Bab 21

755 99 3
                                    

Hermione terus menerus gelisah di pesawat. Ron tak bisa berbuat banyak karena sejatinya ia sendiri merasa bersalah. Sekarang ia menyesal dan berandai, jika saja ia tak melakukan hal bodoh seperti ini mungkin Draco tak akan mengalami peristiwa naas.

Ia melirik Hermione, wanita itu sudah berhenti menangis. Meski begitu matanya masih menyiratkan bahwa ia sangat gelisah. Tak bisa dipungkiri bahwa ia begitu khawatir akan keselamatan Draco.

Menelisik kisah terdahulu, kecelakaan pesawat pasti menimbulkan banyak korban jiwa. Ron sendiri merasa was-was, takut kalau Draco mungkin tak akan pernah kembali. Bahkan mungkin ia tak pernah ditemukan.

Ron bergidik, Hermione yang melihatnya segera berkata. "Pasti pikiran buruk itu datang."

Bukan seperti pertanyaan namun pernyataan yang tak mungkin Ron sanggah.

Ron mendengus pelan lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang untuk menyamankan diri. "Tak bisa kuhindari."

"Aku tahu kau pasti berpikir bahwa kecil kemungkinannya Draco selamat." ujar Hermione dengan matanya yang mulai memerah.

Ron mendengus berat. Sulit rasanya menghilangkan pikiran buruk itu karena fakta yang ada telah berkata lain. Ia menoleh pada Hermione dan tersenyum kecut.

"Maaf."

Hermione menggeleng pelan lalu memejamkan matanya. "Bukan salahmu."

"Tapi aku--"

"Shhh, aku hanya ingin tidur, Ron. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri."

Ron mengangguk walau ia tahu Hermione tidak melihatnya. Ia kembali menyamankan dirinya di kursi dan mengikuti Hermione untuk tidur. Yah, meski tak bisa mengelak bahwa mimpi buruk mungkin akan datang pada mereka.


***


Albus mengambil salah satu miniatur kereta di rak dekat mereka. Ia menoleh lalu menunjukkannya pada Scorpius yang nampak tak bersemangat.

"Lihat, ini mainanku dulu."

Scorpius tersenyum pada sang sahabat.

Bibir Albus langsung turun ke bawah. "Oh, ayolah. Jangan lesu terus, Scorp. Loteng ini gelap dan sempit jadi jangan menambah muram suasana."

James menatap adiknya getir. Adiknya yang polos itu tak mungkin tahu permasalahan apa yang sedang dialami sahabatnya. Melihat bagaimana lesunya Scorpius membuat James semakin tak tega menceritakan kebenarannya.

"Albus jangan memaksanya." tutur James lembut pada sang adik.

Mata bulat milik Albus berubah khawatir. "Mengapa?"

"Aku hanya sedang tak enak badan." jawab Scorpius seadanya.

"Semua ini karena nenekmu ya?"

James pikir Scorpius akan menyanggah pertanyaan dari adiknya, karena bagaimana pun juga Scorpius bukanlah anak yang frontal. Ia lebih suka menyembunyikannya daripada harus menyakiti hati orang lain, James paham itu.

Sekarang justru Scorpius mengangguk mantap dan berkata. "Dia seperti nenek sihir yang jahat."

Albus membulatkan matanya dan menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. James tersenyum geli melihatnya. Meski mereka berdua seumuran, yang James lihat adalah Scorpius kakaknya dan Albus adalah adiknya.

"Seperti di cerita-cerita itu, ya?" tanya Albus dengan matanya yang menyipit.

Scorpius mengangguk seraya mengulum senyum.

"Memangnya apa yang dia perbuat sampai kau sakit?"

Scorpius mengendikkan bahunya. "Entahlah."

Albus berpikir sejenak, sedetik kemudian ia berkata. "Mungkin ia memberi mantra. Oh, atau mungkin ramuan?!"

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang