15. Bodoh

2.2K 112 0
                                    

"Dan kini kita sama - sama bodoh. Berpura - pura tak mengerti hanya untuk menutupi kebohongan diri."
- Levina Tifanka

***

Levina

Semilir angin berhembus menerpa wajahku. Hawa dingin mulai terasa. Namun, ku tak ingin beranjak dari sini. Ku ingin menikmati ribuan bintang di angkasa. Meskipun rasa dingin seakan menusukku. Dari balkon kamarku ini ku menikmati gemerlap bintang yang menghiasi malam.

"Kenapa rasanya hati ini terluka." gumamku.

Rasanya sakit, entah ku tak mengerti luka ini karena apa. Tapi hati ini terluka. Seakan ribuan jarum menusuk hatiku.

"Levi, kamu di mana?" ucap Mama.

"Di balkon ma." jawabku.

"Ya ampun sayang di sini dingin. Ayo makan malam. Mama sudah siapkan makan malam, papa sudah menunggu di ruang makan" ucap Mama sambil menghampiriku.

"Nanti aja Ma, Mama sama Papa makan aja dulu. Aku gak laper." jawabku.

"Kamu ada masalah Lev?" tanya mama sambil memegang bahuku.

"Enggak kok ma." jawabku sambil tersenyum meyakinkan mama.

"Mama tahu sifat kamu Levi. Mama sudah hafal. Kalau ada masalah kamu cerita ke mama jangan dipendam sendiri ya." ucap Mama.

"Aku gak papa kok ma. Tadi katanya Papa sudah nunggu, mama buruan makan gih." ucapku mengalihkan pembicaraan. Mama pun menghela nafas, mama pasti tahu aku mengalihkan pembicaraan.

"Yaudah kalau kamu gak mau makan sekarang. Tapu nanti makan ya. Jangan jadikan masalah membuat kamu sampai gak nafsu makan dan sakit. Mama gak mau kamu sakit." ucap Mama sambil menepuk pundakku lalu pergi.

Setelah mama pergi, aku kembali menatap gemerlap bintang itu lagi.

***
Author

Tok.. Tok..

"Levina, bangun udah pagi." teriak seseorang dari luar kamar gadis yang masih terlelap itu.

"Levina lo gak buka gue dobrak pintu kamar lo." teriak seseorang itu lagi.

"Brisik lo El." teriak gadis itu masih dengan mata terpejam.

"Lihat jam Levina. Lo gak sekolah apa?" ucap Eliza kesal.

Perlahan gadis itu membuka matanya. Lalu melirik jam dinding di kamarnya.

"OMG, Eliza kenapa lo gak bilang dari tadi." teriak Levina panik. Lalu menyambar handuknya dan berlari ke kamar mandi.

"Gue tunggu di bawah 10 menit lo gak turun gue tinggal." teriak Eliza.

Sepuluh menit kemudian akhirnya Levina turun. Menuju ruang makannya sambil berlari.

"Lo hampir aja gur tinggal" ucap Eliza sambil memakan rotinya.

"Ma--ma, huh, kenapa, huh gak dibangunin." ucap Levina sambil ngos-ngosan akibat buru - buru.

"Ini minum dulu." ucap sang mama sambil memberikan putrinya segelas air putih.

"Mama udah bangunin kamu, tapi kamu kunci pintunya." jelas sang mama.

"Udah yuk berangkat. Ntar lo makan di sekolah aja. Ini bekal lo. Nanti kita telat." ucap Eliza sambil menyodorkan kotak bekal berwarna biru.

"Ma aku berangkat ya, assalamualaikum." ucap Levina sambil mencium punggung tangan sang Mama. Begitu pula Eliza yang melakukan hal yang sama.

"Hati - hati ya, wa'alaikum salam." ucap sang mama.

Sesampainya di sekolah mereka berdua langsung menuju ke kelasnya.

"Hai Kiara." sapa Levina ketika sampai di kelas.

"Hai juga Vi." balas Kiara dengan tersenyum.

Kemudian Levina duduk di bangkunya. Dalam hatinya ia gelisah. Ia takut jika Kiara ataupun Eliza tahu kemarin ia mendengar pembicaraan mereka.

Aku harus sebisa mungkin bersikap biasa saja sama mereka. Ya harus.

Batin gadis itu sambil mencoret - coret di bukunya.

"Eh Vi lo kemarin pulang jam berapa?" tanya Eliza.

"Levina." panggil Eliza dengan meninggikan suaranya. Sebab yang diajak bicara malah melamun sambil corat - coret buku.

"Hah iya El ada apa?" tanya Levina, dengan raut muka yang terlihat kaget.

"Lo ngelamunin apa sih?" tanya Eliza.

"Siapa yang ngelamun sih." ucap Levina mengelak.

"Huh, kalau gak ngelamun kenapa gue tanya gak jawab, gak denger Levina sayang." ucap Eliza dengan nada dibuat - buat.

"Gue gak denger kok. Gak melamun." bantah Levina.

"Masih membatah hmm, kalau gak melamun, pasti denger. Orang gue ngomongnya keras." ucap Eliza.

"Iya iya gue kalah. Lo tanya apa tadi?" ucap Levina mengalah.

"Lo melamun gara - gara apa?" tanya Eliza.

"Ih, bukan yang itu El. Yang gue gak denger." jawab Levina dengan nada sedikit kesal.

"Udah itu dulu jawab."

"Gue gak melamunin apa-apa El." ucap Levina.

"Gak mungkin."

"Ya udah kalau gak percaya."

"Lo kemarin pulang jam berapa?" tanya Eliza.

"Pulang sekolah."

"Yakin langsung pulang?" tanya Eliza lagi sambil menatap ke arah sahabatnya itu. Mencari kebenaran dari kedua mata indah itu.

"Iyalah, gue ngapain coba di sekolah. Emang ada apa?" jawab Levina sesantai mungkin, meyakinkan sahabatnya bahwa yang ia katakan adalah benar, bukan kebohongan. Meskipun kenyataannya, ia telas berbohong ke sahabatanya.

"Oh bagus deh" celetuk Eliza tak sengaja.

"Bagus? Apanya yang bagus?" tanya Levina.

"Itu," Eliza tampak mencari alasan untuk menjawab. "Bagus lo pulang cepat, kemarin ada kecelakaan di deket sekolah"

"Kecelakaan?"

"Em iya kecelakaan parah banget untung elo gak lihat." jelas Eliza.

"Emang siapa yang kecelakaan?" tanya Levina membuat Eliza semakin terpojok, bingung harus menjawab apalagi.

"Itu tetangga gue Vi yang kecelakaan. Parah baget loh." jawab seseorang, bukan Eliza yang menjawab tetapi Kiara. Yang kini berdiri di samping bangku mereka berdua.

"Oh ya, sampai meninggal gak?" tanya Levina lagi.

"Enggak kok tapi katanya kritis gitu." jawab Kiara.

"Tapi kok gue gak lihat tanda-tanda ada kecelakaan ya." ucapku.

"oh itu, kemarin, anu." ucap Kiara bingung.

"Kemarin langsung dibereskan, jadi gak ada tanda-tanda kecelakaan." lanjut Eliza.

"Oh." ucap Levina pelan. Lalu suara bel tanda masuk pun tedengar.

Kalian pintar ya nutupinnya, gue aja susah buat nutupin gue tahu kenyataannya.

Batin gadis itu.

***

Finally, You [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang