"Anda tidak apa-apa?"
Qiran mengangkat kepala. Vano mengernyit dan memegang handphone di tangannya. Seperti sedang menelpon seseorang.Qiran menggeleng. "Saya tidak apa-apa, pak." Jawabnya pelan. Melanjutkan langkah gontai menuju kubikelnya.
"Kamu yakin, Qiran?" Vano menghentikan langkah Qiran, mendekat dan memegang wajah pucat wanita itu.
Qiran berusaha tampak baik-baik saja. Tersenyum tipis dan menyembunyikan wajahnya. "Saya okay, pak." Jawabnya.
Vano mengangguk. "Oh, baiklah." Jawabnya. "Pulanglah jika kamu merasa tidak enak badan. Ambil cuti untuk beristirahat."
Qiran kembali menggeleng. "Saya tidak apa-apa, pak. Permisi."
"Baiklah. Lanjutkan bekerja jika kamu masih sanggup." Vano memutar tubuhnya. Kembali menempelkan handphone di telinga dan terkekeh tanpa menoleh pada Qiran yang sedang menatap kepergiannya menuju lift.
Semakin teriris. Jantungnya kembali berdentam kuat. Sebisa mungkin menghalau agar air matanya tidak menetes lagi.
Menghabiskan satu jam di kamar mandi sepertinya tidak menghabiskan air mata wanita itu. Pelupuknya memanas, dan kedua irisnya berkaca-kaca siap meluncurkan cairan bening itu lagi.
Kepala Qiran berdenyut nyeri. Pandangannya mulai mengabur. Berusaha melebarkan pandangan untuk sampai di kubikelnya.
Menghela nafas panjang, Qiran duduk di kursinya. Menopang dagu dan memejamkan mata barang sejenak.
"Mbak..., ini dari pak Vano. Tadi pak Vano mencari mbak." Qiran membiarkan Salwa begitu saja. Meletakkan map di mejanya dan berharap gadis itu segera pergi. "Mbak kenapa? Mbak pucat sekali!" Salwa mulai khawatir.
Qiran mengumpat dalam hati, air matanya meluruh begitu saja ketika membuka kedua kelopak matanya. Salwa melihatnya, tidak ada alasan lagi baginya untuk menutupinya.
"Mbak kenapa? Mbak sakit?" Salwa memegang wajah Qiran yang membengkak.Wanita itu mengangguk dan beralilbi memegang perut. Salwa semakin khawatir, tetapi sedikitnya merasa lega.
"Mbak datang bulan?" Wanita itu mengangguk lemah. "Ayo, mbak, aku akan mengantar mbak pulang."
Qiran diam. Meneteskan kembali air matanya Sedangkan Salwa sibuk membereskan meja dan memasukkan semua barang-barang wanita itu ke dalam tas.
"Mbak, aku akan mengantar mbak pulang. Mbak masih kuat kan? Kita ke rumah sakit dulu atau bagaimana?"
Qiran hanya mengangguk. Salwa memapah wanita itu keluar dari kubikelnya. Raffa, rekan kerja mereka menghampiri keduanya. Salwa menjelaskan jika Qiran sedang kesakitan.
Lelaki itu menggendong Qiran, membawanya keluar ruangan dan Salwa mengikuti dari belakang.
Salwa memanggil taksi, Raffa memasukkan wanita itu ke kursi penumpang. "Tolong urus surat izin kami, saya akan mengantar mbak Qiran." Kata Salwa sebelum mereka pergi.
Raffa mengangguk, lalu memandangi kepergian taksi tersebut. Kembali masuk ke kantor untuk melanjutkan pekerjaan.
Qiran menyandari di bahu Salwa, semakin terisak pilu. "Sakit." Bisiknya pelan. Salwa semakin khawatir, Qiran menolak ketika dia mengajaknya ke rumah sakit.
"Mbak, aku takut kalau mbak kesakitan begini." Kata Salwa bergetar. Memeluk wanita yang telah di anggap sebagai kakaknya. "Jangan sakit, mbak. Aku janji tidak akan melawan mbak lagi."
Qiran semakin kelelahan. Memejamkan mata dan membiarkan air matanya mengering di wajah. Salwa mengelus-elus punggung wanita itu dengan sayang, bagaimana pun juga, keduanya sangat dekat sejak mengenal.
Bagaimana pun dengan Salwa, Qiran lebih percaya padanya dibandingkan dengan yang lain. Meskipun menangis dan menumpahkan sesaknya, dia merasa lebih nyaman.
***
Jakarta, 04 Juli 2017
Buat Qiran. Gua tau apa rasanya. Sakit banget.
Mungkin salah lu nolak Vano. Tapi yakinlah, setiap kali ngeliat orang kita tolak dapat pasangan baru. Nyeri itu ada.
Pasti. Gua paham. Rasanya waktu pengen di ulang kembali.
.: Dan..., buat elu yang sedang tersenyum :.
Mendekat. Tersenyum
Mencari alasan untuk menyebut namaku
Bagai mantra
Kau ucap berkali-kali
Senyummu melebar
Diamku paham
Tatapanmu mengarti
Tapi...
Jangan lagi
Tinggalkanlah
Aku bukan dia
Bukan perbedaan
Bukan pula tahta
Aku bukan dia
Hanya sesaat
Tinggalkanlah
Gapai dia
Sirnakan
Penyesalan di akhir
Kejarlah
Gapai
Sinyalku padam
Hatiku tertutup
Selamat tinggal
***
Maaf
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]
RomanceBroken Angel [TBS #2] . . . Memiliki seorang ibu yang jauh dari kata normal, membuat Vano menutup diri dari sekitarnya. Dulu ketika dia masih sekolah, teman-temannya merencanakan sebuah insiden untuk mencelakai ibunya. Vano tidak membalas perbuatan...