Ayu POV
Pagi ini entah mengapa gue merasa tidak semangat seperti hari biasanya. Mungkin karena gue masih kepikiran dengan Dimas. Semalam dia sama sekali tidak memberi kabar atau hanya sekadar menyapa.
"Sayang, ada apa denganmu?"
"Tidak ada apa-apa kok, Bunda." Gue sengaja tersenyum untuk mengelabuhi Bunda.
"Kenapa pagi ini kamu terlihat lemas dan tidak bersemangat, sayang? Kan biasanya kalau hari jumat kamu begitu semangat karena besok libur." Gue merasa terjebak dengan pertanyaan Ayah.
"Nggak kok, Yah. Mungkin aku masih agak mengantuk saja. Ayah dan Bunda tidak perlu khawatir seperti ini." Jawab gue pelan meyakinkan mereka.
"Kalau begitu, biar nanti kami saja yang mengantarmu ke sekolah."
"Tidak usah, Ayah. Aku akan berangkat sama Putri saja."
Selesai sarapan gue langsung pamit kepada Ayah dan Bunda. Ketika gue keluar ternyata Putri baru saja sampai di depan gerbang. Gue langsung menyuruhnya masuk untuk mengemudikan sepeda motor gue, gue sengaja membonceng.
Sesampainya di sekolah, gue langsung menuju ke atas untuk menemui Dimas di kelasnya. Karena tadi gue sempat melihat mobilnya sudah terparkir rapi. Sekolah masih sangat sepi karena sekarang baru pukul 6.30 pagi. Jadi masih belum banyak murid yang datang.
Ketika sampai di depan kelasnya, gue mendengar seseorang sedang berbicara. Dan saat gue akan masuk ke kelasnya, ternyata Dimas sedang berbicara serius dengan Joni, sahabatnya. Gue mengurungkan niat untuk menemuinya, gue memilih untuk menunggunya selesai berbicara dulu.
"Lo kenapa menjauh dari Ayu?" Joni bertanya kepada Dimas.
Samar-samar mendengar nama gue disebut, gue menjadi penasaran dengan obrolan mereka. Gue sengaja bersembunyi di balik pintu agar mereka tidak melihat. Dan di dalam kelas hanya ada mereka berdua.
"Gue nggak tahu bagaimana caranya gue menjelaskan ini sama lo. Selama sebulan ini gue sudah berusaha untuk melupakan Fani dengan menjalani hubungan dengan Ayu... tetapi gue nggak bisa, Jon. Dia selalu ada di dalam mimpi gue," jawab Dimas dengan suaranya yang terdengar parau.
Joni hanya diam saja mendengar perkataan Dimas. Bagai disambar petir, gue sangat terkejut mendengar jawabannya. Hati gue seketika terasa perih seperti disayat benda tajam. Ternyata ini alasannya kenapa dia cuek dan tidak peduli lagi dengan gue. Tak terasa air mata menetes, gue langsung pergi meninggalkan kelas itu.
Gue tidak ingin masuk ke kelas, lebih baik ke ruang UKS saja. Saat ini kepala gue terasa sangat pusing. Dewi dan Putri juga tidak masuk ke kelas, mereka sudah meminta izin untuk menemani gue. Mereka sangat mengerti apa yang gue rasakan sekarang. Gue sudah menceritakan apa yang didengar tadi kepada mereka.
"Ayu sayang, sudah jangan menangis terus seperti ini. Yang ada malah akan membuat kepala lo semakin terasa sakit dan pusing." Putri ikutan menangis karena khawatir.
"Gu-gue tidak menyangka ka-lau dia akan setega i-itu melakukannya ke gue." Balas gue terbata-bata karena menangis sesenggukan.
"Ayu, lo nggak boleh lemah seperti ini! Lo harus kuat! Lo harus bangkit! Jangan siksa diri lo seperti ini." Dewi terus memberi semangat.
Gue terus menangis dipelukan Putri. Sampai gue kelelahan dan akhirnya tertidur di ruangan itu ditemani mereka. Gue merasa senang karena setidaknya ada yang masih peduli disaat gue rapuh, seperti saat ini. Ada sahabat yang setia menemani, menguatkan, dan memberi semangat.
***
Author POV
Saat jam pelajaran dimulai, Dika dan Alfi malah pamit ke toilet. Ketika mereka akan kembali ke dalam kelas, Alfi berhenti di depan jendela ruang UKS. Dia melihat Ayu menangis di ruang UKS, lalu dipeluk oleh Putri dan Dewi mengelus rambutnya penuh dengan kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta Untuk Starla [Completed]
Novela JuvenilBerprestasi di sekolah? Kok bisa? Padahal hampir tiap hari main sampai larut malam bahkan terkadang tidak pulang ke rumah. Dikelilingi cewek cantik dan seksi? Tidak usah ditanya lagi, sudah pasti cakep. Cewek mana coba yang tidak tertarik? Walaupun...