12.Cerita pak sopir

2K 120 1
                                    

"Benci dan cinta itu beda tipis."
- Unknown

***

A

uthor

Dengan perlahan mata gadis itu terbuka. Rasa pusing di kepalanya mulai menyerang. Bibirnya masih pucat. Setelah matanya terbuka sempurnya. Ia melihat lihat, mencari tahu di mana ia sekarang. Sampai matanya bertemu dengan sosok yang terlelap yang duduk di kursi samping kanannya. Kepalanya berada di tempat ia berbaring sekarang.

Ia tidak bisa melihat wajah seseorang itu. Karena wajahnya menghadap ke bawah. Namun, ia kenal betul siapa dia.

Dengan pergerakan tangan yang pelan. Gadis itu ingin membangunkan seseorang itu. Namun, tiba - tiba seseorang itu sudah terbangun. Tangannya mengucek kedua matanya.

"Lo udah sadar?" tanya seseorang itu saat melihat gadis yang ia tunggu sudah terbangun.

Tak ada jawaban dari gadis itu. Dia lalu bertanya lagi.

"Ada yang sakit?"

"Pusing." jawab gadis itu singkat.

"Sebentar." ucap seseorang itu lalu berjalan ke arah meja. Mengambil segelas air yang sudah ada di sana. Lalu berjalan lagi menuju gadis yang terbaring lemah itu.

Kemudian ia membantu gadis itu minum. Setelah selesai ia kembali meletakan gelas yang sudah tak berisi air itu.

Setelah itu tangannya dengan lembut memijat kepala gadis itu.

"Masih pusing?" tanya seseorang itu.

"Eh udah nggak kok."

Setelah mendengar jawaban itu ia menghentikan pijatannya.

"Ini jam berapa?" tanya gadis itu.

"Jam 4 sore. Lo pingsan 1 jam, betah banget pingsannya."

"APA."

"Gak usah teriak."

"Gue kaget kali. Lama banget gue pingsan. Btw lo yang bawa gue ke sini?"

"Kalau iya kenapa?"

"Eh makasih ya Dev." ucapnya tulus.

"Sama-sama."

Kemudian suasana menjadi hening.

"Gue heran sama elo." guman Levina pelan namun terdengar oleh Devan.

"Gue? Kenapa?"

"Lo tu aneh, kadang ngeselin. Tapi lo selalu melindungi gue. Lo selalu ada buat gue." ucap Levina dengan menatap langit ruang UKS.

"Kenapa diam?" tanya Levina saat orang yang ia ajak bicara malah diam.

"Ini sudah sore. Lo gue anter pulang ya. Lo harus istirahat." ucap Devan mengalihkan pembicaraan.

"Lo ngalihin pembicaraan."

Devan menghela nafas.

"Belum saatnya lo tahu, dan jangan cari tahu." ucap Devan dengan aura dingin. Yang mampu membungkam mulut Levina.

Kemudian Levina perlahan bangkit tidurnya. Melihat Levina yang kesusahan, Devan membantu gadis itu. Kemudian setelah itu Levina memakai sepatunya.

Saat ingin berdiri, kepalanya kembali pusing. Pandangannya kembali menggelap. Saat ia hampir jatuh, sebuah lengan kokoh memeluknya. Dan pandangannya kembali jelas tidak gelap lagi namun tubuhnya masih lemas.

Jantungnya berdetak tak berirama. Rasanya tubuhnya semakin lemas. Sampai akhirnya, Devan merenggangkan pelukannya. Entah kenapa ia merasa kehilangan.

"Lo gak papa?" tanya Devan dengan raut khawatir.

Namun, Levina tak sanggup melihat wajah Devan. Sehingga ia tak tahu, bagaimana raut wajah Devan yang khawatir. Levina hanya mampu menggelengkan kepala.

Kemudian tangan Devan menggenggam erat tangan Levina. Menuju ke gerbang sekolah.

"Dev kita mau kemana?" tanya Levina. Karena dia bingung. Kenapa Devan membawa ke gerbang sekolah bukan ke parkiran. Bukannya Devan membawa montor.

"Pulanglah." jawab Devan.

"Iya, tapi bu--" ucapan Levina terpotong oleh suara Devan yang menghentikan taxi. Kemudian Devan masuk ke dalam taxi itu. Dan menyuruh Levina juga masuk. Dengan pasrah ia masuk. Dengan genggaman yang belum terlepas dari tangannya.

"Gue gak mungkin antar pulang lo bawa montor dalam keadaan lo begini." ucap Devan saat taksi yang mereka tumpangi sudah jalan.

"Tapi montor lo gimana?"

"Masalah montor gampang, nanti gue balik lagi kan bisa."

"Tapi Dev, ru--"

"Udah diem aja nurut." ucap Devan memotong ucapan Levina.

Kemudian Levina diam. Namun, masih ada yang mengganjal rasanya. Lalu matanya melirik ke tangannya yang masih dalam genggaman tangan Devan.

Mengerti arah pandangan Levina. Devan semakin memperat genggamannya.

"Biar seperti ini." ucap Devan.

Levina lalu menatap Devan, tak percaya dengan sikap Devan hari ini. Kenapa Devan bersikap seperti ini? Bukannya tak suka, jika Devan seperti ini. Tapi aneh. Rasanya seseorang yang berada di sampingnya ini bukan Devan.

Mata mereka terkunci. Saling menatap satu sama lain. Lagi, jantung Levina berdetak tak berirama lagi. Begitu pula dengan Devan. Jantung berdetak sangat cepat.

Kemudian Devan dengan cepat memalingkan wajahnya. Ia takut jika gadis di sampingnya ini tahu arti tatapannya. Sedangkan Levina, pipinya entah kenapa memanas. Ia malu. Kenapa ia bisa matanya terkunci oleh tatapan itu.

Sepanjang perjalanan. Suasana hening. Tak ada pembicaraan lagi. Sampai akhirnya sang sopir taksi yang menyadari keheningan itu membuka suara.

"Masnya sama mbaknya pacaran ya?" tanya sopir itu. Sukses membuat mereka berdua terlonjak kaget.

"Hah enggak kok pak, hanya teman." jawab Levina.

"Tapi masnya perhatian gitu sama mbaknya. Lagian kalian kalau di lihat - lihat cocok loh."

"Gak mungkin lah pak. Kita itu musuh bebuyutan." jawab Levina lagi sambil melirik ke arah Devan yang memasang ekspresi datar.

"Musuh bisa jadi pacar loh mbk. Benci itu beda tipis sama Cinta."

"Gak mungkin lah pak."

"Bisa aja mbak. Saya dulu sama istri saya juga saling membenci. Tapi akhirnya bisa bersatu. Benci itu beda tipis sama cinta. Dulu saya selalu bertengkar dengan istri saya saat masih SMA, tapi setelah dia pergi. Saya baru sadar, saya mencintainya. Saya merasa kehilangan saat dia pergi." cerita sopir taksi itu sambil tersenyum mengingat kisah cintanya.

Keduanya saling diam. Meresapi cerita sopir taksi itu. Tak ada yang memulai pembicaraan.

"Maaf jika saya lancang, bercerita. Saya hanya tidak ingin kalian merasakan seperti saya. Yang menyesal di akhir." ucap sopir itu lagi.

"Gak papa kok pak. Menyesal kenapa pak?" kini giliran Devan yang menanggapi.

"Waduh, gak bisa cerita lagi sudah sampai mas. Nanti kalau bertemu lagi saya cerita lagi. Tapi saya berharap bertemunya, kalian sudah jadian." ucap sopir taksi itu.

"Hahaha gak mungkin lah pak." tawa dan jawaban mereka berdua bersamaan.

"Nah sekarang saja kalian sudah kompak." ucap sopir itu, membuat mereka terdiam dan melirik satu sama lain.

***

Finally, You [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang