Dika POV
Gue masih tertidur nyenyak di balik selimut tebal. Rasanya gue malas untuk bangun. Gue ingin tidur seharian ini, karena semalam pergi bersama Alfi dan Satria ke klub yang biasa kami datangi.
Gue terbangun karena mendengar deringan ponsel yang sengaja diletakkan di atas nakas samping ranjang. Gue mengambilnya dengan mata yang masih tertutup rapat. Gue letakkan ponselnya di atas dada ketika sudah tidak berbunyi lagi.
Gue buka mata pelan-pelan, setelah terbuka penuh guemembuka pesan whatsapp yang baru masuk. Ternyata itu pesan dari Karin yang mengajak jalan siang ini. Gue lihat jam di ponsel yang menunjukkan pukul 11 siang.
"Suka banget sih Karin gangguin gue!"
Lalu gue balas pesannya kalau menolak ajakannya. Tentu saja gue menolaknya secara halus agar dia tidak merasa tersinggung.
Gue beranjak dari ranjang dan masuk ke toilet untuk mandi. Selesai mandi gue langsung turun ke ruang tengah. Suasana rumah sangat sepi, mungkin Papah sedang di kantor. Tetapi gue tidak melihat keberadaan Mamah. Entah di mana sekarang gue tidak tahu.
"Sudah bangun, Den?" tanya Bi Ani.
"Iya, Bi. Oh ya... Mamah ke mana ya, Bi? Kok aku nggak lihat Mamah."
"Ibu lagi keluar Den, katanya mau main ke rumah temannya." Jelas Bi Ani.
Karena gue merasa bosan di rumah, gue melajukan mobil meninggalkan rumah. Sebelumnya gue sudah mengirim pesan kepada Alfi dan Satria untuk datang ke kafe sekarang juga. Mereka langsung mengiyakan ajakan gue, mungkin saja mereka juga jenuh di rumah.
Sekarang kami bertiga sudah sampai di kafe dan sedang menikmati minuman favorit kami. Tiba-tiba ponsel gue berbunyi, ada pesan dari Santi. Gue menyuruh Satria untuk membacakan pesannya, karena saat ini ponsel gue berada di tangannya.
"Dik, sepertinya Santi tuh suka deh sama lo." Kata Satria.
"Kenapa lo bilang gitu? Memang apa pesannya?" tanya gue penasaran.
"Dia ngajakin lo jalan nanti malam."
"Terus? Kenapa lo bisa bilang kalau Santi suka sama Dika?" tambah Alfi.
"Lo baca sendiri nih chatting mereka!" Satria menyerahkan ponsel gue kepada Alfi.
Alfi pun membaca chatting gue dengan Santi, mungkin semuanya dibaca. Alfi hanya menggelengkan kepala setelah membaca chat itu, gue sendiri tidak tahu apa yang membuatnya sampai begitu.
"Wah... parah lo, Dik!" ucap Alfi.
"Parah apanya?" tanya gue.
"Gue sudah baca dari atas sampai bawah, Dik! Ternyata benar apa yang dikatakan Satria."
"Tuh kan... lo percaya kan sama gue?" sahut Satria.
"Iya Sat, kali ini gue setuju sama lo!" jawab Alfi.
"Ngomong apaan sih kalian?" tanya gue yang semakin bingung dibuatnya.
"Santi tuh suka sama lo! Selama ini dia perhatian dan care sama lo karena dia cinta sama lo! Dia itu cari perhatian dari lo!" Alfi menceramahi gue.
"Ya nggak lah, kita itu cuma teman." Jawab gue santai yang masih menatap jalanan.
"Terus... lo mau terima ajakan Santi?" tanya Satria serius.
"Ya nggak apa-apa lah, Sat. Kalian berdua juga ikut ya, lumayan buat hiburan. Daripada setiap hari cuma kita bertiga doang, kan asem. Ya nggak?" usul gue.
"Oke deh," balas Alfi.
Gue meminta Alfi untuk membalas pesan Santi. Lalu kami melanjutkan obrolan tadi yang sempat tertunda tentang pertandingan bola basket kemarin di sekolah antara kelas gue melawan kelas Alfi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta Untuk Starla [Completed]
Fiksi RemajaBerprestasi di sekolah? Kok bisa? Padahal hampir tiap hari main sampai larut malam bahkan terkadang tidak pulang ke rumah. Dikelilingi cewek cantik dan seksi? Tidak usah ditanya lagi, sudah pasti cakep. Cewek mana coba yang tidak tertarik? Walaupun...