Jangan baper yaa.
Baca bagian tiga
Enaknya sambil minum es kelapa
Tapi kalau sudah buka
-------------------------
Tiana
(Hari pertama)
Perasaanku semakin tak karuan, satu minggu sejak pertemuan pertama kami, lalu kali ini. Kenapa aku tiba-tiba saja memutuskan memilih laki-laki ini. Laki-laki yang beda sekali dengan laki-laki lain. Terlalu normal dan tidak ada kata mengalah dengan perempuan. Terlebih lagi dia sering sekali menjatuhkan harga diriku didepannya dan memandangku remeh.
"Ayo masuk" ajaknya membuka pintu apartemennya. Aku ragu, apakah ini harus? Apa aku harus membujuknya untuk membatalkan melakukan ini? "Sampai kapan berdiri disitu?"
Aku mengangguk saja dan mengikutinya memasuki apartemen itu. Aku tidak pernah berfikir akan berakhir seperti ini. "Sudah berapa tahun kamu tinggal disini?"
"Enam bulan, sehari sebelum kau menangis karena di bully" Kau? dia ber Kau-Aku kepadaku?.
"Apa kau benar-benar menangis waktu itu?" Tanyanya menatapku setelah meletak tas kerjanya.
Menurutnya apa?, aku tidak pernah sesakit hati itu ketika dibully olehnya.
"Hahahaha" astagfirullah, suara tawanya yang tiba-tiba itu mengagetkanku. "Hei, kau terlihat tegang sekali, sudah memikirkan hal itu ya?"
"Jaga bicaramu" bantahku, tapi aku tidak bisa secerewet ketika aku berdebat dengannya di dunia maya.
"Tenang, sebentar lagi kita akan lakukan itu" katanya membuka satu persatu kancing bajunya. Senyumnya itu terlihat menyakitkan. Aku mengalihkan pandanganku menatap jam beker yang ada di meja kerjanya. Hampir jam 7 malam, bagaimana keadaan ayah dan Riana dirumah. "Jangan kemana-mana, aku mau mandi dulu. Bila kau tau memasak, sebaiknya buat makanan untuk malam ini, aku masih lapar" katanya melangkah dengan handuk dilehernya melintasiku. "Aku ingin tau bagaimana istriku masak" katanya sebelum hilang di balik pintu kamar mandi.
Memangnya bagaimana?. Aku membuka kulkas dan tidak menemukan satu bahan makananpun. Beberapa menit kemudian laki-laki itu keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Sesekali ia menggosok rambutnya dengan handuk kecil.
"Bajumu terbalik" kataku menatap kaosnya yang menampakkan jahitan bagian luarnya. Ia menatap kaosnya.
"Memang modelnya begini" katanya menghampiriku. "Belum masak apa-apa?"
"Tidak ada apa-apa di kulkas"
"Masa iya?" Tanyanya membuka kulkas. "Wah, aku tidak mungkin makan di resto, uang tabunganku sudah habis membeli seorang gadis untuk kutiduri"
Fadhil, bisakah kau tidak menjatuhkan harga diriku seperti ini?. Aku meninggalkannya menuju tempat awal dimana aku duduk. Aku membuka dompetku dan mengeluarkan uang dua ratus ribu. "Kau bisa pakai ini" kataku meletak uang itu di atas meja kerjanya. "aku akan mandi" kataku meninggalkannya membawa handuk dan piyamaku ke kamar mandi.
Ya allah, apa ini yang harus aku terima karena keputusan ini. Aku tidak pernah berfikir akan melakukan ini. Aku tidak pernah berfikir akan menikah dengan Fadhil seperti ini. Dia seolah menyadarkanku bahwa apa yang aku lakukan salah. Tapi kenapa dia mendukung dengan mengatakan iya untuk ide yang di awali olehnya?. Belum apa-apa dia sudah memandangku rendah, apalagi bila... Ah, aku bahkan tidak berfikir bagaimana seandainya aku hamil. Apa aku harus kabur? Apa aku harus merengek dengannya?. Tidak, setidaknya konsistenlah untuk tidak tergantung dengan orang Tiana.
Pintu itu diketuk.
Ah, aku harus menahan nafas agar Fadhil tidak tau aku menangis.
"Sebaiknya kau cepat dan siap-siap"
@@@
Aku melihatnya duduk di kasur sambil menonton tv. Ini aneh, aneh rasanya. Aku belum siap melakukannya meski aku sudah menikah dengan laki-laki itu. Aku mengambil mukena dan sajadah di dalam tasku. Uang dua ratus ribu itu ada didalam tas.
"Kenapa?"
"Kau mau apa?" Tanyanya menatapku. Dia bertanya untuk hal apa?
"Aku ingin solat isya dulu" kataku ia menunjuk dengan matanya kearah sebuah sajadah yang terbentang separoh. "Tidak solat?" Tapi dia diam saja.
"Lama sekali, dari aku pergi hingga pulang kau masih disana" katanya setelah aku menyelesaikan mambaca surah alwaqiah. "Ayo makan"
"Aku tidak lapar" jawabku melipat mukenaku.
"Terserah kau lah" katanya menyantap makan malamnya.
Aku duduk dikasur itu menonton televisi. Apartemen ini lebih seperti hotel yang hampir tidak ada sekat dinding, Kecuali kamar mandi. Duduk di kasur itu saja aku bisa melihat Fadhil menyantap maka malamnya. Tapi ruangan ini cukup besar untuk dihuni seseorang.
"Siapa yang menyuruhmu duduk di kasur itu?, sudah berfikir untuk memulainya?"
Aku menatapnya yang sudah berdiri tak jauh dari kasur manatapku. Tega-teganya dia berkata seperti itu. Aku beranjak dari dudukku dan duduk dilantai dimana aku solat tadi. Aku menatap laki-laki itu yang duduk di atas kasur menatap telavisi. Kenapa ada orang seperti dia. Ah, sabar Tiana, sabar dan jangan menangis.
"Naiklah keatas" katanya melempariku bantal. Sabar Tiana...
"Tidak, aku disini saja" kataku mengambil bantal itu dan lalu berbaring dilantai itu membelakanginya.
"Heh, merajuk ya? Aku cuma bercanda tadi"
Ya allah, dada ini terasa sesak. Sakit sekali diperlakukan seperti ini. Aku mengusap air mataku dan berusaha tangis ini tak terdengar olehnya.
Aku mendengar ia menerima sebuah panggilan. Lalu keluar dengan bunyi pintu yang tertutup. Ah, kepergiannya akan lebih baik. Dan aku akan habiskan satu hari ini untuk tidur dan selamat.
@@@
Sebenarnya saya udah buat desain apartemennya Fadhil pake Aplikasi di HP. Berhubung hapenya lagi koma karna tenggelam di pantai Berhala, jadi saya pending sampai hapenya siuman. wkwkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Siri (✔️)
Romance"Benar-benar parah kamu Tiana, bagaimana aku bisa mempercayaimu?, mungkin saja kamu sudah pernah melakukan transaksi seperti ini sebelumnya, 50 juta aku bisa melamar gadis lain dan menjadikannya istri!" "Kamu memang harus melakukan itu" jawabku en...