"Udah dong Dy nyampe kapan lu mau nangis?" Ucap Sesil sambil mengelus pundak sabatnya itu, yang sedari tadi menangis dengan sebab yang bisa dibilang gak penting buat ditangisin.
Saat ini Melody, Randy, Rafa, Iky, Maudy, dan Sesil sedang berada di balkon penghubung kamar Maudy dan Sesil. Mereka berkumpul hanya karena alasan untuk menenangkan Maudy yang sejak pulang sekolah terus menangis.
"Bilang ke gue kalo ini cuma mimpi. BILANG cepetan!!!!" dari pulang sekolah hanya kata-kata itulah yang sering diucapkan oleh Maudy disela-sela tangisannya.
Plakk
Satu tamparan keras mendarat mulus dipipi Maudy. Meninggalkan bekas merah disana. Melody lah pelakunya. Pasalnya sejak tadi siang sahabatnya itu sangat susah diberitahu. Ngeyelnya gak ketulungan. Jika dihitung sudah beratus kali semua mengatakan bahwa itu memang kenyataan tapi Maudy tetap saja ngeyel.
Maudy yang mendapatkan hadiah itu hanya diam terpaku, air matanya seolah berhenti keluar. Keadaan berubah hening. Hanya terdengar suara jangkring yang terdengar samar-samar. Hingga tiba-tiba Rafa yang sedari tadi berada di hadapan Maudy dengan sigap menarik Maudy kedalam pelukannya, mencoba memberi ketenangan.
Setelah semua kembali normal, semua mata mengarah ke Melody memberi tatapan mengintimidasi.
"Kenapa?" yang ditatap hanya bertanya santai tanpa merasa bersalah.
"Lo sadar apa yang tadi lo lakuin?" Tanya Rafa masih memeluk Maudy. Suaranya terdengar dingin.
"Owh soal itu. Sorry dy sebelumnya, abisnya gue geregetan banget lo ga bisa dikasih tau secara halus. Jadi tangan gue gatel deh" sambil memberikan cengiran konyol.
"Ga harus nampar juga Melody" tegur Iky secara halus.
" Gue rasa yang dilakuin Melody bener. Lo tuh harus sadar Dy, ini kenyataannya" bela Randy.
"Dy, kasih kita semua alesan kenapa lo ga mau nerima kehadiran Arya lagi di hidup lo" Ucap Rafa lembut sambil mengelus rambut sahabatnya itu.
Dari dulu Rafa memang sedikit dingin dengan perempuan, kecuali dengan ibunya dan Maudy saja di bisa untuk tidak bersikap dingin. Bahkan Melody yang termasuk sahabatnya saja sering mendapat tatapan bahkan kata-kata dingin dari Rafa.
"Gue bukannya ga mau Raf, tapi gue belum bisa. Gue udah susah-susah move on dan hampir berhasil, trus disaat itu juga dia balik lagi ke hidup gue. Berarti sia-sia juga usaha gue nge-blok semua akun sosmednya" jelasnya, kini tak ada suara isakan dari mulutnya hanya air mata saja yang terus mengalir membasahi kaos oblong hitam milik Rafa. "Gue takut... Gue takut gagal move on Raf" lanjutnya dengan sambil memeluk Rafa balik.
Ya, dari tadi siang ia menangis hanya karna 1 alasan yang bahkan bisa dibilang simple yaitu 'takut gagal move on'. Dan karena itulah Melody sangat geregetan dari tadi.
"Dy, gue tau ga gampang buat move on dari cinta pertama. Tapi bukan berarti lu ga bisa nerima semua. Mungkin takdir lo emang harus dipertemukan kembali sama Arya" Ucap Sesil setenang mungkin. Sebenarnya ia juga sedikit kesal dengan satu anak yang kelewat ngeyel ini.
"Maudy yang gue kenal ga secengeng ini. Masa cuma gara-gara gagal move on jadi lemah. Payah" ucap Iky ada nada meledek di dalamnya.
Maudy melepas pelukan Rafa setelah dirinya merasa tenang. "Bapak Iky yang terhormat anda bisa bicara seperi itu karena anda tidak pernah merasakan cinta," ucap Maudy sambil melipat tangan di depan dada. "Mending bapak cari ibu buat aku. Biar bapak ga jones lagi" lanjutnya sambil balik meledek. Bapak? Itu memang sebutan Maudy untuk Iky karena menurutnya Iky jauh lebih bisa berfikir dewasa, meski terkadang sama seperti ABG labil lainnya sih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Really?
Teen Fiction#akan dihapus untuk revisi "Gue sayang sama lo Ar, lebih dari sahabat" "Gue juga sayang sama lo Dy, tapi sayang sebagai adik" (Tentang Arya dan Maudy). "Cinta? Bukannya gue itu cuma pelampiasan lo aja ya Daf?" "Tapi kali ini gue serius Mel" (Tentan...