghampiri Qiran.

"Tidak!" Qiran menggeleng. "Jangan mengikutiku!" Qiran kembali berdecak. "Cari toilet lain. Aku tidak ingin satu toilet denganmu." Tambahnya galak. Salwa mengernyit tidak mengerti, mengecurutkan bibirnya, memohon melalui tatapannya pada Qiran.

"Mbak..."

"Jangan mengikutiku!" Qiran tetap bersikukuh. Lalu melangkah cepat meninggalkan Salwa di kubukelnya
Menutup pintu toilet, Qiran menatap wajahnya di pantulan cermin. Meskipun terlihat tegar, tetapi dia hanyalah seorang wanita biasa yang dikodratkan lemah dan membutuhkan perlindungan.

Kedua irisnya memanas, wanita itu menunduk lesu. Tubuhnya bergetar hebat, isaknya teredam oleh keran yang mengalir deras.

Tidak pernah terpikiri olehnya jika sesakit ini mendengar lelaki itu memiliki wanita lain. Menjalin hubungan serius tanpa adanya dia di antara mereka.

Semua perhatian lelaki itu tercurahkan pada wanita bergaun hijau jambrut yang ditemuinya dua bulan yang lalu. Qiran semakin terisak.

Selama itu dia merasakan sakit ketika melihat lelaki yang membuat perasaannya bercampur aduk. Namun harga dirinya dan ego yang tinggi membuatnya terjebak pada perasaan yang sebisa mungkin di elak olehnya.

Dia kalah. Tersisihkan. Terabaikan. Dan bukan apa-apa lagi di hati lelaki itu.

Sakit yang luar biasa. Entah sampai kapan dia bisa bertahan pada belenggu perasaan ini. Qiran menyerah, tetapi melihat lelaki itu saja dia tidak sanggup.

Qiran ingin berhenti. Mengabaikan semua yang berhubungan dengan lelaki itu. Tetapi dia bukan lagi seperti dulu. Bersembunyi pada luka yang pernah dirasakannya.

Lukanya belum mengering, perihnya masih menyiksa. Kini luka itu semakin menganga, mempora-porandakan hingga Qiran hanya bisa berpasrah diri.

Terlalu menyesal. Begitu takut. Keraguannya semakin menjadi. Dia tidak berani melangkah. Ingin tetap berdiri di tempat. Namun tubuhnya tidak kokoh lagi. Membutuhkan penopang agar tetap berdiri tegar.

Penopang itu tidak ada lagi. Telah pergi untuk menopang yang lain.

Semua berasal dari kesalahannya. Lelaki itu menawarkan perasaan baru untuknya. Namun ketakutannya untuk memulai menghancurkan semua.

Kini hanya penyesalan yang semakin menggerogoti hati dan tubuhnya semakin dalam.

***

Jakarta, 03 Juli 2017

Kenapa jadi kasian sama Qiran yak?!
😂😂😂

Salwa biang kerok sih
😠😠😠

Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang