Bab 14

802 107 5
                                    

Tangan kanan Draco langsung terulur untuk menggendong anak semata wayangnya. Langkahnya pasti saat meninggalkan rumah. Seperti, ia tak butuh segalan miliknya yang ada di dalam rumah megah itu.

Kedua lelaki berwarna rambut sama itu pergi tanpa menghiraukan teriakan dari Narcissa.

Setelah Narcissa membanting vas bunga kesangannya, Draco segera menghindarkan anaknya dari jangkauan Ibunya. Wanita paruh baya itu sudah tidak sehat. Hati dan jiwa milik Ibunya sudah keruh, Draco tak ingin penyakit itu menularinya dan Scorpius sehingga ia memutuskan untuk pergi dari rumah.

"Kau akan menyesali keputusanmu karena memilih wanita itu dibanding Astoria!" raung Narcissa di depan pintu rumah ketika Draco baru saja menutup pintu mobilnya.

Ah, sialan. Keputusannya untuk pulang ke rumah salah besar. Seharusnya ia menetap saja di rumah Harry selama beberapa hari sampai Hermione kembali kepelukannya. Keputusannya ini justru membuat Narcissa semakin memandang rendah istrinya.

Scorpius menoleh pada Draco. Anaknya itu masih sesenggukan saat ini.

Draco mencoba tersenyum meski sulit melakukannya. Ia tak ingin anaknya makin merana karena masalah keluarga yang ditimbulkannya. Scorpius masih terlalu muda untuk mengerti dan memahami persoalan ini.

Diusapnya air mata yang berjatuhan di pipi anaknya. "Jangan cemas. Ucapan nenekmu itu tidak ada satu pun yang benar."

"Dad tidak akan berpisah dengan Mom 'kan?"

Draco menggeleng lembut. Matanya menyipit saat memandang Scorpius. Anaknya itulah yang menjadi sumber keteguhan hatinya sampai saat ini.

Scorpius adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan pada keluarga kecilnya. Keluarga kecilnya tidak seperti keluarga lain diluar sana. Meski terlihat bahagia, sejujurnya terdapat begitu banyak masalah dan kebimbangan di dalamnya.

Mereka semua saling mencintai meskipun setiap harinya Hermione selalu melupakan mereka dan butuh waktu untuk mengerti keadaan tentang penyakitnya. Keadaan keluarganya yang seperti ini bukanlah salah Hermione.

Ini adalah takdir yang telah digariskan Tuhan pada mereka. Tinggal bagaimana mereka menangani semua ini untuk bisa terus bersama.

Perkara Astoria, ah sialan!

Wanita itu hanyalah masa lalu terburuk miliknya. Hei, bagaimana mungkin seorang Ibu tega membunuh anaknya sendiri?!

Ya, benar Draco memiliki anak dengan Astoria. Tapi, toh, Draco saat itu melakukannya karena terlalu depresi dan adanya rasa gundah serta bimbang di dalam hatinya. Namun Draco tetap bertanggung jawab atas perbuatannya, tapi apa balasan wanita jalang itu?

Pantaskah wanita itu disebut seorang Ibu ketika ia berkata 'hanya salah memberinya minum'. Hah, mengingat kembali ucapan jalang itu hanya akan membuat kepalanya makin pusing.

Wanita itu jelas sakit secara mental. Dan Draco tak ingin mengulanginya kembali.

Mengulang dimana ia hampir saja menghabiskan hidupnya bersama wanita gila itu dan menceraikan Hermione.

"Tak akan. Tak akan pernah."

"Dad tidak berbohong?" rengek Scorpius.

"Tidak."

Setelah itu Draco segera melajukan mobilnya meninggalkan Manor. Tujuannya saat ini tidak lain adalah rumah Harry. Hanya rumah itulah yang bisa menjadi tujuannya saat ia dalam keadaan sulit.

Setelah sampai di rumah Harry rencananya Draco akan meninggalkan Scorpius disana dan ia akan pergi mengajak Harry lagi. Tentu saja ia akan bertanggung jawab atas diusirnya Rachel. Gadis albino itu jelas tidak boleh dijadikan pelampiasan oleh keluarganya.

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang