"By, pinjem kunci motor do—ASTAGA, BY, BILANG-BILANG DONG KALAU LO BARU GANTI BAJU!"
Aku menoleh ke arah pintu. Ruben cepat-cepat menutup pintu kamarku. Gerutuannya masih terdengar panjang-lebar di balik pintu. Aku segera meraih kaus teratas di lemari dan mengenakannya. Kembaran idiot itu masih tidak tahu caranya mengetuk pintu.
"Makanya KETUK PINTU, dasar idiot!"
"MAKANYA JANGAN GANTI BAJU KELAMAAN, BEGO!"
"Cih, nyalah-nyalahin lagi!" Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Ada apa?"
"Lo udah pake baju kan?"
"Belum, gue barusan lepas celana."
"HEH, BEGO, CEPET PAKAI BAJU LO."
"Gue udah pake baju, idiot!" Aku memukul lengan Ruben. Makhluk idiot itu langsung menjengit. "Ada apa? Ganggu aja."
Ruben melirikku dan menghela napas saat melihatku sudah pakai baju. "Pinjem kunci motor, dong. Gue ke rumah Dhika."
"Ngapain?" Aku memicingkan mata. "Jangan bilang lo mau nge-drugs lagi?!"
"Astaga, emang ya, sekali bad boy, selamanya bad boy," Ruben mengeluh. "Gue mau belajar matematika. Kakak Dhika kan jago matematika."
"Serius? Mana buktinya?"
"Eh, bego, lo mau gue selamanya idiot atau gimana sih?" Tapi tak urung dia membuka chat-nya dengan Dhika dan Dhimas. "Nih."
Aku membacanya dan tersenyum sendiri. "Oke. Gue ikut deh, pengin sushi. Kayaknya enak. Beliin ya?"
"Ngapain, sinting, kan gue cuma pinjem motor lo."
"Loh, perasaan gue bego bukan sinting."
"Lo bego dan sinting." Ruben mendengus. "Ya udah, terserah lo. Nanti gue beliin."
Aku hanya tersenyum, lalu kembali ke kamar untuk mengambil kunci. KVLR sudah dibubarkan—atau setidaknya, Ruben sudah tidak lagi mengikutinya. Mantan Komandan idiot itu tidak pernah lagi bolos kelas dan selalu pulang ke rumah begitu bel berdering. Dia masih berusaha berhenti merokok, namun setiap hari, aku melihat bahwa dia kembali menjadi seperti dulu lagi.
Ruben sudah jadi seperti dulu lagi. Dan rasanya, tidak ada lagi yang lebih kuinginkan.
"Bego, sushi lo nggak akan gue beliin kalau lo masih kayak siput. Gue udah telat, nih!"
Aku tertawa dan segera keluar. "Iya, iya, dasar idiot!"
Ruben menyeringai. Aku mendorongnya main-main dan dia balas mendorongku sekuat tenaga. Meski aku nyaris menggelinding menuruni tangga dengan tidak elegan, aku tahu, idiot itu sudah benar-benar pulang.
YEEYY SELESAI JUGA AKHIRNYA.
Makasih buat yang udah baca The Real Deal dari awal sampai akhir yaa :3 gak menduga bakal banyak yang baca, pada suka lagi, sampe mau nonton di baris terdepan kalau di-film-in :')) ku terharu sekali gais mi luv.
Thanks for reading TRD!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] The Real Deal
ContoKomandan Pertama Kavaleri; The real bad boy ain't playing no game.