Salwa mengangkat kepala. Menemukan Qiran duduk di depannya sembari membawa baki berisi makan siangnya. Keduanya duduk di meja kantin paling pojok.
Salwa membuang pandangan. Sama sekali tidak mengacuhkan keberadaan Qiran di depannya. Dia melanjutkan makan sembari mengecek handphone.
"Salwa." Qiran memanggilnya, tetapi Salwa tetap diam. "Aku sudah memikirkan gaun untuk pesta." Sambungnya.
Salwa tidak menghiraukannya. Kembali melanjutkan makan seolah mereka tidak ada Qiran di depannya.
Qiran tidak mau kalah mencari perhatian Salwa. Dia kembali berbicara setelah menelan makanannya. Satu persatu orang di sekitarnya kembali menjauhinya karena sifat tempramen yang dimilikinya. Qiran tidak ingin dijauhi lagi. "Hijau jamrud sepertinya warna yang cocok seperti usulanmu kemarin." Tambahnya lagi.Salwa menghela nafas panjang. Menghabiskan makanannya dengan cepat. Lalu meneguk air mineral dari gelasnya. Dia hendak beranjak meninggalkan Qiran yang sangat berharap memaafkannya.
"Salwa, maafkan aku. Aku egois. Aku tidak memikirkan kamu." Salwa diam, menghentikan langkahnya meskipun tidak menoleh ke belakang. "Ayo kita pergi ke pesta." Ajaknya lembut.
Salwa tetap tidak mau menoleh. Kembali melangkah dan meninggalkan Qiran semakin sedih. Wanita duduk lemas, sama sekali tidak selera makan lagi.
Rasa laparnya beberapa saat yang lalu menguap begitu saja. Dia merasa tidak berguna.
Meninggalkan bekas makanannya di meja, Qiran beranjak dari kantin menuju kamar mandi. Mencuci wajahnya dan bercerin lama.
Setitik air mata membasahi pipinya. Meluncur begitu saja tanpa sepengetahuannya. Qiran semakin sensitif, air matanya mengalir tanpa pemberitahuan.
Setelah itu, dia kembali ke mejanya Melanjutkan pekerjaannya meskipun masih waktunya istirahat.
Tidak ada yang berlalu lalang di sana. Semua karyawan sibuk makan siang dan menyelesaikan urusan masing-masing di luar.
Bahkan Vano tidak ada kabarnya. Dia pergi sebelum istirahat, mungkin tidak kembali lagi hingga jam kantor selesai.
Entahlah. Pikiran Qiran semakin kacau. Semua bermula pada dirinya. Mereka yang sebelumnya ada di sekitarnya telah pergi dengan urusan masing-masing. Meninggalkannya yang teramat kesepian.
Qiran memgangkat kepala, Salwa dan beberapa karyawan lainnya sedang bercanda tawa memasuki ruangan. Perbincangan mereka seperrinya sangat menarik, sehingga tidak seorang pun yang menuadari keberadaan Qiran di sana.
Mereka duduk di meja masing-masing. Melanjutkan pekerjaan sembari melempar tawa lagi.
Qiran mencoba mengabaikan mereka. Fokus pada pekerjaannya yang selalu menumpuk.
Sangat sulit berkonsentrasi jika pikiran sedang kalut. Begitupun yang dirasakan oleh Qiran. Pikirannya bercabang-cabang, entah berapa jam dia tetap berkutak dengan pekerjaan yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Namun dia memaksakan diri agar cepat selesai.
Ketika panggilan alam mendesaknya, Qiran melangkah menuju meja Salwa. Menghela nafas panjang dan tanpa menunggu Salwa mendongak dia menuturkan keinginannya. "Nanti setelah jam kantor selesai, aku tunggu kamu di kafe biasa. Kita belanja gaun bersama. Aku tidak memaksa, tapi kuharap kamu datang."
Setelah itu, Qiran meninggalkan meja Salwa. Keluar dari ruangan sembari menunduk.Salwa cemberut, menatap kepergian Qiran. Dia menghela nafas berat, Salwa bukan membencinya, hanya saja dia sangat kecewa pada Qiran.
Wanita itu begitu tertutup, Salwa merasa seolah dia tidak di anggap. Selama ini Salwa berusaha membantu Qiran, meskipun dia terkadang sangat menyebalkan. Namun semua itu dilakukan karena dia sangat menyanyangi Qiran. Menganggapnya sebagai kakak.
Qiran kembali ke ruangan, Salwa melanjutkan kembali pekerjaannya seolah tidak tergubris dengan perkataan wanita itu beberapa saat yang lalu.
Setelah jam kantor selesai, Qiran tidak langsung pulang. Dia memesan taksi dan menyuruhnya mengantar ke kafe yang biasa mereka datangi bersama Salwa.
Qiran sangat berharap wanita itu datang. Mengabulkan permintaan Salwa asal mereka berbaikan seperti semula.
Dua jam menunggu, tanda-tanda Salwa datang tidak ada. Qiran telah menghabiskan beberapa gelas jus di mejanya. Setiap kali pintu terbuka, dia mendongak dan berharap Salwa datang.
Namun hasilnya nihil. Salwa tidak datang. Qiran meremas kedua tangannya hingga memutih. Kembali menunggu Salwa untuk menemuinya.
***
Jakarta, 06 Juli 2017
Weks... Qiran mau baikan sama Salwa.
Kira-kira Salwa sam gak ya kek Vano tegaan??
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Angel [TBS #2] [TERBIT]
RomanceBroken Angel [TBS #2] . . . Memiliki seorang ibu yang jauh dari kata normal, membuat Vano menutup diri dari sekitarnya. Dulu ketika dia masih sekolah, teman-temannya merencanakan sebuah insiden untuk mencelakai ibunya. Vano tidak membalas perbuatan...