6. Kembali

2.7K 139 1
                                    

"Berubah hanya sekejab waktu dan kembali secepat kilat"
- Levina Tifanka
-------------------------------------------------------------

Levina

"Pagi El." ucapku saat duduk di samping Eliza.

"Pagi juga Vi. Semangat ni kayaknya hari ini." ucapnya.

"Iya dong kan nanti latihan basket. Bisa ketemu dengannya dong." ucapku sambil tersenyum.

"Iya deh yang kemarin dapet senyuman." ucap Eliza sambil terkekeh.

"Huh rasanya sampai gak bisa tidur El, bayanginnya." sahutku.

"Gak usah dibayangin dong Vi."

"Duh sayangnya gak bisa El. Terbayang terus senyuman di wajahnya dalam pikiranku." ucapku sambil tersenyum.

"Puitis lo Vi." ucap Eliza.

"Terserah gue wlee." jawabku sambil menjulurkan lidah ke arahnya.

"Pagi neng - neng cantik." ucap seseorang yang baru memasuki kelas.

"Pagi juga Dev. Duh pagi - pagi udah ada yang bilang cantik." sahut Eliza.

"Pagi juga Dev." jawabku cuek.

"Dih cuek amat neng. Cantiknya ilang lho kalau cemberut gitu." ucap Devan menggodaku.

"Pagi - pagi jangan bikin gue marah Dev." ucapku.

"Makanya jangan marah neng." jawabnya.

"Elo yang bikin gue marah." ucapku

"Kok gue. Lo yang marah sendiri."

"Lha terus gue gitu, yang jelas - jelas lo."

"Gak. Gue gak bikin lo marah."

"Lo bikin gue marah."

"Gak."

"Udah udah kenapa kalian malah berantem sih." ucap Eliza melerai perdebatan aku dan Devan.

"Dia yang mulai." ucapku.

"Kok gue, lo lah." jawabnya tak terima.

"Iya bi---"

"Udah stop, berisik pagi pagi udah ribut. Elo Dev, jangan mancing emosinya Levi. Dan elo Vi jangan ditanggepin Devan ngomong." lerai Eliza memotong ucapanku.

"Dia yang mulai" ucapku dan Devan bersamaan.

"Bah kompak gitu lucu deh. Gemes gue." ucap Eliza sambil mencubit pipiku.

"Apain sih lo El, gaje deh." ucapku kesal.

"Hahaha. El gue gak suka mancing emosi. Gue sukanya mancing ikan. Dan suka buat Levina marah. Lucu kan kalau dia marah kayak gitu" ucap Devan sambil tertawa dan berjalan menuju bangkunya.

"Devan dasar tukang usil, jail, plus nyebelin. Gue benci elo." ucapku kesal

"Hahaha" Eliza tertawa.

"Lo kok ketawa sih." ucapku.

"Betul kata Devan lo lucu Vi kalau marah kayak gitu." ucapnya sambil menahan tawa.

"DEVANKA PADANTYA." teriakku.

"Apaan sih Levi, panggil - panggil gue, fans yak." ucapnya sambil tertawa.

***

"Hai neng cantik." ucap seseorang yang pasti dia adalah Devan.

"Mau apa lo ke sini, cari tempat duduk lain." ucapku saat dia duduk di sampingku.

"Jangan marah marah Vi. Nanti cepet tua lho." ucapnya sambil terkekeh dan memakan bakso.

"Lo itu sumber kemarahan gue. Makanya jauh - jauh sana. Darah tinggi gue deket lo." ucapku kesal.

"Udah Vi abaikan saja Devan. Anggap saja dia gak ada di sini." ucap Eliza.

"Orang segede gini masak gak kelihatan sih El." ujar Devan.

"Gak lo kan makhluk astral." sahutku.

"Lha kalau gue makhluk astral kenapa lo bisa ngomong sama gue." ujarnya sambil terkekeh.

"Tauk lah pikir sendiri. Lo boleh duduk di sini tapi jangan rusuh. Jangan ganggu gue makan. Diem aja." cerocosku.

"Oke." ucapnya lalu memakan baksonya.

"Eh Vi nanti gue tunggu lo latihan ya." ucap Eliza.

"Emang kenapa El?" tanyaku.

"Gue malas di rumah gak ada orang. Mending gue nunggu lo latihan di sini. Lo latihan 2 jam doang kan." jawanya.

"Iya 2 jam. Beneran lo El. Lo yakin nanti gak bosan gitu." ucapku.

"Gak. Nanti gue jalan-jalan deh di sekolah ini, kalau bosan." jawabnya.

"Ya udah deh terserah elo El. Tapi nanti kalau bosan pulang aja El. Pulang ke rumah gue juga gak papa kan Mama ada di rumah."

"Gak gue tungguin lo pokoknya" ucapnya.

"Oke."

Saat aku ingin minum tiba - tiba gelas yang berisi minumanku itu diambil seseorang.

"Dev, itu minuman gue."

"Gue minta ya Vi nanti gue ganti. Pedes nih." ucapnya lalu memimun minumanku sampai habis. Keringatnya bercucuran, tanda ia benar - benar kepedesan.

"Lo beneran kepedesan Dev?" tanya Eliza.

"Iya lah masak boonganm" jawabnya.

"Kalau tau beneran gak gue kasih minumnya biar kepedesan terus lo." ucapku kesal.

"Lo kok tega sih Vi sama gue." ucapnya dengan tampang sok polosnya.

"Tegalah. Biar mulut lo yang pedes itu ngerasain gimana pedasnya sambal." ucapku.

"Lo kok bisa kepedesan Dev?" tanya Eliza heran.

"Gue kasih sambel banyak." jawabnya.

"Ini juga gara - gara lo Vi." gumamnya lirih namun masih ku dengar.

"Maksud lo gara - gara gue. Gue emang yang kasih sambelnya apa?" ucapku kesal.

"Apa gue gak omong apa - apa." ucapnya.

"Jangan bohong lo tadi bilang gara - gara gue. Gue denger kali." ucapku kesal

"Gue gak merasa ngomong deh. Lo denger El."

"Gak gue gak dengar." ucap Eliza sambik menggelengkan kepala.

"El masak lo gak dengar sih." ucapku sangat kesal.

"Beneran Vi gue gak denger." ucapnya. Dari raut mukanya sih dia bener - bener gak bohong.

"Tuh kan gue gak bilang kalau gara - gara lo. Imajinasi lo aja kali." ucap Devan.

"Gue tadi beneran dengar kok lo bilang gara- gara guem" ucapku.

"Gak Vi lo salah dengar." elaknya.

"Terserah elo deh." ucapku kesal.

"Hahahaha, lo lucu Vi kalau marah - marah." ucapnya sambil tertawa.

"Devanka padantya, dasar tukang usil jail plus nyebelin. Jangan bikin gue tambah marah bisa gak." ucapku dengan nafas naik turun.

"Iya - iya neng cantik kayak bidadari turun dari angkot " ucapnya sambil tekekeh.

"Devan." geramku sambil melotot ke arahnya.

Dia kembali. Kembali dari sifat awalnya. Usilnya kembali. Entahlah meskipun dia suka bikin marah tetapi aku rindu dia seperti ini. Bukan dia yang diam saat lewat di depanku.

***

Finally, You [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang