Shakila melirik jarum jam yang tertengger di dinding. Dia cemberut dan menunduk lesu. Merosotkan tubuhnya di atas sofa yang sejak tadi didudukinya. Shakila menekan-nekan remote televisi tanpa melihat layar lebar di depannya. Dia mencari sesuatu yang mungkin bisa mengusir kejenuhannya.
Biasanya dia telah tersenyum lebar di saat ini. Bertemu dengan suaminya yang sejak pagi bekerja. Hanya bertukar suara melalui telephon, dan terkadang menggunakan aplikasi canggih untuk saling menatap wajah masing-masing yang berlainan tempat.
Suara derungan mobil membuyarkan lamunan Shakila. Dia mendongak semangat dan menajamkan telinga. Dia tidak salah mendengar, wanita itu tersenyum lebar. Beranjak dari sofa dengan langkah lebar-lebar.
Membuka pintu rumahnya, dia menemukan lelaki yang ditunggunya sejak tadi berjalan di teras rumah. Shakila menyambut dengan suka cita. “Andhy…”
Lelaki itu tersenyum meskipun dihiasi wajah tegang karena kelelahan. Namun secara perlahan mulai mengendur menjadi rileks. Lelaki itu menangkupnya, memeluknya erat sembari tersenyum lebar.
“Kamu lama sekali.” Gerutunya di dada lelaki tersebut.
“Maafkan aku, Sha. Aku memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditunda.” Ucapnya. Shakila mengangguk sembari tersenyum. Dia memafkan lelaki itu. Suaminya kembali memeluk erat.
“Aku membawa sesuatu untukmu.”
“Benarkah?”
“Iya…, tunggu sebentar lagi.” Andhy memberikan tas kerjanya pada pelayan rumah. Andhy menggendong Shakila tiba-tiba sehingga wanita itu memekik. “Kamu tidak mengenakan alas kaki? Dimana sendal kamu?” Tanyanya ketika melihat kaki Shakila polos tanpa alas kaki.
“Hem…,” Shakila berusaha mengingat-ingat. “Mungkin di ruang televisi atau di kamar. Aku tidak tahu.” Jawabnya memeluk leher Andhy erat.
“Baiklah. Kita akan mencarinya nanti. Tapi jangan biasakan tidak mengenakan alas kaki.” Shakila mengangguk semangat. Lalu tergelak ketika lelaki itu mengecupnya. “Kamu sudah mandi?” Shakila kembali berdehem.
“Sepertinya sudah.” Jawabnya ragu.
“Apa kamu membasuhnya dengan bersih?”
“Iya.” Shakila mengangguk membenarkan.
Lelaki itu memicing. “Kamu yakin? Menggosok badan kamu saat mandi?” Andhy berdehem ragu. “Aku tidak yakin.” Ucapnya. Shakila memajukan bibir bawahnya. “Bagaimana kalau kita mandi lagi?” Lalu wanita itu kembali mengangguk. Andhy tergelak dan membawanya ke kamar.
Menemukan wanita itu dengan senyum saat menyambutnya, hilang semua rasa penat dan ketegangan dalam tubuhnya. Meluap begitu saja tanpa disadarinya. Pengaruh wanita itu teramat besar baginya, meskipun keadaannya jauh dari kenormalan wanita umumnya.
Bagi Andhy, bersamanya dan melihat senyum itu lebih dari cukup. Tidak peduli dengan tanggapan orang di luar sana. Dia hanya menginginkan wanita itu dan anak mereka.
“Aku memiliki kabar gembira.” Shakila memutar tubuhnya menghadap Andhy yang sedang mengeringkan rambutnya. Wanita itu kembali mandi bersama Andhy meskipun sebelumnya telah mandi.
“Apa itu?” Tanya Andhy mengernyit, mengelus-elus rambut Shakila yang setengah kering.
Shakila tampak antusias. “Aku melihat Vano bersama seorang gadis.” Shakila tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit. Begitu semangat memberitahukan hal tersebut pada suaminya. “Sepertinya dia gadis yang baik. Dia berbicara padaku.” Tambahnya memeluk Andhy.
“Benarkah?” Shakila mengangguk antusias. Mengelus puncak kepala Shaklia dan kemudian mengecupnya sayang. Seulas senyum terukir di wajahnya yang mulai mengendur. Dia merasakan Shakila mengangguk di dadanya. Sudah sangat lama sekali Andhy tidak pernah melihat Shakila sesemangat dan seantusias begini. Meskipun keadaan Shakila tidak begitu baik, namun dirinya tetap memikirkan Vano. Putra satu-satu yang dimilikinya itu hingga saat ini tidak pernah bersama dengan seorang wanita. Dua puluh tujuh tahun bukanlah umur muda lagi. Sudah seharusnya Vano membina rumah tangga bersama wanita yang dicintainya.
“Aku menyuka gadis itu.” Kata Shakila menatapnya.
Andhy tersenyum canggung. Banyak pertanyaan menggerogoti dirinya. Perasaan bahagia membuncah dalam dirinya dengan berita ini. Namun banyak pertimbangan yang membuatnya ragu untuk bahagia sepenuhnya.
Lelaki itu tidak ingin Shakila berharap banyak. Meskipun gadis itu baik seperti perkataannya barusan. Namun, mampukah gadis itu menerima mereka?
“Kita akan membicarakannya dengan Vano.” Kata Andhy mengecupnya.
Kedua iris Shakila berbinar. “Benarkah?”
“Ya, tentu saja.” Jawab Andhy membenarkan.
Shakila kembali memeluknya, begitu bahagia. “Aku senang sekali.” Ucapnya. “Vano memiliki gadis itu.”
Andhy tersenyum, memeluk wanita itu lebih erat lagi. Demi kebahagiaan Shakila, Andhy akan melakukan apapun untuknya. Tidak peduli dengan berapa besar pengorbanannya, meskipun itu harus merendahkan diri. Dia akan melakukannya.
***
Jakarta, 27 Juli 2017
Baru sadar kalo nama gua ada "Andi"nya juga 😂😂
Anjay dah.
Minal Aidzin Wal Faidzin gaes. Mohon maaf lahir dan Bathin ya.
Oya, gua punya OA Line khusus buat Wp. Di add ya gaes.
@mwl3349u
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]
RomansaBroken Angel [TBS #2] . . . Memiliki seorang ibu yang jauh dari kata normal, membuat Vano menutup diri dari sekitarnya. Dulu ketika dia masih sekolah, teman-temannya merencanakan sebuah insiden untuk mencelakai ibunya. Vano tidak membalas perbuatan...