Bab 20

795 99 1
                                    

"Ukhhh," lenguhan anak berambut pirang disampingnya itu membuat Ginny cepat-cepat menghapus air matanya.

Dilihatnya anak itu tengah menggeliat kecil dikasur. Setelah itu ia membuka matanya perlahan-lahan hingga sukses memperlihatkan manik abunya yang menawan.

Ginny mencoba tersenyum, walau terpaksa. Ia mengelus surai pirang itu lembut, seperti mengelus surai milik anaknya sendiri.

Anak itu mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk pada retinanya.

"Apa Dad sudah sampai di California?" tanyanya setengah mengantuk.

Ginny mendesah berat, dari semua pertanyaan yang bisa ia lontarkan, anak itu justru memilih topik yang sangat ingin Ginny hindari. Ginny tahu Scorpius adalah anak yang selalu berpikir kritis. Berbeda dengan anaknya, Albus yang selalu berpikir positif terhadap segala hal.

Bahkan Ginny takut bahwa Albus tetap berpikir positif pada seseorang yang berniat menculiknya atau mencelakainya. Anaknya itu masih terlalu polos meski usianya sebaya dengan Scorpius.

Membohongi Scorpius hanya akan berbuah sia-sia. Ginny yakin, anak itu sekarang tengah menelisik raut wajahnya yang muram dan sembab karena air mata.

"Bibi kenapa?" tanyanya seraya memiringkan kepala.

Benar saja, Scorpius lagi-lagi menanyakan hal yang tak mungkin bisa ia jawab dengan gamblang.

"Mengapa bibi menangis?" tanya Scorpius khawatir seraya mendekat ke arah Ginny.

Ginny hanya merespon dengan senyum getir. Sakit sekali melihat anak di depannya itu. Jika bisa, saat ini juga ia ingin berganti posisi dengan Scorpius. Sungguh, ia tak tega mengatakannya.

Scorpius cemberut karena Ginny tak menjawab satu pun pertanyaannya meski wanita itu tersenyum padanya. Jujur saja, Scorpius benci senyuman itu. Senyum yang terlihat sangat dipaksakan.

Sebenarnya ada apa dengan Ginny? Biasanya wanita itu selalu ceria. Oh, atau jangan-jangan...

"Bibi menangis gara-gara James yang selalu jahil ya? Atau Albus yang sejak tadi memilih bermain bersamaku daripada harus membantu bibi membuat kue?" tanya Scorpius merasa bersalah.

Ginny hanya bisa mengerjapkan matanya. Pertanyaan yang terlontar dari bibir mungil itu sama sekali tak pernah ia pikirkan. Bagaimana bisa ia berpikir seperti itu?

Scorpius menoleh ke samping, menatap temannya, Albus yang saat ini tengah tidur dengan lelap. Setelah itu ia mendongak untuk menatap Ginny.

"Maaf." ujarnya penuh sesal.

Ginny menggeleng cepat. "Tidak Scorp. Bukan begitu,"

"Lalu kenapa? Aku merepotkan bibi, ya?"

Ya Tuhan anak ini! Mengapa ia harus menyalahkan dirinya sendiri hanya karena melihat Ginny menangis?

"Bukan juga, Scorp."

Scorpius masih menatapnya sedih. Anak sahabatnya itu terlihat kebingungan karena tebakannya tak ada yang benar.

Kini, hatinya lah yang dilema. Ia bingung harus mengatakan yang sebenarnya pada Scorpius atau menunggu sampai ada kabar mengenai Draco.

Jika ia mengatakan kebenarannya sekarang, itu akan sulit baginya untuk merangkai kata-kata. Ia tak ingin menyakiti hati Scorpius. Sudah cukup permasalahan keluarganya yang rumit itu, Ginny tak ingin menambahi kesedihan Scorpius.

"Begini, Scorp--"

"HEI KELUAR KAU POTTER! SIALAN!"

Teriakan nyaring seseorang di depan pintu rumah sukses membuat Ginny menghentikan kalimatnya. Beberapa detik kemudian ada yang menyahut dengan suara yang berbeda.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang