Bab 19

751 96 11
                                    

Ron menurutinya. Saat ini mereka sedang duduk di ruang tunggu bandara. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan karena Ron sendiri sejujurnya tak rela mengembalikan Hermione begitu saja pada Draco.

Keadaan Hermione-lah yang membuat Ron mengesampingkan rasa dendamnya. Adiknya, Ginny ada benarnya juga, bahwa ia tak pantas melibatkan Hermione dalam masalah ini.

Masalahnya ada pada hubungan Draco dan Astoria. Meski Draco berkata bahwa ia tak sengaja melakukannya dengan Astoria karena Astoria dulu yang memulainya, namun tetap saja Ron sangsi akan hal itu.

Didepannya Astoria terlihat seperti gadis baik nan sopan. Bukan seperti apa yang dikatakan Draco hingga tega membuat anaknya sendiri meninggal. Dalam pikirannya sulit membayangkan bahwa Astoria yang baik menjelma menjadi gadis jahat di depan orang lain.

Ron tidak bodoh. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Astoria namun panggilannya tak pernah diangkat. Hingga kemarin ia mencoba menghubungi lagi dan Ron mendapati bahwa gadis yang pernah singgah dihatinya itu telah mengganti nomor teleponnya.

Tak jauh beda dengan Ron yang buncah akan kemana setelah ini, Hermione membisu karena mimpinya.

Mimpinya begitu nyata. Sangat nyata. Sosok itu benar-benar Draco, suaminya, yang setiap hari ia lupakan keberadaannya.

Jantungnya berdegup kencang dan matanya tak bisa fokus. Wanita berambut coklat itu was-was, takut jika mimpinya terjadi di kehidupan nyata.

Takut karena ia akan ditinggal Draco.

Ditinggal sendirian tanpa ada orang lain disampingnya.

Ia memang masih punya Scorpius, tetapi keberadaannya bukankah hanya membuat anaknya susah?

Scorpius masih kecil dan ia tak ingin membebankan penyakitnya ini pada sang anak. Anaknya patut untuk bahagia, bukannya justru merawatnya yang penyakitan seperti ini.

Dalam keheningan yang terasa berat itu, akhirnya Hermione memutuskan untuk bertanya pada Ron perihal mengapa ia begitu membenci Draco. Ia bertanya sebab ia tak mengingat apapun yang berkaitan dengan suaminya. Maklum, ingatannya hanya sebatas saat ia masih berumur 16 tahun.

Ron menjawab. "Sejujurnya aku tidak membencinya dari awal."

Hermione diam, menyaksikan Ron yang saat ini, mungkin bersedia menjelaskan.

"Aku membencinya sejak ia mengaku pernah bersama Astoria."

"Astoria siapa?"

"Kekasihku. Yah, mungkin bisa disebut mantan sekarang." jawab Ron seraya tersenyum kecut. Hatinya masih mencintai gadis itu namun otaknya berkata bahwa ia sebaiknya segera melupakan gadis itu.

"Draco bersamanya?" tanya Hermione lagi.

Ron menoleh menatap gadis itu yang saat ini menatapnya penuh rasa ingin tahu. Sial, ia tak bisa menolak pertanyaan Hermione. Namun jika ia menjawab, bukankah pikiran Hermione akan semakin terusik nantinya?

Ron hanya bisa mengangguk tanpa menatap Hermione.

"Sejak kapan?"

Ron diam. Pikirannya sedang berkelana untuk mencari jawaban yang tepat agar sahabatnya itu tidak terkejut yang akhirnya berdampak pada penyakitnya.

"Dulu. Ya, itu masalah yang lalu." jawab Ron sekenanya.

"Mengapa tidak kalian selesaikan sejak dulu saja? Mengapa justru ributnya sekarang?"

Mata Ron nampak tak fokus. Tapi Hermione tetap berpikir positif. Mungkin Ron sedang tak ingin membicarakan masa lalunya.

Hermione menunduk menatap sepatunya yang saat ini bergerak mengikuti kakinya yang sedang ia ayunkan. "Kalau tak ingin kau ceritakan juga tak masalah. Jangan dipaksa."

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang