Chapter 16 : H-

479 69 0
                                        

Jisoo kembali kerumah jimin dengan sepeda milik sahabatnya itu. Sambil melamun saat berjalan, pikirannya mengartikan kalimat-kalimat balasan jeon yang terlontar ketika ibunya bertanya. Seperti berkata tidak, namun secara tidak langsung.

'Kuharap, eomma tidak mengerti dengan kalimat jeon' gumam jisoo dalam hati.

"Jisoo! Kau dari mana!? Kau tahu, aku mengkhawatirkanmu jisoo" suara cempreng khas sahabatnya itu menusuk pendengaran jisoo.

"Habis jalan-jalan" jawab jisoo meletakkan sepeda jimin secara rapi pada tempatnya.

"Kau tidak pulang ke rumah jeon kan?" jimin menggenggam bahu Jisoo.

Jisoo menggeleng, "Tidak"

Tanpa tanda apapun, jisoo memeluk jimin begitu erat. Jisoo kesepian. Dia membutuhkan kebahagian yang asli pada dirinya, bukan kebahagian palsu. Tak ada satupun yang memberikan kebahagiaan padanya. Hanya satu cara membuat jisoo bahagia, yaitu jeon. Kembalinya jeon yang ramah dan tersenyum olehnya.

Jimin menatap langit-langit dirumahnya. Bibir bawahnya ia gigit berulang, 'Apakah aku harus mencari tahu, mengapa jeon berbuat jahat pada jisoo?' gumam jimin dalam hati.

"Tunggu hingga aku kembali lagi" kata jimin melepas pelukan jisoo. Ia beranjak pergi dengan cepat tanpa menoleh kebelakang memastikan jika jisoo berdiam diri menatapnya heran.

tok..tok..tok..
Jimin mengetuk pintu rumah jeon kasar. Tak ada balasan didalam.

tok..tok..tok..
Lagi, tak ada balasan.

tok..tok..tok..
Akhirnya ketukan terakhir, orang didalam membuka. Menyambutnya dengan tatapan tajam.

Jeon mengangkat satu alis menatap sengit jimin yang sedang meletakkan tangan dipinggang sambil menghela nafas dengan mulutnya.

"Aku baru tahu, jika kau tunangan jisoo" kata jimin tanpa ragu, "Aku baru tahu jika kau yang membuat jisoo hancur" lanjutnya tanpa ada perubahan ekspresi dari jeon, "Dan apa kau tahu, jisoo menangis dibelakang? Memendam batin didalamnya hanya karena kau?" tak ada perubahan dari wajah jeon.

"Lantas?"

"Apa yang membuatmu bersikap tak peduli pada jisoo?"

"Penting?"

"Penting. Karena jisoo gadis baik. Kau tahu, selama kau mengalami koma, dia rela tidak masuk sekolah hanya karena ingin menjagamu. Saat kecelakaan itu, seorang jisoo yang takut darah, takut pada orang pingsan, harus melawan takutnya hanya demi kau jeon jeongguk" jelas jimin dengan nafas terengah. Ia emosi pada lelaki yang dicintai jisoo.

Jeon tersenyum miring, "Basi" katanya dingin.

"Basi? Kau sebut kebaikan jisoo itu basi? Benar. Jika aku menjadi dirinya, mungkin aku biarkan kau mati disana bersama rain" kata jimin membuang pandangannya.

Jeon menatap tajam jimin, "Jangan sebut rain didepanku"

"Kenapa? Karena dia menghantuimu? Karena dia benci padamu? Iya?" jimin membalas tatapan jeon tajam lalu kembali membuang pandangan dengan senyum tipis diwajahnya.

"Rain mati karena KIM JISOO!" jeon marah. Nafasnya tak teratur sekarang. Menatap jimin dengan getaran dikepalan tangannya.

Alis jimin beradu, "Apa? Karena kim jisoo? hah" jimin menghela nafas membuang pandangannya, "Sejak kapan jisoo membunuh rain, sejak kapan jisoo bisa mengendarai mobil van, dan sejak kapan ia berpura-pura sebagai penolong jika dia membunuh rain. Kau termakan alur yang salah jeon jeongguk" lanjut jimin dengan senyuman miring diwajahnya.

Rahang jeon mengeras. Kepalannya semakin mengeras pula, "Kau tidak tahu apa-apa. Kau bertindak seolah pahlawan bagi jisoo. Hah, basi" katanya dingin.

RAIN (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang