Tiba-tiba Ji tianglo menyeletuk: "Uh-bun Jui, pangcu telah menyerahkan tongkat kekuasaannya padamu, apakah sudah jelas artinya bahwa kau diangkat menjadi penggantinya?"
"Memang beliau telah mengatakan begitu, tapi aku masih begini hijau, kurang pengalaman, jadi tak berani menerimanya," sahut Uh-bun Jui.
Tampak wajah Ma tianglo kurang senang. Dengan nada dingin ia bertanya: "Ji tianglo, apa maksud pertanyaanmu tadi? Tongkat kekuasaan sudah diserahkan kepada Uh-bun Jui, masakah masih diragukan?"
Menjawab tianglo she Ji itu dengan suara keren: "Pengangkatan seorang pangcu itu, bukan urusan sepele. Maaf, aku masih hendak mengajukan sepatah dua patah pertanyaan lagi kepadamu, Uh-bun Jui. Sewaktu pangcu menyerahkan tongkat padamu sebagai tanda mengangkat kau menjadi penggantimya itu, selain kau, masih ada siapa lagi yang hadir?"
Pertanyaan itu terang mengandung arti tak mempercayai keterangan Uh-bun Jui.
Uh-bun Jui pesut air matanya dan berkata: "Kala itu pangcu terluka parah dan akulah yang segera memapahnya pulang. Tapi sebelum tiba di tempat kediaman hiangcu, beliau sudah menarik napas yang penghabisan. Pada detik-detik terakhir ia menyerahkan tongkat kekuasaan ini dan setelah mengucapkan beberapa patah pesanan ia lantas wafat."
"Kalau begitu, tiada lain orang lagi yang berada di situ?" menegas Ji tianglo.
"Yang ada hanyalah orang-orang yang berjalan saja. Orang-orang yang dikirim Wi hiangcu untuk menyambut kita, belum datang," sahut Uh-bun Jui.
Tiba-tiba Ma tianglo berseru keras: "Ji tianglo, pertanyaanmu itu tidakkah kelewat tak menghormat kepada pangcu baru dan tak menghargai kepada lopangcu almarhum. Beliau telah dicelakai orang, bukannya kau buru-buru membalaskan sakit hatinya sebaliknya malah mencurigai pesan almarhum. Apakah artinya sikapmu ini?"
Sahut Ji tianglo: "Jika pangcu benar-benar meninggalkan pesan tersebut, sudah tentu aku patuh. Tapi ternyata pesan almarhum itu belum mempunyai kebenaran yang teguh. Bagaimana kita disuruh menerima keterangan sepihak saja?"
Terang tianglo she Ji itu menuntut saksi lagi. Jika Uh-bun Jui tak dapat membuktikan, terang ia bakal menolak.
Bahwa Uh-bun Jui membantu Ciu Ko mengurus urusan partai, memang sudah berjalan beberapa tahun. Apalagi ia itu adalah murid kesayangan dari Ciu Ko. Meskipun masih kurang pengalaman dan kepandaian, tapi bahwa Ciu Ko menjatuhkan pilihan penggantinya kepada Uh-bun Jui itu, memang sudah pada tempatnya. Tiada seorangpun anak buah Kay-pang yang menyangsikan keterangan Uh-bun Jui itu. Hanya orang she Ji itulah, satu-satunya orang yang berani menyatakan kesangsiannya. Oleh karena dalam partai Ji tianglo itu mempunyai kedudukan yang tinggi, maka setelah ia melahirkan kata-katanya tadi, terpengaruhlah anak buah Kay-pang. Kini mereka mempunyai sedikit kecurigaan terhadap Uh-bun Jui. Dan karena kedudukannya itulah, maka Ma tianglo tak berani menuduh yang bukan-bukan kepada Ji tianglo.
Memang yang mempunyai kecakapan untuk menggantikan kedudukan pangcu, ada beberapa orang. Dalam persidangan itu, segera timbul perbincangan yang tegang. Ada sementara pihak yang menyokong Uh-bun Jui, karena pemuda itu sudah diserahi tongkat kekuasaan oleh pangcu. Tapi lain pihak, cenderung pada alasan yang dikemukakan oleh Ji tianglo. Sebelum Uh-bun Jui dapat mengajukan saksi lain, pemilihan pangcu itu harus diangkat oleh rapat anggota Kay-pang.
Ma tianglo bertepuk tangan tiga kali. Ia berdiri di muka altar dan berseru: "Pada saat pangcu menutup mata, meskipun aku tak berada di sampingnya, tapi sewaktu masih hidup, beliau sudah menetapkan siapa penggantinya kelak. Kepada siapa pilihannya itu dijatuhkan, sudah jelas sekali."
Ciok Tan, orang yang menjabat sebagai Seng-tong-hiang-cu atau kepala bagian hukum, buka suara: "Benar, kuingat pangcu sewaktu mengangkat saudara Uh-bun sebagai pembantu beliau dalam mengurus urusan partai, beliau telah pernah berkata: 'Urusan partai kita kian lama kian banyak kerjaannya. Kedudukan pangcu selayaknya dijabat oleh tenaga muda yang cakap dan tangkas'. Terang kata-kata beliau itu mengandung maksud untuk mengundurkan diri. Dikarenakan saudara Uh-bun masih belum mempunyai pengalaman, maka pangcu hendak menggemblengnya dulu disuruh menjadi pembantunya. Terang gamblang, bahwa memang pangcu menginginkan saudara Uh-bun untuk menjadi penggantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tusuk Kundai Pusaka - Liang Ie Shen
General FictionLanjutan "Kisah-kisah Bangsa Petualang" Salah satu kisah dari Trilogi Dinasti Tong yang merupakan salah satu karya terbaik Liang Ie Shen. Sangat direkomendasikan untuk dibaca (must read), bahkan dari beberapa pengamat memberikan bintang 5 untuk tri...