Chapter 7 : Kecupan Harapan

526 76 4
                                    

Untuk hari ini, Jeon dan Jisoo memilih bolos. Beruntung karena sekolah dalam masalah, mereka tidak hadirpun tak akan menambah masalah. Baik Jeon maupun Jisoo, mereka mengisi jam sekolah didalam balutan selimut putih dan rumah. Mereka dalam masalah sekarang.

Ditatapnya layar ponsel Jisoo yang mati tak ada satu orangpun yang mengkhawatirkan ataupun menguhubunginya. Sudut matanya tak sengaja menjatuhkan setetes air mata mengingat sang eomma. Ia harus bicara apa nanti pada Jeon, jika niatan membatalkan pertunangan tak akan terwujud.

Berbeda dengan Jisoo. Jeon masih setia dengan kokohan kakinya berdiri sejak malam menatap langit malam yang sudah berganti menjadi langit biru nan cerah. Bibirnya memutih akibat angin malam membelai tubuhnya.

Drrttt.. Drrttt.. Drrttt..

Ponsel disaku Jeon bergetar. Sepertinya getaran itu tak akan merubah pendiriannya diatas balkon. Ia tetap diam bak sebuah patung yang tak terurus.

Tutt.. tutt.. tutt..

'Baguslah kau tidak mengangkat teleponku. Itu artinya, kau memberikan waktu padaku' gumam Jisoo dalam hati mematikan layar ponselnya.

'Apakah aku terlalu kasar padanya?' gumam Jeon dalam hati. Sebelum beranjak, Jeon menghela nafas sekuat mungkin lalu membalik arah menemui ibunya yang semalam telah ia lontarkan kata-kata kasar padanya.

"Eomma" panggil Jeon melihat tak ada eomma diruang bawah. Biasanya, pagi ini eomma selalu duduk manis membaca majalah fashion kesukaannya, "Eomma" panggilnya lagi berjalan menuju kamar eomma.

Benar saja, eomma ada didalam kamar. Ia sedang berbaring membelakangi pintu. Apakah eomma tengah bersedih atas kejadian malam? Jeon melangkah mendekati eomma secara perlahan agar tak mengejutkannya.

"Eomma" panggil Jeon duduk ditepi kasur menyentuh lengan eomma dan mendekatkan wajahnya dengan eomma, "Eomma maaf" tutur Jeon melihat matanya yang sembab. Eomma diam merasakan hatinya kembali sakit. Jeon menjauhkan wajahnya dan membelakangi eomma. "Aku percaya. Rain telah tiada eomma" lanjutnya menundukan kepala berat untuk berucap seperti itu.

"Benarkah?"

"Mm", eomma bangkit dan memeluk hangat Jeon. Hatinya mulai membaik setelah mendengar hal itu.

"Sore ini kita pergi ke rumah Jisoo. Kita akan membicarakan masalah rumah" kata eomma bangkit dari kasur bersiap untuk nanti sore. Jeon hanya diam pasrah dengan keinginan eomma. Tak ada cara lain selain menurut dan mengiyakan keinginannya. Jeon beranjak menghubungi Jisoo.

°°°
Sore tiba. Dengan balutan jas hitam dan kemeja putih didalamnya, Jeon begitu tampan. Sudut matanya tertuju pada pantulan dirinya dicermin. Seperti orang yang hidup tanpa prinsip, Jeon selalu menurut perintah atas ibunya yang tak disetujuinya dalam hati.

"Kau sudah siap sayang?" wanita berparas cantik muncul dalam ambang pintu. Jeon menghela nafas melangkahkan kaki mendekati wanita itu.

"Kau harus tampil cantik sayang" tak kalah, wanita setengah baya merapikan dress putih diatas lutut Jisoo. Begitu cantik dengan rambut yang tergulung rapi terpasang mahkota kecil didepannya membuat kepala kecil Jisoo semakin ayu bak boneka. Wajah yang tak berekspresi, Jisoo menatap pantulan wajahnya begitu sendu. Bagaimana jika pertemuan ini, Jeon bicara yang sesungguhnya pada ibunya? Jisoo belum siap melihat kekecawaan sang ibu. "Kau siap sayang?", Jisoo mengangguk.

Tak lama, kedatangan Jeon bersama ibunya datang dan disambut baik oleh Jisoo dan ibunya. Mereka mempersilahkan masuk sebelum ibunya Jisoo memutuskan untuk pindah pertemuan ke sebuah rumah baru putra putrinya yang letaknya lumayan jauh dari rumah mereka. Jisoo dan Jeon hanya mengikuti kemana mereka akan dibawa pergi.

RAIN (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang