Bagian 24

20.9K 1K 31
                                    

(Tiana)

"Oh, athan lupa" anak kecil itu langsung menepuk dahinya. Aku tersenyum melihat tingkahnya.

Masih menggendong Fathan aku menghampiri Nasya yang masih berbicara dengan seseorang. Calon suaminyakah? Laki-laki itu berkemeja biru dongker dengan kacamata hitam yang tergantung di pangkal kancing bajunya.

"Lha, Sya kok calon suaminya gak diajak buat lihat gaunnya?" Tanyaku.

Nasya berbalik menatapku. bersamaan dengan calon suaminya.

"Tiana?!" Laki-laki itu menyebut namaku dengan suara yang kaget. Terlebih aku yang mendengarnya. Benar, ini benar! Dia adalah Fadhil.

"Kakak kenal?" Pertanyaan Nasya bahkan tidak dijawabnya. Laki-laki itu mendekatiku dan menatapku dari atas kebawah untuk memastikan bahwa yang  berdiri didepannya ini memang aku.

Ya allah, matilah aku. Apa yang dia fikir lagi padaku setelah kejadian 4 tahun lalu.

"Tiana kan?" Tanyanya tak percaya.

Aku tidak mungkin menyangkal bukan aku sementara Nasya mengatakannya. Aku tidak mungkin pula untuk kabur karena satu-satunya pintu keluar ada dibelakangnya. Aku tidak mungkin juga bersikap seolah kami memiliki masalalu didepan Nasya calon istrinya.

Ya allah, entah perasaan ini mewakilkan apa. Aku senang melihatnya lagi, tapi dia datang sebagai calon suami orang.

Aku mengangguk pelan, lalu tersenyum seadanya. "Ah, saya harus mengganti pakaian Fathan dulu" kataku berbalik.

Astagfirullahaladzim, aku benar-benar kaget setelah merasakan laki-laki ini memelukku dari belakang. Fadhil kau bahkan tidak berubah. Apa kata karyawanku dan calon istrimu. "Fadhil!"

"Takkan kubiarkan kau pergi lagi Tiana, takkan" bisiknya di twpi telinga kiriku. Ia biarkan saja karyawanku melihatnya.

"Kak apaan sih!" Nasya menarik Fadhil mencoba melepaskannya. "Mbak Tiana itu bukan muhrim kakak, gila apa? Istri orang kak!"

Lepas dari pelukan Fadhil aku segera menyuruh Andi mengambil Fathan yang kaget dengan perlakuan Fadhil padaku.

"Aku suaminya!, aku"

Pernyataan itu membuat semua orang yang ada di butik itu kaget. Bahkan Andi menghentikan langkahnya.

"Kau gila kak!, sadar!, apa yang kau makan hah?" Aku melihat Nasya marah dengan mata yang memerah.

"Kau tanya dia, kau tanya Anton, dia istriku dan aku tidak pernah menceraikannya" katanya menunjuk kearahku dengan mata yang memerah.

"Fadhil hentikan" aku  tak mau ini memperburuk keadaan.

"Bagaimana aku bisa menghentikan semua ini Tiana? Sementara kau sudah hampir membuatku gila dengan menganggap bahwa kau sudah mati!. Sandiwara apa lagi yang kau buat? Dia anakku kan? Athan anakku kan? Kau berusaha menjauhkannya dariku!" tudingnya kearah Fathan yang bersembunyi dibalik kaki Andi.

"Cukup!" Aku tidak ingin fathan mendengar ini. "Andi, tolong bawa Fathan keatas"

"Kenapa? Kau tidak ingin dia tau sebenarnya?"

Berbicara akan membuat masalah semakin besar. Aku menatap Nasya yang menatap kami tak percaya.
"Maaf nasya" kataku meninggalkannya.

Tiba-tiba tangan laki-laki itu mencekalku.

"Kak!, jangan membuat malu!"

"Aku hanya perlu kau mengakuinya"

"Kau ingin pengakuan apa?, kau ingin aku merusak semuanya lagi?. Menghancurkan kepercayaan diriku dan anakku?."

"Aku hanya ingin kau mengakui bahwa kita memang telah menikah dan Fathan itu anakku. "

"Kak!, mbak Tiana itu sudah menikah!, kau jangan merusak keluarganya!"

"katakan Tiana!"

"Aku takkan biarkan kau mengambil Fathan, dia bukan anakmu" bisikku geram. Tidak, akuu tidak akan biarkan anakku diambilnya.

"Lalu, bisa kau jelaskan siapa ayahnya? Siapa ayah anak berusia 3 tahun itu?!. Apa perlu kita melakukan tes DNA?"

"Mas, tolong keluar!, anda benar-benar mengganggu bos saya!" Sinta membantuku mengusir laki-laki itu.

Tapi Fadhil tak mempedulikannya dan masih menggenggam erat lenganku.

Aku mendengar suara Fathan berteriak memanggilku. Ya allah, masalah apa lagi ini? Apakah begitu besarnya dosa ini hingga engkau masih mencobaku dengan masalah yang sama?.

"Tiana katakan!, berhentilah bersembunyi dan berbohong lagi!" Suara itu terdengar lebih keras. Mata Fadhil yang sejak tadi memerah mulai berkaca-kaca.

Aku sudah menangis sejak tadi. Entah apa apa yang akan dilakukannya nanti setelah tau semuanya. Aku takkan biarkan dia merebut anakku.

"Kau tidak pernah berubah, tidak pernah mengerti aku" kataku lirih.
"Harus berapa kali kaejadian seperti ini terulang? Hah??!. Memaksaku seperti ini dan menjelaskan semua dengan tangis. Tak bisakah kau berbicara baik-baik? Apa aku selalu harus dikeraskan seperti ini?"

"Kau terlalu banyak berbohong padaku Tiana!, kau tau aku tidak suka dibohongi. Kenapa kau suka sekali menyimpan ini semuanya sendiri?"

"Apa kau ingin mendengar aku mengatakan kepada mereka bahwa aku dulu pernah menjual diriku seharga 50 juta begitu? Agar semua orang tau aku seperti apa?" Kataku pelan.

"Aku hanya ingin semua orang tau bahwa kau adalah istriku, kau milikku. Aku tidak pernah menceraikanmu.. Tidak pernah... Kau tau berapa lama penderitaanku selama ini karena mengira kau telah mati? Hah?? Aku mencarimu kemana-mana Tiana!!. Kau menghilang dan biarkan aku dirajam oleh rasa bersalahku!. Kau biarkan aku dituntut dengan dosa-dosaku. Lalu,, seenak hati kau membesarkan anakku sendiri,, biarkan dia memanggilku Oom dan tidak mengenalku. Kau kelewatan Tiana. Kau selalu memutuskan semuanya sendiri!. Ide gilamu untuk menikah dan keputusanmu untuk pergi. Apakah ini kebiasaanmu hah??"

"Hentikan Fadhil,, jangan" jangan tangisi aku seperti ini. Sakit melihatmu menceritakannya. Ya Allah, sampai kapan aku membuat penderitaan pada laki-laki ini. "Aku mohon maafkan aku"

"Kau dulu mengucapnya tapi kau ulang lagi!" Bantahnya dengan mata yang basah.

"Lalu aku harus apa untuk menebus semuanya?"


Nikah Siri (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang