Bab 3

1.4K 190 13
                                    

Draco bangun dari tidurnya saat seseorang menyibakkan selimut yang menghangati tubuhnya dari kedinginan.

Saat Draco membuka matanya ia melihat Hermione menatapnya dengan bingung. Yah, ini sudah pagi dan sudah saatnya Draco memulai rutinitas paginya.

Draco tersenyum, "Akan kujelaskan padamu, dear."

PLAKK!

Hermione menamparnya dengan keras, membuat pipi Draco memerah. Reaksi Hermione kali ini membuat Draco bingung. Kali terakhir Hermione melakukan hal seperti ini, kurang lebih sepuluh bulan yang lalu.

"Mione, kau kenapa?"

"Kau jahat! Mom! Mom! Ada seseorang memasuki kamarku!" teriak Hermione.

"Hermione, dengar aku!"

"Tidak! Kau—"

"Aku bukan penjahat, atau apapun itu yang ada dalam pikiranmu. Aku suamimu."

Hermione menjauhi Draco dan membuat isyarat dengan kedua tangannya agar Draco tak mendekat, "Kau bohong! Dimana ibuku!?"

Draco memijit pelipisnya. Ia tak tahu harus memulainya dari mana. Tapi mengatakan yang sebenarnya pada Hermione hanya akan membuat istrinya itu bertambah histeris.

Ibu Hermione sudah meninggal dua tahun lalu karena gagal jantung, tak lama kemudian ayahnya juga meninggal akibat penyakit kanker yang menggerogoti otaknya.

Miris memang, begitu Draco mengingat bagaimana kedua mertuanya itu meninggal. Mereka meninggal karena penyakit, dan semua orang pasti tak menginginkan hal itu terjadi saat mereka menemui Sang Pencipta.

Lalu Hermione, bagaimana ia akan menjelaskannya? Menyuruh Hermione membaca diarynya sendiri? Tidak, itu hal yang buruk. Kau tidak mungkin tega membiarkan istrimu yang menderita FND, membaca diarynya yang paling buruk, tentang kematian orang tuanya kan?

Draco bingung harus melakukan apa. Bagi Hermione, orangtuanya sangatlah berharga. Karena mereka telah mendukung Hermione melewati hari buruknya akibat penyakit FND yang takkan pernah bisa disembuhkan.

"Jawab aku! Dimana ibuku!?"

"Ibumu—"

Hermione mengambil vas bunga di meja rias dan mengangkatnya dengan tinggi, "Jawab aku! Atau aku akan memecahkan semua barang-barangmu."

Kalau ini bukan keadaan yang rumit, pasti Draco telah tertawa. Karena vas yang akan dipecahkan Hermione adalah vasnya, yang berarti barangnya. Bukan barang Draco.

Draco memejamkan matanya, berusaha menguatkan hatinya, dan mempersiapkan resikonya, "Ibumu sudah meninggal."

PRANG!!

Vas bunga itu meluncur dengan mulus dari tangan Hermione. Ia menangis. Draco ingin memeluknya saat itu juga, namun Hermione mencegahnya dan membanting semua barang-barang di dekatnya.

Tapi persetan dengan semua itu. Yang ingin dilakukan Draco hanyalah memeluk Hermione dan menenangkannya. Ia tak peduli akan pecahan kaca dan vas yang menghalangi langkahnya untuk mendekat pada Hermione. Biarlah kakinya terluka. Ia tak peduli.

————————————————————————————

Kemarin Narcissa memutuskan untuk menginap di rumah anaknya, karena Lucius sedang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Saat Narcissa sedang menyiapkan sarapan, ia mendengar suara barang-barang yang dipecahkan dari lantai atas.

Tak perlu pikir panjang lagi, Narcissa tahu itu pasti ulah Hermione. Penyakit gilanya itu pasti kumat.

Kalau dalam keadaan normal, Narcissa pasti menyayangi Hermione. Karena hanya ia menantunya dan Hermione juga orang yang cekatan, cerdas, dan baik hati. Namun, entah sejak kapan ia membenci menantunya itu.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang