Bagian 17

20.2K 861 3
                                    

(Hari ke Lima)

(Tiana)

Suasana diruang tamu itu hening. Ya, ini ruang tamu dirumahku. Aku melirik laki-laki itu yang sedang bermain game di ponselnya. Ia seakan tak peduli aku yang bimbang atas kehadiran dan ancamannya padaku. Entah kenapa dia berubah buruk lagi padaku sejak pagi itu. Setelah menyetujui untuk mengurut kakinya ke tempat abah Sulaiman. Aku dan dia pagi itu kerumah abah sulaiman dengan diantar oleh Anton. Tapi abah meminta 3 hari untuk mengobatinya hingga bengkak itu hilang dan kembali membaik. Dari tempat abah ke apartemen Fadhil cukup jauh, tidak mungkin harus mengandalkan Anton untuk mengantar jemput. Tiba-tiba saja ia memutuskan untuk menginap dirumah sementara waktu. Aku sudah menolaknya, aku tidak mau ayah dan Riana curiga dengan perjanjian itu. Tapi ia mengancam akan memberi tahu mereka bila aku tidak mengizinkannya untuk menginap.

Aku telah selesai membereskan kamarku untuk di tempati olehnya. Ayah berjualan di pasar, tapi ia tau ketika kami datang dan laki-laki itu meminta izin untuk menginap. Riana ke sekolah dan belum tau tentang itu.

"Kenapa? Kau mau?" Tanyanya tanpa mengalihkan pandanganya.

Mau apa? "Apa?" Ia meletak ponselnya diatas meja. Lalu menyuruhku menghampirinya. Apakah karna pijatan abah tadi buat dia tidak biSa berjalan?. Aku mendekatinya yang duduk di seberangku. "Fadhil!" Tiba-tiba saja ia menarikku hingga aku terduduk di pangkuannya. Kedua tangannya mendekapku hingga tubuhku jatuh ke dadanya. "Kalau ada yang melihat bisa bahaya" kataku geram. Apa dia tidak tau kalau ini bulan puasa?.

"Kenapa?, biarlah, biar mereka tau sebenarnya seperti apa" katanya tersenyum tipis. Ia menarikku lebih dekat dan melabuhkan ciuman ke pipi kiriku. Aku menejauhkan tubuhku darinya, ah dia membuat pipiku merona merah.

"Jangan Fadhil"

"Waktumu sebentar lagi, meski aku yang mengambil keperawananmu kau tetaplah wanita yang menjual diri untuk uang. Aku tidak akan biarkan uang 50 juta untuk sebuah keperawanan wanita tidak ada apa-apanya bagiku"

Aku menatapnya tak percaya, bahkan sedikitpun ia tak tergugah dan berubah kepadaku. Ya Allah, beri aku kesabaran. Dadaku terasa sesak, mataku perih dan akhirnya menangis di pangkuannya. "Aku fikir aku salah menilaimu" kataku berdiri meninggalkannya.

Bahkan satu kalimat itu bisa membuatku lepas dari dekapannya.

@@@

(Fadhil)

"Ayaah" suara anak kecil itu menyadarkanku.

Ya, gadis kecil berusia 4 tahun dengan rambut ikal dikepang dua. Anak itu berlari kearahku lalu lagi-lagi memanggilku ayah.

"Tidak,, tidak,, kau salah orang adik kecil, om bukan ayahmu" kataku sebelum ia mendekat.

Gadis kecil itu berhenti berlari dan menatapku bingung. Tiba-tiba raut wajahnya lebih mirip seperti wajahku ketika masih kecil. Seolah dia adalah aku...

"Ayah" suara kecilnya terdengar lagi, kali ini dia tertawa senang. Ah, tak mengapa bila dia menganggapku ayah. Aku melebarkan tanganku kearahnya, menyambutnya. Saat gadis kecil itu berlari mendekat ada rasa haru pada diri ini.

"Ayah disini nak" suara itu tiba-tiba muncul hingga anak kecil itu menoleh ke laki-laki yang baru saja datang. Gadis lucu itu berhenti berlari kemudian memeluk lak-laki yang menunggunya sambil berongkok.

"Anton"

Laki-laki itu adalah Anton. Ia memeluk gadis kecil itu lalu membawanya pergi menjauh dariku. Anak itu melambaiku senang tapi aku merasa sesak seolah ada yang hilang.

Tidak....

Tidak!!!!

"Fadhil, kamu kenapa?" Suara itu membangunkanku. Tiana... ah aku bermimpi. Aku melihat wajahnya yang khawatir. "Tubuhmu panas" katanya menentuh leherku.

"Tiana"

"Ya?"

"Aku.. Aku.."

Senyuman itu terlihat damai dimataku. Ah, aku ingin memiliki gadis itu seutuhnya. Aku harus..

"Pulanglah denganku" ah ini bukan kata-kata yang tepat. Aku ingin mengatakan sesuatu yang membuat dia terpikat dan ikut denganku.

"Bukankah aku wanita murahan?" Tanyanya menangis menundukkan wajahnya. "Aku harus mengembalikan semuanya agar bisa seperti yang kau mau. Aku harus mati, hidup kembali untuk menjadi Tiana yang dulu. Aku harus mati"

"Tiana!"

Tiba-tiba tangannya begitu lembut dan ringan. Bagai kapas,, bagai angin,,, lalu begitu saja ia menjauh masih dengan air mata itu.

"Tiana!, kau tidak perlu!!, tidak perlu!! Aku..." ah bahkan aku menyadari aku menangis. Aku tidak ingin wanita itu meninggalkanku selamanya, aku tidak rela. Tidak rela....

"Fadhil" sayup-sayup suara seseorang memanggilku. Bahkan sebelum menyadari itu siapa aku bisa merasakan jarinya mengusap airmataku.

Aku membuka mata, wajah itu tak begitu jelas akibat mataku yang basah. Tapi aku tau itu Tiana, Tianaku.

"Kau mengigau" katanya memberikanku segelas air putih.

"Mari perbaiki semua ini" kataku memeluknya. Aku benar-benar tidak ingin membuatnya lepas lagi dariku.

Aroma ini memang aroma Tiana secara nyata. Bahkan aku merasakan air digelas yang belum kuraih itu tumpah akibat kekagetan Tiana. Ya allah terimakasih telah membangunkanku dari mimpi buruk ini.

"Fa.. Fadhil, ayah" bisiknya.

Ah, aku baru menyadari adik dan ayahnya juga ada dikamar itu.

@@@

Kaki Lima : My Stupid Brain's Story

Uhuk!, "Faith!! Kau gila apa?!!" Aku mendorongnya bersungut kesal. "Seharusnya kau habisi dulu permenmu baru menciumku"

Ah!, apa baru saja kubilaaaang?. Oh tolong jaga harga dirimu Lianaaa.

"Maaf"

Huaa!!, dia menciumku lagi!!!. Kali ini lebih lembut, bibirnya lembut sekali. Oh!, jantungku bisa copot kalau begini.

"Apa yang kau lakukan!!" Aku menutupi bibirku dengan tangan kiri.

"Aku hanya mengambil permenku lagi" Otak Mesum!!. Aku fikir hanya aku saja yang punya otak kotor!. Dia berkata tanpa dosa bahwa dia hanya ingin mengambil permen itu lagi. Udah dilambung oiii!!!. Kutimpuk juga kepala ni orang!!.

Terimakasih Readers dan voters

Nikah Siri (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang